Damiri Mahmud
harian.analisadaily.com
BOKOR Hutasuhut lahir di Balige, 2 juni 1934. Pernah Redaktur kebudayaan majalah Waktu, Medan. Sekretaris Yayasan Sastra (penerbit majalah Sastra). Sekretaris Jenderal KKPI (Konperensi Karyawan Pengarang Indonesia). Dia penanda tangan Manifes Kebudayaan. Novel-novelnya adalah Pantai Barat, Tanah Kesayangan dan Penakluk Ujung Dunia.
Novel Penakluk Ujung Dunia, narasi yang menggunakan teknik alur maju atau menanjak. Pautan peristiwanya dijalin oleh hubungan, baik secara temporal maupun hubungan kausal. Walaupun untuk menguatkan sesuatu atau bagian peristiwa tertentu juga menggunakan flashback , namun dia digunakan untuk menerangjelaskan suatu masalah yang sedang dihadapi sehingga menjadi jelas.
Alur novel ini, dapat dikatakan masuk dalam kategori alur longgar (loose plot), dalam arti jalinan peristiwa yang kurang padu, sehingga memungkin satu-dua peristiwa atau bab masih bisa dikurangi atau ditiadakan. Kekurangpaduan itu juga, adanya beberapa bab. Terasa kurang didramatisasi atau kurang pelukisan situasi dan dialog, tapi lebih kepada fokus sudut pandang pengarang yang bahkan menempatkan diri sebagai omniscient point of view.
Hal ini terlihat dengan jelas di hampir seluruh bab. Keterangan pengarang yang bertindak sebagai narator atau pencerita, jauh lebih dominan. Bandingkan dengan dialog dan tindakan, sehingga karakter tokoh kurang berkembang.
Sebagai penyeimbang, kelihatan pengarang sangat memahami masalah. Mengenal serta menguasai setting, sehingga selalu sesuatu peristiwa atau suasana seperti benar-benar terjadi di depan mata. Terutama latar tempat kejadian dan suasana alam yang dipaparkan kepada kita. Boleh jadi akan sangat membosankan, di tangan pengarang terasa menarik untuk diamati. Novel ini terdiri sembilan bab yang resume kronologisnya, kita paparkan sebagai berikut.
Bab pertama mengisahkan peristiwa Raja Panggonggom, sedang mengumpulkan seluruh pembesar marga untuk berkumpul di pusat kampung. Mereka membahas masalah pertikaian dengan marga lain. Bermula dengan terbunuhnya anggota marga Amani Boltung dalam rebutan aliran air di sawahnya.
Ronggur, seorang pemuda, mengusulkan supaya dicari akar masalahnya. Tanah persawahan telah semakin sempit sehingga perlu dicari daerah baru dengan mengarungi sungai Titian Dewata. Usulnya ditolak, karena tidak masuk akal para pengetua. Sungai Titian Dewata berakhir ke ujung dunia tempat roh mereka dikembalikan ke Mula Jadi na Bolon, sama sekali bukan daerah subur sebagaimana yang dibayangkan oleh Ronggur. Musyawarah sepakat untuk mengumumkan perang ke marga yang telah mencoreng arang ke kening mereka.
Marga Ronggur kemudian menyerang marga yang membunuh Amani Boltung dan mendapat kemenangan. Ronggur sendiri berperan aktip bahkan menyelamatkan nyawa Raja Panggonggom serta dapat menawan putri Raja Nabegu. Sebagai balas jasa, Ronggur diangkat sebagai Raja ni Huta (Muda) yang menguasai tanah bekas yang dikuasai marga yang ditaklukkan.
Pengorbitan Ronggur yang tanpa cacat-cela, terasa kurang meyakinkan. Lukisan dan tindakan protagonis yang terasa tidak bergerak sendiri, tapi dikendalikan oleh pengarang. Kurang dideskripsikan bagaimana keadaan marga yang kalah dan bagaimana pula marga yang menang memperlakukan mereka. Keadaan kebanyakan kita perdapat dari keterangan pengarang.
Pada bab kedua diceritakan perlakuan Ronggur yang baik terhadap Tiur dan rencananya untuk memerdekakan. Keinginannya, kuat untuk memulai perjalananan mengharungi Sungai Titian Dewata. Di sini terungkap, ayah Ronggur sebelumnya pernah mengharungi sungai. Niatnya sama bersama bekas Datu Bolon Gelar Guru Marsahit Lipan, namun tewas digulung arus sementara sang datu selamat. Bab ini akan lebih menarik apabila masalah perbudakan yang disinggung tidak semata diterangkan tapi lebih dideskripsikan.
Bab tiga, Ronggur bersama Tio memulai pekejaan membuat perahu yang mencari bahannya jauh di dalam hutan. Dalam bab ini terlihat penguasaan pengarang terhadap latar yang menghidupi cerita. Terkuak pula rencana masing-masing marga memperebutkan hutan untuk memperluas wilayah dan persawahan. Masalah ini misalnya diungkap pengarang secara lebih meluas akan cukup menarik karena hal itu cukup relevan, hingga ke hari ini.
Dalam bab empat rencana keberangkatan Ronggur dibahas dalam rapat lengkap. Di sini dipertentangkan dua karakter yang saling menyala: kubu rasional yang diwakili oleh Ronggur dan kubu irrasional oleh pihak kerajaan dan masyarakat umumnya. Ronggur tetap pada pendiriannya walaupun dia dikutuk dan dikeluarkan dari silsilah marga. Dalam bab ini menyentuh hati respons ibu Ronggur yang sudah renta di mana dia memberikan sugesti sebagai ibu yang tabah meskipun dia akan memanggung resikonya.
Bab lima Ronggur berangkat ditemani Tio dan anjingnya. Diantar oleh ibunya dan bekas datu, sementara kerajaan dan masyarakat dilarang untuk memberikan perhatian. Di sini ada renungan Tio yang menarik tentang arti kemerdekaan untuk diri yang menjadi motivasinya untuk ikut. Lebih meyakinkan lagi kalau renungan itu diuraikan dengan jalan pikiran Tio sendiri tanpa harus dikendalikan oleh pengarang.
Dalam bab ini muncul tokoh yang menarik, Lolom. Dia mau ikut meski dengan niat dan motivasi yang bertolak belakang. Lolom adalah sosok dari kelompok marjinal dan berada di luar sistem kemasyarakatan dan kerajaan. Seorang penjudi kelas berat namun punya watak jujur dan terus terang. Kenapa keinginannya ditolak Ronggur? Saya membayangkan sekiranya dia ikut serta, novel ini tidak sekedar linear dan hitam putih. Dengan adanya sebuah ironi dan seolah stigma, menurut hemat saya novel akan lebih berkembang dalam kerumitan dan variasi yang lebih menarik. Penolakan ini juga terasa sebuah romantisisme terhadap sesuatu yang dianggap ideal dan tak boleh dicemari dan digangu-gugat.
Dalam petualangan ini muncul renungan filosofis dan pengamatan alam yang cukup dikuasai pengarang, sehingga mengurangi kemonotonan. Dalam kelelahan, dan ketakutan serta putus asa dalam diri Tio, dia dimerdekakan, yang menghidupkan kembali harapannya.
Pada bab enam, karena tak tahan dengan arus yang menggila, perjalanan diteruskan dengan jalan darat menembus hutan dan bukit. Di sini mereka bertemu dengan fenomena yang aneh. Ternyata matahari. Kemudian mereka menjumpai air terjun, yang dipercayai selama ini sebagai ujung dunia tempat arwah nenek moyang tersimpan.
Dalam bab tujuh, mereka kembali meneruskan perjalanan dengan berperahu karena ternyata hilir air terjun terus mengalirkan sungai-sungai. Di sini menemukan air pasang dan danau tak bertepi (laut). Ini daerah impian mereka. Mereka lalu bertani dan mendapatkan seorang anak.
Bab delapan perjalanan pulang ke kampung halaman memberitakan keberhasilan mereka. Ronggur sadar, menaklukkan alam jauh lebih mudah daripada mengubah kepercayaan yang telah berurat berakar.
Pada bab sembilan dipaparkan penolakan kerajaan marga atas temuan mereka. Diputuskan mereka dihukum mati. Pada saat yang genting mereka ditolong oleh orang-orang yang disisihkan dan melarikan diri kembali ke daerah baru yang menjanjikan. Masih diteruskan dengan pengejaran pasukan marga. Mereka dapat ditawan Ronggur. Sebagian kecil diutus kembali ke marga untuk mengikat perjanjian perdamaian. Diceritakan juga setelah itu, ramai para pendatang merambah jalan-jalan baru.
Di sini ada satu pertanyaan. Apakah inspirasi novel ini berupa imajinasi pengarang semata. Saya berkesimpulan, cerita ini telah hidup sebelumnya sebagai sastra lisan di tengah masyarakat Batak. Hal ini juga dibayangkan pengarang di halaman 30 ketika menyinggung peran ampangardang semacam awang batil atau pendidong, yang mewartakan wiracarita dari klan masing-masing.
Berhadapan dengan sastra lisan atau folklore kita akan selalu bertemu dengan legenda dan mitos. Kedua ciri ini pun tampaknya sangat lekat terlihat dalam novel. Untuk kepentingan itulah, untuk keperluan melegendakan tokoh dan membangun mitos-mitos baru, adanya paparan dan narasi dalam bab delapan dan sembilan. Kesempurnaan tokoh hero tergambar tidak saja dalam keberhasilan pengelanaannya tapi juga dari kesuksesannya keluar dari hukuman dan kematian, meski didukung faktor kebetulan yang muncul di saat-saat yang genting. Ini menjadi bumbu yang sedap diulang-ulang oleh para ampangardang untuk mengorbitkan sebagai tokoh yang legendaris, di samping penemuan dan penamaan daerah baru yang memunculkan mitos-mitos yang menguatkan ketokohannya.
Satu hal yang perlu diingat, legenda dan mitos yang dipilih pengarang untuk dimunculkan dalam novelnya ini benar-benar terpilih.
http://harian.analisadaily.com/rebana/news/penakluk-ujung-dunia/46885/2014/07/13
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar