A Rodhi Murtadho
Kamuflase. Bagaimanapun menepisnya, pasti selalu terjadi pada manusia. Tubuh-tubuh rengkuh menjadi kamuflase setiap jiwa-jiwa yang sepi dalam kebosanan. Nanar mata nyalang, berkaca-kaca, atau melangkah di setiap rumpang pikiran. Yang pasti, sekarang, kehidupan masih terus berjalan.
Aku sebenarnya ingin hidup normal. Tentu saja sebagaimana manusia. Tapi aku tak tahu caranya hidup normal, tanpa kamuflase. Bagaimana tidak, harta dan pangkat seakan menjadi tujuan utama. Mencapainya tentu harus pandai berkamuflase pada setiap orang, bahkan pada diri sendiri. Menjadi diri sendiri seakan sulit namun bagaimanapun semua orang sebenarnya sudah memiliki diri mereka sendiri.
“Pak Abas, bakso dua mangkok,” kata Roni, pelangganku. “Pentol halus, tanpa saos, tapi pakai sambal.”
“Sambalnya,banyak atau sedikit?”
“Yang satu banyak yang satu sedikit.”
Paling tidak, sebagai yang sadar tentang kamuflase kehidupan, aku benar-benar merasa memiliki diri sendiri. Meski penjual bakso, aku menghilangkan semua gejala kamuflase yang mewabah. Meski tak sepenuhnya. Tubuh ini, yang harus bersosialisasi, bukan milikku semata. Tentu tak bisa seutuhnya kumiliki. Paling tidak aku harus berbagi dengan Mirna, istriku, sebulan sekali. Setiap saat harus kuserahkan jiwa pada yang kuasa dengan merasa mengkamuflasekan tubuh. Tak memiliki tubuh. Hanya jiwa semata.
“Mas, jangan terlalu berprinsip. Apakah kita mau makan prinsip, menghidupi Rifa’i dan Suni dengan prisipmu itu.”
“Ya, tentulah. Bagaimana kita bisa membentuk mereka menjadi manusia seutuhnya jika tidak berprinsip. Dari prinsip, anak-anakku akan menjadi manusia merdeka. Bebas.”
“Baik…baik. Tapi beras hanya tinggal sekilo. Tak ada uang untuk beli lauk.”
“Kau hutang dululah di warung Mak Jah.”
“Hutang dengan prinsip. Malu mas. Aku malu. Hutang kita sudah menumpuk.”
Aku terdiam tak mampu berkata apa-apa. Mungkin kalau dulu aku menerima tawaran untuk menjadi Lurah. Mungkin jalan hidupku tak sedemikian sulitnya. Kamidjan, bapakku, rela menjual sepetak sawahnya untuk modalku ikut pemilihan lurah. Warga desa banyak yang mendukung karena aku lulusan SMA. Sementara Jumadi, calon yang satunya, hanya lulusan SMP.
“Bas, ini kesempatan bagimu untuk naik jabatan jadi lurah,” kata bapakku, “sawah sepetak itu akan kujual buat modalmu.”
“Belum tentu saya akan terpilih. Banyak resikonya. Belum lagi jalanku sebagai lurah harus disetir. Kalau salah sedikit, sentilan pedas dari warga. Belum lagi kalau sudah pensiun dan kaya, pasti dibilang korupsi.”
“Lantas kau mau kerja apa?”
“Apa saja, asal sesuai dengan prinsipku.”
“Kau sudah punya istri sekarang. Ingat itu. Jangan terlalu berprinsip. Istrimu dan anakmu butuh makan, bukan prinsipmu.”
Bapak lantas balik kanan dan pergi. Layaknya tentara yang memimpin barisan. Memang aku dibentuk menjadi manusia merdeka. Bebas berprinsip. Tanpa kamuflase tentunya. Apa yang kukatakan dan yang kulakukan pasti sesuai isi hati. Tidak mengingkari keinginan jiwa. Benar-benar merdeka sebagai manusia.
“Mas, apa kita makan nasi putih saja tanpa lauk? Kasihan Rifa’i dan Suni. Mereka dalam masa pertumbuhan butuh gizi yang berimbang.”
“Kau hutang dulu lah. Pasti Mak Jah ngerti keadaan kita.”
“Aku malu, Mas.”
“Kalau kau tidak mau, aku saja yang hutang.”
Aku berangkat ke warung Mak Jah, tanpa kamuflase. Memang aku butuh lauk dengan jalan hutang untuk anak-anakku tanpa menutup-nutupi. Seperti dulu aku berangkat ke rumah Mirna. Kukatakan langsung kalau aku suka dan berniat untuk memperistri Mirna. Itu pun langsung kukatakan pada Mirna, juga tanpa kamuflase.
“Dik Mirna, aku suka sama adik. Dan kedatanganku ke sini berniat untuk memastikan, apakah adik mau jadi istriku.”
“Ngomong saja sama bapak, Mas.”
Mirna masuk ke dalam rumah. Tak lama berselang, Kurdi, bapaknya keluar menemuiku. Duduk berhadapan denganku.
“Ada apa, Nak Abas?”
“Begini, Pak, maaf sebelumnya. Saya ingin menjadikan Adik Mirna istri saya. Kalau boleh, saya akan mengajak keluarga. Mak dan bapak akan saya ajak ke sini untuk melamar secara resmi.”
“Mirna sudah setuju belum?”
“Dia menyuruh saya untuk langsung menanyakan pada Bapak.”
“Mir… Mir,” Kurdi memangil, “ke sini sebentar.”
“Ya, pak,” Mirna keluar dari ruang tengah, “ada apa, Pak?”
“Begini, Nak Abas ini ingin melamarmu. Apa kamu setuju?”
Mirna, layaknya gadis pingitan, terdiam dan sunggingan senyum yang tampak di bibirnya. Entah apa yang diisyaratkan. Tapi aku dan bapaknya menunggu keputusan. Hanya anggukan kecil yang kami dapatkan sebelum ia masuk lagi ke ruang tengah.
“Kamu sudah tahu kan,” jelas Kurdi, ”besok ajak keluargamu ke sini. Kita bicarakan bagaimana kelanjutannya bersama-sama.”
Di hari pelamaran, entah apa yang dibicarakan bapak dan Pak Kurdi. Tapi kulihat dari kejauhan mereka saling tertawa dan saling memainkan jarinya. Seperti menghitung. Pernikahanku dengan Mirna pun berlangsung dua minggu setelah pelamaran resmi. Tanpa persiapan yang begitu matang. Upacara sederhana ala keluarga. Tamu yang diundang hanya kerabat dan tetangga.
“Dik Mirna,” ucapku setelah kami masuk kamar pengantin, “kau sekarang sah menjadi istriku.”
“Ya, Mas.”
Suara lirih. Pandangan mata tak terlalu banyak tertuju kepadaku. Gerak yang tak terlalu banyak dan tak berarti. Mirna. Mungkin perempuan lain juga mengalami hal yang serupa. Malu-malu. Kernyit bibirnya seakan menandakan sesuatu. Menunggukukah?
Aku pun tak mampu mencairkan suasana dengan perkataan. Kucoba memberanikan diri. Melupakan rasa malu yang kupunya. Mulai kupegang tangan Mirna dan menciumnya. Pelan. Kebisingan kegiatan orang-orang yang berada di luar kamar tak terlalu mengganggu. Kurasakan tubuh Mirna mulai lunglai di dada. Melemas.
“Dik…” Bisikku pelan.
Tak ada jawaban. Hanya anggukan kecil. Bibirku pun mulai bergerilya. Tangan pun tak bisa berhenti. Ingin merasakan kelembutan tubuh. Raut muka kami pun mulai memanas. Merah. Nafas-nafas bersemburan ingin mendinginkan. Gerakan kami mulai tak terkontrol. Dekapan dan leleran keringat yang mulai muncul menyatukan tubuh kami. Melupakan rasa malu yang pernah muncul sebelumnya.
Lain dengan yang kuhadapi ketika akan bertemu dengan Mak Jah. Aku seakan memiliki beban yang tak karuan beratnya. Malu. Memang benar kata Mirna, istriku. Pantas saja kalau ia enggan hutang lagi pada Mak Jah. Tapi apapun harus aku lakukan demi anak-anakku. Aku tak mau anakku kekurangan gizi dalam masa pertumbuhan.
“Mak Jah. Saya mau hutang untuk anak saya.”
“Oalah Bas. Kalau dulu kamu mau jadi lurah, tentu kamu tak akan seperti ini, susah. Semua karena prinsipmu,” katanya.
“Ya, Mak.”
“Mau lauk apa?”
“Tahu, tempe, sama ikan asin, Mak.”
“Ini sekalian aku kasih sayur bayam untuk anakmu.”
“Terima kasih Mak.”
“Semuanya 3.500 rupiah, sayurnya gratis. Total utangmu 257.500 rupiah.”
“Ya Mak. Nanti pasti saya bayar.”
“Kapan? Kerja saja tidak. Ingat istri dan anak-anakmu. Mereka butuh makan bukan prinsipmu. Mudah-mudahan anak-anakmu kelak tidak keras kepala sepertimu. Meski punya prinsip, mereka harus mengorbankan itu jika butuh makan. Ya seperti kamu sekarang ini.”
Biasa memang kalau hutang pada Mak Jah akan mendapat banyak nasehat. Seperti kata istriku. Pantas saja kalau istriku malu untuk hutang lagi. Aku pun menghela nafas panjang memikirkan perkataan Mak Jah. Memang prinsip tidak bisa dimakan, tapi kamuflase itu layaknya membohongi diri sendiri. Menjadi orang lain dalam bentuk yang lain.
Kukatakan semuanya pada istriku. Senyuman darinya yang kudapat. Mungkin ia tahu kalau aku berpikir akan mencari kerja. Istriku terlihat bahagia dari nyalang matanya.
“Aku ingin bekerja, Dik.”
Memang selama ini kami hidup dari harta warisan ayahku. Harta yang dipersiapkan untukku menjadi lurah. Tentu saja tidak bertahan lama. Sampai kami berhutang banyak hanya untuk makan sehari-hari saja.
Entah apa yang terpikir dalam benakku. Hutang yang kian menggunung. Kebutuhan anak-anak. Dan kemlaratan yang menggiringku untuk menjadi penjual bakso.
“Mas Roni, ini baksonya, pentol halus tanpa saos tapi pakai sambal. Yang satu banyak, yang satu sedikit.”
Surabaya 14-15 April 2006
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar