Jumat, 18 Juli 2008

Menziarahi Karya-karya Sang Maestro

Jurnal Kebudayaan The Sandour III 2008
Sri Wintala Achmad

Manakala bertandang ke rumah seorang kawan, perhatian saya terserap habis pada coretan-coretan liar dan naïf di dinding ruang tamu yang membentuk gambar binatang, mobil, kapal terbang, atau orang. Tanpa bertanya pada kawan tersebut, perkiraan saya tidak bakal meleset. Gambar-gambar itu pasti karya anak-anaknya. Manusia-manusia kecil yang mulai membutuhkan penghargaan atas karya-karyanya, serta pengakuan eksistensinya dari lingkup internal (orang tua dan keluarga) atau lingkup eksternal (orang luar).

Tanpa pertimbangan teknis yang menyoal nilai-nilai estetika di dalam dunia seni rupa, saya menangkap kepolosan pribadi, kebebasan bersikap, dan kesederhanaan berfikir anak-anak di balik visual karya tersebut. Masalah inilah yang sering membuat jengkel kawan saya. Maklum, ia selalu menghendaki rumahnya dalam suasana rapi, tertata dan bersih. Sementara bagi pecinta anak-anak, gambar-gambar di dinding ruang tamu itu justru tampak rekreatif, segar, dan komedial untuk disaksikan.

Perihal gambar yang divisualkan di dinding ruang tamu itu tidak dapat diklaim sebagai refleksi kekurang-ajaran seorang bocah. Hal itu hendaklah lebih dimaknai bahwa anak-anak kawan saya mulai membutuhkan keleluasaan sebuah media (baca: bukan sekadar buku gambar) untuk mengekspresikan gagasannya yang berpijak naluri kreatifnya. Bukan berdasarkan teknik atau teori dibakukan dalam dunia kreativitas seni rupa.

Ulah anak-anak kawan saya itu tentu saja tidak dapat diidentikkan dengan ulah sebagian remaja yang suka mencoret-moreti tembok-tembok bangunan, tiang listrik, dinding-dinding gua dll. Mengingat graffiti yang dibuat sebagian remaja tersebut cenderung bertendensi untuk menunjukkan keakuan kelompok (gang)-nya. Tidak musykil kalau graffiti tersebut berpotensi memicu konflik yang mengarah pertikaian antar gang. Persoalan inilah kiranya merupakan salah satu pemicu realisasi Projek Mural Kota Sama-sama Apotik Komik pada beberapa tahun silam. Suatu projek yang salah satunya bertujuan untuk menyalurkan kreativitas remaja pada jalur sebenarnya. Hingga hasil yang diharapkan mampu memberikan kesejukan, kenyamanan, dan keasrian lingkungan kota dan desa.

Lain Apotik Komik yang melakukan aktivitasnya dengan pijakan krisis kreativitas remaja, lain pula sebagian perupa di dalam penciptaan karya-karyanya senantiasa mengacu kreativitas anak-anak. Nama-nama semisal: Heridono, S. Teddy D, dan Ugo Untoro dapat dijadikan contoh perupa yang banyak terinspirasi gambar anak-anak. Alhasil, para kritikus sering menglasifikasikan karya-karya mereka bergaya naïf. Boleh dibilang anti teknik atau teori yang telah dibakukan di dalam penciptaan karya seni lukis.

Bahkan sewaktu membuka file karya seni rupa Indonesia yang tersimpan di dalam personal computer, saya menyaksikan sebagian lukisan Affandi bergaya naïf. Karya-karya naïf dari pelukis maestro tersebut terutama dapat ditilik pada lukisan potret diri. Lukisan yang terbentuk lewat komposisi garis-garis liar dan dominasi warna merah, hitam, dan kuning tersebut tidak hanya mencitrakan kenaifan, melainkan totalitas ekspresi jiwa merdeka seorang kreator.

Dari Karya Ke Sikap Hidup Affandi
Diakui bahwa gambar anak-anak yang divisualkan di dinding ruang tamu kawan saya itu memang tidak sebanding dengan karya-karya naïf Affandi. Namun kalau menilik karya-karya naïf sang maestro tersebut, sontak saya teringat pada karya anak-anak. Karya-karya ekspresif yang merefleksikan ungkapan polos dari dalam hati (perasaan) dan dari dalam tempurung kepalanya (intuisi dan imajinasi).

Sebagaimana anak-anak, Affandi mencoba menemukan jati dirinya melalui karya-karyanya. Hingga bagi Affandi, karya-karyanya yang berupa potret diri dapat dijadikan media refleksi tentang ke-Akuan-nya. Sementara bagi apresian, visualisasi wajah Affandi tua berjenggot, berkepala botak, rambut keriting tidak terisir, dan garis-garis tegas di seputar mata dapat dijadikan wahana untuk mengenal kepribadiannya. Setampang wajah sang maestro yang mencitrakan keugaharian, ketegasan, keperkasaan jiwa dalam meniti jalan kehidupan. Sungguhpun tak dipungkiri, garis-garis tegas di seputar mata pada sebagian karya potret diri tersebut menyiratkan jiwanya yang melankolik.

Menangkap jauh tentang sikap Affandi atas kehidupan dapat ditilik pada karya Aku Mengisap Pipa (oil on canvas, 99 x 125 cm - 1977). Visualisasi dirinya yang tengah mengisap pipa di bawah matahari itu memberikan kesan, bahwa sang maestro tetap nglaras (memaknai) nikmatnya kehidupan di tengah teriknya matahari. Garang menantang nyali setiap manusia yang berhasrat untuk survive. Inilah jiwa Jawi Affandi. Di mana, beliau senantiasa ngeli ning ora keli (mengalir namun tidak terhempas) oleh ganasnya arus kehidupan.

Jiwa Jawi Affandi dapat diteladani setiap orang yang bermimpi hidup damai di tengah kemelut modernisasi. Mengingat modernisasi yang gagal dimaknai sebagai jalan menuju kota kesejahteraan manusia justru menjadi mesin pembunuh jiwa. Banyak orang kelas bawah terhempas sebagai tumbal-tumbal tak berdaya. Senasib sampah terombang-ambingkan arus bah menuju muara keterpurukan.

Karya-karya dengan komposisi garis-garis liar namun terbentuk secara dinamis dan bernuansa ekspresif terdapat pula dalam karya Main Street India dan Ke Roma (oil on canvas, 125 x 99 cm - 1977). Karya-karya naturalis yang diabstraksikan Affandi tersebut bukan sekadar memotret, melainkan mengekspresikan situasi buruk di dua negara yang pernah dikunjunginya. Ini dapat disaksikan melalui pelukisan ketidak-berdayaan becak, bendi-bendi yang ditarik kuda, dan sapi di salah satu jalan raya India, serta matahari biru bak pembunuh berdarah dingin yang mengambang di atas bangunan negeri Roma.

Karya-karya bergaya senafas Potret Diri, Aku Mengisap Pipa, Main Street India, dan Ke Roma tentu masih banyak jumlahnya. Karenanya, pengkajian dari para kritikus atau apresian atas karya-karya senafas lainnya sangat diharapkan. Agar publik dapat mengenal jauh perihal sang maestro yang selama ini sekadar mendengar namanya saja.

Sisi Lain Affandi
Diakui oleh banyak apresian bahwa sebagian karya Affandi bergaya realis dekoratif. Melalui gaya yang ditekuni pada awal proses kreativitasnya, saya dapat mengenal lebih jauh tentang Affandi. Di mana selama meniti proses kreativitasnya, sang maestro tidak terjebak ke dalam lembah stagnasi (kemapanan). Beliau tetap berhelat dengan kerja eksplorasi. Hingga gaya naïf ekspresionisnya mampu menggetarkan dunia seni rupa itu, beliau jadikan pilihan terakhir hingga tutup usia.

Melalui karya-karya realis dekoratifnya, saya menangkap keugaharian, keperkasaan, ketegasan dan kesantunan Affandi di dalam menyikapi kehidupan, serta kecintaan Affandi dengan negara, bangsa, dan keluargaanya. Kecintaannya pada bangsa dan negara direfleksikan melalui karya A Captured Spy. Visualisasi sosok lelaki pribumi yang telah mengkhianti perjuangan bangsanya sendiri itu harus ditindak tegas. Keadilan harus ditegakkan, kalau kemerdekaan yang merupakan embrio kesejahteraan seluruh bangsa bukan sekadar slogan kosong dari calon-calon pemimpin Negara.

Dalam kehidupan, Affandi tak sekadar membanggakan keberadaannya yang divisualkan melalui karya-karya potret dirinya. Beliau juga membanggakan keberadaan keluarganya. Hal ini direfleksikan melalui beberapa karya yang memvisualkan anggota keluarga dan putrinya, seperti: Little Kartika, Kartika Wears Kebaya, Portrait with My Daughter dll.
Karya realis dekoratif Affandi memang tampak ugahari. Namun, pemvisualan simbolis bunga kamboja di kepala Kartika Kecil (Little Kartika) merupakan nilai atau makna yang memberikan bobot karya tersebut. Saya pula menangkap bahwa pemvisualan simbol bunga kamboja dapat dimaknai sebagai wasiat luhur sang maestro yang mengajarkan kepada putrinya untuk berjiwa semekar, seputih, dan sewangi kamboja.

Dari sini, saya semakin paham perihal bagaimana Affandi mengajarkan kepada Kartika putrinya. Tidak melalui kata-kata keras sebagaimana kawan saya saat melarang anak-anaknya untuk tidak mencoret-moreti dinding ruang tamunya, melainkan melalui bahasa simbol. Pesan tersirat dengan mengacu bahwa terealisasinya maksud seseorang tanpa harus melukai atau menyinggung pihak yang dituju. Ibarat: Entuk iwake, nanging ora buthek banyune (mendapatkan ikannya, tetapi tidak memperkeruh airnya).

Dengan demikian kemaestroan Affandi di dalam blantika seni lukis tidak sekadar terletak pada nilai-nilai estetik, melainkan pesan moral yang tersirat di balik visualisasi karyanya. Di samping itu, spirit eksplorasi dan konsistensi Affandi di dalam menekuni bidang seni lukis dicatat sebagai salah satu legitimasi yang memperkokoh gelar kemaestroannya itu.

Catatan Akhir
Apa yang saya uraikan ini tidak dimaksudkan sekadar mengenang Affandi, pelukis yang telah damai di alam kelanggengan. Lebih dari itu, saya bermaksud memperkenalkan kepada generasi zaman, terutama anak-anak yang tidak memiliki kesempatan mengenal sosok Affandi dan belum mengenal karya-karyanya. Maksud yang diarahkan agar anak-anak mampu meneladani spirit kreatif dan mengambil nilai atau makna di balik karya Affandi tersebut adalah penting. Sebagaimana pentingnya sewaktu saya memperkenalkan anak-anak perihal spirit, nilai, atau makna perjuangan dari para pahlawan Indonesia.

Sosialisasi kemaestroan Affandi dan karya-karyanya layak dilakukan pula oleh para pendidik di dunia akademis. Ini dimaksudkan agar anak didik di dalam mengembangkan kepribadiannya tidak semata berorientasi pada spirit, nilai, atau makna perjuangan para pahlawan. Melainkan para seniman yang pula memiliki andil besar di dalam turut membangun citra Indonesia di lingkup internasional. Maka jangan heran, seniman di negara maju mendapatkan penghargaan dari pemerintah.

Affandi sudah meninggalkan kita untuk selamanya. Namun spirit, nilai, atau makna perjuangan kreatifnya senantiasa melekat di tiap karyanya. Abadi sampai detik peniupan sangkala yang mengisyaratkan hari terakhir telah tiba. Semoga arwah sang maestro diterima di sisi Tuhan. Raja semesta raya. Amin!

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar