Rabu, 03 Januari 2018

DALAM

Sutardji Calzoum Bachri
shareforgoodpeople.blogspot.co.id
   
Berbagai perambaan pengucapan dalam puisi Indonesia modern dalam tiga puluh tahun terakhir sangatlah mengagumkan. Para penyair memanfaatkan kebebasan pengucapan kepenyairannya boleh dikata secara tidak terbatas. Orang bisa menulis puisi dalam bentuk bahasa prosa, seperti yang dilakukan oleh Taufiq Ismail dan beberapa penyair lain. Memang jauh sebelum Taufiq, menulis puisi dalam bahasa prosa, hal itu telah dilakukan antara lain oleh Sitor Situmorang--kurang mendapat perhatian.

Berbagai peambahan dalam pengucapan dan wawasan puisi dilakukan para penyair, terutama pada tahun 1970-an.
   
Ada puisi mbeling yang menganggap puisi bukan suatu hal yang serius apalagi agung. bagi mereka puisi tidak lebih mulia dibanding naik kuda. Untuk itu para penyair mbeling sering "mengejek" sajak "agung" yang telah dikenal masyarakat sastra dengan membuat parodinya. Bila kemudian diantara para penyair mbeling ini yang dikenang dalam sejarah puisi hanya tokohnya Remy Silado, tiaklah mengherankan, karena memang mereka tidak ingin hidup sampai seribu tahun lagi dalam puisi. Itu sudah pilihan mereka. Karena puisi bukan suatu yang agung, yang layak dihidupi sampai sekian abad.
   
Dalam periode 1970-an muncul pula puisi konkret, puisi yang tidak puas hanya sebatas kata-kata. Media lain, benda-benda seperti mesin tik tua, kandang burung, burung-burungan kertas, dan lukisan digabungkan dengan kata-kata. Para penyair konkret menganggap, ada nuansa lain bila kata-kata diletakkan dalam situasi konkret tertentu.
   
Perasaan tida puas terhadap kata-kata bahkan sampai pada suatu ekstrimitas yang dilakukaj Danarto dengan membuat puisi tanpa kata. Ia membuat garis-garis yang membentuk sembilan kotak, dan menyebutnya itu sebagai puisi. Dikenal di kaangan penyair pada waktu itu sebagai "puisi kotak sembilan".
***
     
Dalam kasus Danarto, pencipta puisi sampai pada suatu permaian yang intens, menarik, dan sangat mendebarkan. Dalam upaya yang sangat maksimal menghayati kebebasan penciptaan puisi, sang penyair mengambil resiko-bgaikan rulet Rusia-melakukan semacam bunuh diri puisi. Puisi sampa pada kebebasannya yang mutlak: ia bisa melakukan bunuh diri. Suatu kebebasan yang pada Chairil ingin hidup seribu tahun lagi, atau pada penyair mbeling suatu kesantaian kegembiraan sesaat yang kemudian boleh usai, lantas sajak boleh dicampakkan setelah dibaca orang, atau pada penyair puisi konkret kebebasan untuk mendapatkan nuansa baru dari kata-kata yang ditempatkan dlam situasi konkret. Cuma pada " petak sembilan" Danarto, ia lebih ekstrim dengan menafikan kata-kata sebagai puisi. Atau dengan kata lain, puisinya bisa dianggap bukan karya puisi. Namun, karena Danarto si penciptanya menganggap puisi, maka pada para pembacanya bisa timbul pertanyaan, "Apakah yang puisi dari garis-garis petak sembilan itu?". Artinya, Danarto bisa mengajak pembaca (atau yang melihat) mempetimbangkan petak sembilan itu sebagai suatu yang mungkin sekurang-kurangnya memiliki aroma puisi.
   
Afrizal Malna di tahun 1980-an membuat puisi bagaikan melukis dengan kata-kata. Puisinya bukanlah gabungan kata-kata yang menyampaikan pengertian atau imaji secara konvensional, tetapi pada hemat saya, puisinya ingin membuat lukisan dalam benak dan hati pembacanya. Bukankah imaji adalah gambar dalam pikiran dan hati seseorang?
   
Dalam kebingungan terhadap  berbagai keragaman perpuisian kita, pernah seorang mahasiswa bertanya, "Lantas apa puisi?". Saya bilang saja yang diniatkan penciptanya sebagai puisi itulah puisi. Saya tidak tahu apakah sang mahasiswa menjadi paham dengan jawaban itu atau malah jadi tambah bingung. Dalam puisi mutakhir, kita sampai pada tahap bahwa apa yang diniatkan si penciptanya sebagai puisi itu adalah puisi. Kita sampai pada tahap puisi adalah niat si penciptanya.
   
Jika sebuah teks diniatkan penciptanya sebagai puisi, pembaca yang normal saya kira tentunya pertama-tama akan meresponnya sebagai layaknya puisi. Jika ia merasa tak terpuaskan ia boleh menundanya dahulu teks itu sebagai puisi, untuk kelak mungkin bisa diterimanya atau ia boleh membuangnya di keranjang sampah. Namun, ia tak dapat menyalahkan penyairnya. Dilihat dari sisi kreativitas, poet  can  do  no  wrong.  Ia tidak bisa diminta pertanggungjawaban. Bukan karena pengarang mati setelah karyanya selesai diciptakan, seperti yang diutarakan para ahli dan teoretikus sastra. Pada hemat saya, penyair bolehlah diumpamakansemacam "dewa kecil" yang menciptakan benda yang dinamakannya puisi di muka Bumi, dan para pembaca bagaikan "dewa-dewa kecil" lainnya yang bebas menerima, menunda, menyimpannya dulu untuk kemudian mungkin bisa dimanfaatkan, atau lantas membuangnya saja. Pertanggungjawaban penyair hanya pada sisi di luar aspek kreativitas, misalnya aspek sosial politik.
   
Dari tulisan di atas, saya hanya memberika segelintir contoh dari upaya perambahan pengucapan dalam pepuisian kita. Tentu masih banyak lagi contoh lain yang tak bisa saya sebutkan semuanya di sini.  Adapun yang ingin saya sampaikan adalah bahwa perpuisian kita menunjukkan hal-hal yang sangat menggembirakan dalam berbagai eksplorasi pengucapan, namun, bila dilihat pencapaian dari sisi kedalamannya, pada hemat saya kurang menggembirakan.
   
Beberapa tahun yang lalu seorang penyair dari generasi yang lebih muda, Jamal D. Rahman, bertanya dalam sebuah diskusi. "Jika para penyair terdahulu telah hampir menghabiskan eksplorasi dalam pengucapan, apalagi yang bisa tersisa untuk kita?"
   
Tentu saja orang yang bisa menjawab, sehubungan dengan imajinasi tidak bakal habis-habisnya di muka Bumi ini. Tetapi saya tidak menekankan hal ini. Pertanyaan Jamal adalah suatu yang khas dari tradisi perpuisian modern atau mutakhir, yang selalu menekankan pentingnya penemuan ucapan. Memang mereka yang tidak menemukan pengucapan, mereka yang tidak menemukan bahasa, tidak bakal disebut penyair. Namun, pada kedalaman makna ucapannya, seorang penyair yang telah menemukan bahasa menjadi lengkap sempurna kepenyairannya. Dan, dalam hal pencapaian kedalaman makna, perpuisian kita pada umumnyatidaklah terlalu menggembirakan dibandingkan dengan eksplorasi ucapan yang telah dilakukan para penyair kita. Inilah tantangan berat yang menggairahkan dan bisa menggembirakan bagi para penyair kita, baik bagi generasi yang lebih muda maupun yang sudah dianggap senior pula, agar puisi kita bisa dipersandingkan pada perpuisian dunia. Tidak sekedar minta warisan pada dunia, seperti halnya "Surat Kepercayaan Gelanggang" itu, tetapi pada gilirannya memberikan warisan pada dunia.

http://shareforgoodpeople.blogspot.co.id/2015/03/contoh-esai-formal.html

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar