Jumat, 23 Februari 2018

Bokor Hutasuhut, "Penakluk Ujung Dunia"

Damiri Mahmud
harian.analisadaily.com

BOKOR Hutasuhut lahir di Ba­lige, 2 juni 1934. Pernah Re­daktur kebudayaan majalah Wak­tu, Medan. Sekretaris Yayasan Sastra (penerbit majalah Sastra). Sekretaris Jenderal KKPI (Konpe­rensi Karyawan Pengarang Indonesia). Dia penanda tangan Ma­nifes Kebudayaan. Novel-novel­nya adalah Pantai Barat, Tanah Kesayangan dan Penakluk Ujung Dunia.

Novel Penakluk Ujung Dunia, narasi yang menggunakan teknik alur maju atau menanjak. Pautan peristiwanya dijalin oleh hubung­an, baik secara temporal maupun hu­bungan kausal. Walaupun un­tuk menguat­kan sesuatu atau ba­gian peristiwa tertentu juga meng­gunakan flashback , namun dia digunakan untuk menerangje­laskan suatu masalah yang sedang dihadapi sehingga menjadi jelas.

Alur novel ini,  dapat  dikatakan masuk dalam kategori alur long­gar (loose plot), dalam arti jalinan peristiwa yang kurang padu, se­hingga memungkin satu-dua pe­ristiwa atau bab masih bisa di­kurangi atau ditiadakan. Keku­rangpaduan itu juga, adanya be­be­rapa bab. Terasa kurang didra­ma­tisasi atau kurang pelukisan si­tuasi dan dialog, tapi lebih kepada fokus sudut pandang pengarang yang bahkan menempatkan diri se­bagai omniscient point of view.

Hal ini terlihat dengan jelas di hampir  seluruh bab. Keterangan pe­ngarang yang bertindak sebagai narator atau pencerita, jauh lebih dominan. Bandingkan dengan dia­log dan tindakan, sehingga ka­rakter tokoh kurang berkembang.

Sebagai penyeimbang, keli­hatan pe­ngarang sangat mema­hami masalah. Me­nge­nal serta me­nguasai setting, sehingga se­lalu sesuatu peristiwa atau sua­sana seperti benar-benar terjadi di depan mata. Terutama latar tem­pat kejadian dan suasana alam yang dipaparkan kepada kita. Bo­leh jadi akan sangat membo­san­kan, di tangan pengarang terasa me­narik untuk diamati. Novel ini terdiri sembilan bab yang  resume kronologisnya, kita paparkan se­bagai berikut.

Bab pertama mengisahkan pe­ristiwa Raja Panggonggom, se­dang mengumpulkan seluruh pem­besar marga untuk berkum­pul di pusat kampung. Mereka mem­bahas masalah pertikaian de­ngan marga lain. Bermula de­ngan terbunuhnya anggota marga Amani Boltung dalam rebutan ali­ran air di sawahnya.

Ronggur, se­orang pemuda, me­ngusulkan su­paya dicari akar ma­salahnya. Tanah persawahan telah semakin sempit sehingga perlu dicari daerah baru dengan mengarungi sungai Titian Dewata. Usulnya ditolak, karena tidak ma­suk akal para pengetua. Sungai Ti­tian Dewata berakhir ke ujung dunia tempat roh mereka dikem­balikan ke Mula Jadi na Bolon, sama sekali bukan daerah subur sebagaimana yang dibayangkan oleh Ronggur. Musyawarah se­pakat untuk mengumumkan pe­rang ke marga yang telah menco­reng arang ke kening mereka.

Marga Ronggur kemudian me­nyerang marga yang membu­nuh Amani Boltung dan mendapat kemenangan. Ronggur sendiri ber­peran aktip bahkan menyela­matkan nyawa Raja Panggong­gom serta dapat menawan putri Ra­ja Nabegu. Sebagai balas jasa, Ronggur diangkat sebagai Raja ni Huta (Muda) yang menguasai ta­nah bekas yang dikuasai marga yang ditaklukkan.

Pengorbitan Ronggur yang tan­pa cacat-cela, terasa kurang me­yakinkan. Lukisan dan tindakan protagonis yang terasa tidak ber­gerak sendiri, tapi dikendalikan oleh pengarang. Kurang dides­kripsikan bagai­mana keadaan mar­ga yang kalah dan bagaimana pula marga yang menang mem­per­lakukan mereka. Keadaan ke­banyakan kita perdapat dari kete­rangan pengarang.

Pada bab kedua diceritakan per­lakuan Ronggur yang baik ter­hadap Tiur dan rencananya untuk memerdekakan. Ke­inginannya, kuat untuk memulai per­jalananan mengharungi Sungai Titian De­wata. Di sini terungkap, ayah Rong­gur sebelumnya per­nah mengharungi sungai. Niatnya sama bersama bekas Datu Bolon Gelar Guru Marsahit Lipan, na­mun tewas digulung arus semen­tara sang datu selamat. Bab ini akan lebih menarik apa­bila ma­salah perbudakan yang dising­gung tidak semata diterang­kan tapi lebih dideskripsikan.

Bab tiga, Ronggur bersama Tio memulai pekejaan membuat perahu yang mencari bahannya ja­uh di dalam hutan. Dalam bab ini terlihat penguasaan pengarang terhadap latar yang menghidupi cerita. Terkuak pula rencana ma­sing-masing marga mempere­butkan hutan untuk memperluas wilayah dan persawahan. Masa­lah ini misalnya diungkap penga­rang secara lebih meluas akan cu­kup menarik karena hal itu cu­kup relevan, hingga ke hari ini.

Dalam bab empat rencana ke­berangkatan Ronggur dibahas dalam rapat lengkap. Di sini di­pertentangkan dua karakter yang saling menyala: kubu rasional yang diwakili oleh Ronggur dan kubu irrasional oleh pihak keraja­an dan masyarakat umumnya. Ronggur tetap pada pendiriannya walaupun dia dikutuk dan dikelu­arkan dari silsilah marga. Dalam bab ini menyentuh hati respons ibu Ronggur yang sudah renta di mana dia memberikan sugesti se­bagai ibu yang tabah meskipun dia akan memanggung resikonya.

Bab lima Ronggur berangkat di­temani Tio dan anjingnya. Di­antar oleh ibunya dan bekas datu, sementara kerajaan dan masya­rakat dilarang untuk memberikan perhatian. Di sini ada renungan Tio yang menarik tentang arti ke­merdekaan untuk diri yang men­jadi motivasinya untuk ikut. Lebih meyakinkan lagi kalau renungan itu diuraikan dengan jalan pikiran Tio sendiri tanpa harus diken­dalikan oleh pengarang.

Dalam bab ini muncul tokoh yang menarik, Lolom. Dia mau ikut meski dengan niat dan mo­tivasi yang bertolak belakang. Lo­lom adalah sosok dari kelom­pok marjinal dan berada di luar sistem kemasyarakatan dan ke­rajaan. Seorang penjudi kelas be­rat namun punya watak jujur dan terus terang. Kenapa keingi­nannya ditolak Ronggur? Saya membayangkan sekiranya dia ikut serta, novel ini tidak sekedar linear dan hitam putih. Dengan ada­nya sebuah ironi dan seolah stigma, menurut hemat saya no­vel akan lebih berkembang da­lam kerumitan dan variasi yang lebih menarik. Penolakan ini juga terasa sebuah romantisisme ter­hadap sesuatu yang dianggap ide­al dan tak boleh dicemari dan digangu-gugat.

Dalam petualangan ini mun­cul renungan filosofis dan peng­amatan alam yang cukup dikua­sai pengarang, sehingga mengu­rangi kemonotonan. Dalam ke­lelahan, dan  ketakutan serta pu­tus asa dalam diri Tio, dia dimer­dekakan, yang menghidupkan kem­bali harapannya.

Pada bab enam, karena tak ta­han dengan arus yang menggi­la, perjalanan diteruskan dengan jalan darat menembus hutan dan bukit. Di sini mereka bertemu de­ngan fenomena yang aneh. Ter­nyata matahari. Kemudian mereka menjumpai air terjun, yang dipercayai selama ini se­bagai ujung dunia tempat arwah nenek moyang ter­simpan.

Dalam bab tujuh, mereka kem­bali meneruskan perjalanan dengan berperahu karena ter­nya­ta hilir air terjun terus meng­alirkan sungai-sungai. Di sini me­nemukan air pasang dan danau tak bertepi (laut). Ini daerah impi­an mereka. Mereka lalu bertani dan mendapatkan seorang anak.

Bab delapan perjalanan pu­lang ke kampung halaman mem­beritakan keber­hasilan mereka. Ronggur sadar, me­naklukkan alam jauh lebih mudah daripada mengubah kepercayaan yang te­lah berurat berakar.

Pada  bab sembilan dipapar­kan penolakan kerajaan marga atas temuan mereka. Diputuskan mereka dihukum mati. Pada saat yang genting mereka ditolong oleh orang-orang yang disisihkan dan melarikan diri kembali ke da­erah baru yang menjanjikan. Masih diteruskan dengan penge­jaran pasukan marga. Mereka da­pat ditawan Ronggur. Sebagi­an kecil diutus kembali ke marga untuk mengikat perjanjian perda­maian. Diceritakan juga setelah itu, ramai para pendatang meram­bah jalan-jalan baru.

 Di sini ada satu pertanyaan. Apa­kah inspirasi novel ini berupa imajinasi pengarang semata. Sa­ya berkesimpulan, cerita ini telah hidup sebelumnya sebagai sastra li­san  di tengah masyarakat Batak. Hal ini juga dibayangkan penga­rang di halaman 30 ketika menying­gung peran ampangardang sema­cam awang batil atau pendidong, yang mewartakan wiracarita dari klan masing-masing.

Berhadapan dengan sastra lisan atau folklore kita akan selalu ber­temu dengan legenda dan mitos. Kedua ciri ini pun tampaknya sa­ngat lekat terlihat dalam novel. Un­tuk kepentingan itulah, untuk keperluan melegendakan tokoh dan membangun mitos-mitos baru, adanya paparan dan narasi  dalam bab delapan dan sembilan. Ke­sem­purnaan tokoh hero tergambar tidak saja dalam keberhasilan pe­nge­lanaannya tapi juga dari ke­suksesannya keluar dari hukuman dan kematian, meski didukung fak­tor kebetulan yang muncul di saat-saat yang genting. Ini menjadi bumbu yang sedap diulang-ulang oleh para ampangardang untuk me­ngorbitkan sebagai tokoh yang legendaris, di samping penemuan dan penamaan daerah baru yang me­munculkan mitos-mitos yang menguatkan keto­kohannya.     

Satu hal yang perlu diingat, legenda dan mitos yang dipilih pe­ngarang untuk dimunculkan dalam novelnya ini benar-benar terpilih.

http://harian.analisadaily.com/rebana/news/penakluk-ujung-dunia/46885/2014/07/13

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar