Selasa, 19 Agustus 2008

Kamuflase Terkamuflase

A Rodhi Murtadho

Kamuflase. Bagaimanapun menepisnya, pasti selalu terjadi pada manusia. Tubuh-tubuh rengkuh menjadi kamuflase setiap jiwa-jiwa yang sepi dalam kebosanan. Nanar mata nyalang, berkaca-kaca, atau melangkah di setiap rumpang pikiran. Yang pasti, sekarang, kehidupan masih terus berjalan.

Aku sebenarnya ingin hidup normal. Tentu saja sebagaimana manusia. Tapi aku tak tahu caranya hidup normal, tanpa kamuflase. Bagaimana tidak, harta dan pangkat seakan menjadi tujuan utama. Mencapainya tentu harus pandai berkamuflase pada setiap orang, bahkan pada diri sendiri. Menjadi diri sendiri seakan sulit namun bagaimanapun semua orang sebenarnya sudah memiliki diri mereka sendiri.

“Pak Abas, bakso dua mangkok,” kata Roni, pelangganku. “Pentol halus, tanpa saos, tapi pakai sambal.”
“Sambalnya,banyak atau sedikit?”
“Yang satu banyak yang satu sedikit.”

Paling tidak, sebagai yang sadar tentang kamuflase kehidupan, aku benar-benar merasa memiliki diri sendiri. Meski penjual bakso, aku menghilangkan semua gejala kamuflase yang mewabah. Meski tak sepenuhnya. Tubuh ini, yang harus bersosialisasi, bukan milikku semata. Tentu tak bisa seutuhnya kumiliki. Paling tidak aku harus berbagi dengan Mirna, istriku, sebulan sekali. Setiap saat harus kuserahkan jiwa pada yang kuasa dengan merasa mengkamuflasekan tubuh. Tak memiliki tubuh. Hanya jiwa semata.

“Mas, jangan terlalu berprinsip. Apakah kita mau makan prinsip, menghidupi Rifa’i dan Suni dengan prisipmu itu.”

“Ya, tentulah. Bagaimana kita bisa membentuk mereka menjadi manusia seutuhnya jika tidak berprinsip. Dari prinsip, anak-anakku akan menjadi manusia merdeka. Bebas.”

“Baik…baik. Tapi beras hanya tinggal sekilo. Tak ada uang untuk beli lauk.”
“Kau hutang dululah di warung Mak Jah.”
“Hutang dengan prinsip. Malu mas. Aku malu. Hutang kita sudah menumpuk.”

Aku terdiam tak mampu berkata apa-apa. Mungkin kalau dulu aku menerima tawaran untuk menjadi Lurah. Mungkin jalan hidupku tak sedemikian sulitnya. Kamidjan, bapakku, rela menjual sepetak sawahnya untuk modalku ikut pemilihan lurah. Warga desa banyak yang mendukung karena aku lulusan SMA. Sementara Jumadi, calon yang satunya, hanya lulusan SMP.

“Bas, ini kesempatan bagimu untuk naik jabatan jadi lurah,” kata bapakku, “sawah sepetak itu akan kujual buat modalmu.”

“Belum tentu saya akan terpilih. Banyak resikonya. Belum lagi jalanku sebagai lurah harus disetir. Kalau salah sedikit, sentilan pedas dari warga. Belum lagi kalau sudah pensiun dan kaya, pasti dibilang korupsi.”

“Lantas kau mau kerja apa?”
“Apa saja, asal sesuai dengan prinsipku.”

“Kau sudah punya istri sekarang. Ingat itu. Jangan terlalu berprinsip. Istrimu dan anakmu butuh makan, bukan prinsipmu.”

Bapak lantas balik kanan dan pergi. Layaknya tentara yang memimpin barisan. Memang aku dibentuk menjadi manusia merdeka. Bebas berprinsip. Tanpa kamuflase tentunya. Apa yang kukatakan dan yang kulakukan pasti sesuai isi hati. Tidak mengingkari keinginan jiwa. Benar-benar merdeka sebagai manusia.

“Mas, apa kita makan nasi putih saja tanpa lauk? Kasihan Rifa’i dan Suni. Mereka dalam masa pertumbuhan butuh gizi yang berimbang.”
“Kau hutang dulu lah. Pasti Mak Jah ngerti keadaan kita.”
“Aku malu, Mas.”
“Kalau kau tidak mau, aku saja yang hutang.”

Aku berangkat ke warung Mak Jah, tanpa kamuflase. Memang aku butuh lauk dengan jalan hutang untuk anak-anakku tanpa menutup-nutupi. Seperti dulu aku berangkat ke rumah Mirna. Kukatakan langsung kalau aku suka dan berniat untuk memperistri Mirna. Itu pun langsung kukatakan pada Mirna, juga tanpa kamuflase.

“Dik Mirna, aku suka sama adik. Dan kedatanganku ke sini berniat untuk memastikan, apakah adik mau jadi istriku.”
“Ngomong saja sama bapak, Mas.”

Mirna masuk ke dalam rumah. Tak lama berselang, Kurdi, bapaknya keluar menemuiku. Duduk berhadapan denganku.

“Ada apa, Nak Abas?”
“Begini, Pak, maaf sebelumnya. Saya ingin menjadikan Adik Mirna istri saya. Kalau boleh, saya akan mengajak keluarga. Mak dan bapak akan saya ajak ke sini untuk melamar secara resmi.”

“Mirna sudah setuju belum?”
“Dia menyuruh saya untuk langsung menanyakan pada Bapak.”
“Mir… Mir,” Kurdi memangil, “ke sini sebentar.”
“Ya, pak,” Mirna keluar dari ruang tengah, “ada apa, Pak?”
“Begini, Nak Abas ini ingin melamarmu. Apa kamu setuju?”

Mirna, layaknya gadis pingitan, terdiam dan sunggingan senyum yang tampak di bibirnya. Entah apa yang diisyaratkan. Tapi aku dan bapaknya menunggu keputusan. Hanya anggukan kecil yang kami dapatkan sebelum ia masuk lagi ke ruang tengah.

“Kamu sudah tahu kan,” jelas Kurdi, ”besok ajak keluargamu ke sini. Kita bicarakan bagaimana kelanjutannya bersama-sama.”

Di hari pelamaran, entah apa yang dibicarakan bapak dan Pak Kurdi. Tapi kulihat dari kejauhan mereka saling tertawa dan saling memainkan jarinya. Seperti menghitung. Pernikahanku dengan Mirna pun berlangsung dua minggu setelah pelamaran resmi. Tanpa persiapan yang begitu matang. Upacara sederhana ala keluarga. Tamu yang diundang hanya kerabat dan tetangga.

“Dik Mirna,” ucapku setelah kami masuk kamar pengantin, “kau sekarang sah menjadi istriku.”
“Ya, Mas.”

Suara lirih. Pandangan mata tak terlalu banyak tertuju kepadaku. Gerak yang tak terlalu banyak dan tak berarti. Mirna. Mungkin perempuan lain juga mengalami hal yang serupa. Malu-malu. Kernyit bibirnya seakan menandakan sesuatu. Menunggukukah?

Aku pun tak mampu mencairkan suasana dengan perkataan. Kucoba memberanikan diri. Melupakan rasa malu yang kupunya. Mulai kupegang tangan Mirna dan menciumnya. Pelan. Kebisingan kegiatan orang-orang yang berada di luar kamar tak terlalu mengganggu. Kurasakan tubuh Mirna mulai lunglai di dada. Melemas.

“Dik…” Bisikku pelan.

Tak ada jawaban. Hanya anggukan kecil. Bibirku pun mulai bergerilya. Tangan pun tak bisa berhenti. Ingin merasakan kelembutan tubuh. Raut muka kami pun mulai memanas. Merah. Nafas-nafas bersemburan ingin mendinginkan. Gerakan kami mulai tak terkontrol. Dekapan dan leleran keringat yang mulai muncul menyatukan tubuh kami. Melupakan rasa malu yang pernah muncul sebelumnya.

Lain dengan yang kuhadapi ketika akan bertemu dengan Mak Jah. Aku seakan memiliki beban yang tak karuan beratnya. Malu. Memang benar kata Mirna, istriku. Pantas saja kalau ia enggan hutang lagi pada Mak Jah. Tapi apapun harus aku lakukan demi anak-anakku. Aku tak mau anakku kekurangan gizi dalam masa pertumbuhan.

“Mak Jah. Saya mau hutang untuk anak saya.”
“Oalah Bas. Kalau dulu kamu mau jadi lurah, tentu kamu tak akan seperti ini, susah. Semua karena prinsipmu,” katanya.

“Ya, Mak.”
“Mau lauk apa?”
“Tahu, tempe, sama ikan asin, Mak.”
“Ini sekalian aku kasih sayur bayam untuk anakmu.”
“Terima kasih Mak.”
“Semuanya 3.500 rupiah, sayurnya gratis. Total utangmu 257.500 rupiah.”
“Ya Mak. Nanti pasti saya bayar.”

“Kapan? Kerja saja tidak. Ingat istri dan anak-anakmu. Mereka butuh makan bukan prinsipmu. Mudah-mudahan anak-anakmu kelak tidak keras kepala sepertimu. Meski punya prinsip, mereka harus mengorbankan itu jika butuh makan. Ya seperti kamu sekarang ini.”

Biasa memang kalau hutang pada Mak Jah akan mendapat banyak nasehat. Seperti kata istriku. Pantas saja kalau istriku malu untuk hutang lagi. Aku pun menghela nafas panjang memikirkan perkataan Mak Jah. Memang prinsip tidak bisa dimakan, tapi kamuflase itu layaknya membohongi diri sendiri. Menjadi orang lain dalam bentuk yang lain.

Kukatakan semuanya pada istriku. Senyuman darinya yang kudapat. Mungkin ia tahu kalau aku berpikir akan mencari kerja. Istriku terlihat bahagia dari nyalang matanya.

“Aku ingin bekerja, Dik.”

Memang selama ini kami hidup dari harta warisan ayahku. Harta yang dipersiapkan untukku menjadi lurah. Tentu saja tidak bertahan lama. Sampai kami berhutang banyak hanya untuk makan sehari-hari saja.

Entah apa yang terpikir dalam benakku. Hutang yang kian menggunung. Kebutuhan anak-anak. Dan kemlaratan yang menggiringku untuk menjadi penjual bakso.

“Mas Roni, ini baksonya, pentol halus tanpa saos tapi pakai sambal. Yang satu banyak, yang satu sedikit.”

Surabaya 14-15 April 2006

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar