Selasa, 06 Maret 2012

MEMBACA NUREL JAVISSYARQI

Muhammad Rain
http://sastra-indonesia.com/

Membicarakan kesusastraan sepertinya semua penulis puisi akan suka dan tertarik, nyaris tanpa embel-embel ngarep. Ngarep nama-namanya disebut dalam kupasan selentingan bidang sastra itu. Termasuk pula sahabat baruku Si Nurel ini, saya pikir beliau tak ada sedikitpun niat ngarep disebut-sebut namanya dari mulut kata Muhrain. “Si” yang saya maksud sebab saya merasa sok akrab saja, begitu.

Tulisan berupa sapaan belaka ini dengan maksud menuju pemikiran tentang apresiasi karya Nurel yang telah saya peroleh hasil kiriman hibah Saudara alias Sahabat baru kita ini, “kita” bermakna bahwa sahabat pembaca adalah sahabat saya, sahabat saya adalah sahabat kalian.

Meskipun sudah hampir seminggu memegang “Kitab Para Malaikat (Puisi Nurel) dan Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (Esai Kritik Nurel)” namun karena masih terus di jalanan menebas Medan, Banda Aceh dan Sabang (jelang akhir Mei dan awal Juni 2011) , buku ini belum berhasil saya tamatkan. Alias baru setengah halaman belaka. Jadi tak ada yang tuntas tentunya jika saudara pembaca menuntut saya menjawab isi keseluruhan buku tersebut yang berhasil terinsyafi.

Melangkah pada kebermaknaan kehadiran Nurel dalam kawasan pemikiran saya, sebagian dari cara Nurel menulis isi batin-pikirannya terhadap sastra secara umum, ada letupan tersendiri yang terasakan terutama dalam kehadiran sosok penyair di lingkup kesusastraan kita (baca Indonesia). Konsep rahmatan lil alamin sepertinya khatam kita baca lewat karya-karya Nurel. Pemahaman tentang dogma yang muncul dari kehadiran mantra ala Tardji, disusul ide “kemalaikatan” lewat “Kitab Para Malaikat”-nya Nurel tersendiri, lalu dengan cucuk hidung saya katakan bahwa kesusastraan memang sedang dan selalu butuh karya baru.

Persoalan ingin yang baru memang sudah menjangkiti dunia seni sastra sejak matinya penyair besar Chairil Anwar, apalagi disusul W.S. Rendra dan berdiangnya banyak penulis baru sastra Indonesia terutama bidang puisi yang berkutat dalam kawasan putaran roda di tempat. Mengapa saya katakan berotasi di tempat? Saudara pembaca sudah tahu, apakah ada yang baru dari dua nama tersebut, oh ya, ada Afrizal Malna, Seno Gumira A., Agus R. Sarjono, Dimas Arika Mihardja dll. yang konon bagi saya belumlah mencucuk hidung rasa seni sastra saya selaku penikmat mereka (murni subjektif belaka). Saya terus jadi ingat bahwa persoalan bangsa kita masih sama sejak ditinggalkan Rendra, persoalan salon sastra, penyair salon, pamflet darurat, kegelimpangan pembodohan dan berbagai kertas kerja yang repetitif belaka sejak angkatan 60-an termasuk nama Taufik Ismail yang akhir-akhir tahun lalu sering dapat kritik kehadirannya sekedar mendirikan perusahaan kesusastraannya belaka. Mengapa sebab demikian saya katakan belum ada yang baru di sastra puisi kita? saudara sudah tahu.

Lalu menyinggung kembali konsentrasi Nurel dalam essainya tentang Tardji, apa yang penting? Kenyataan lahirnya penyair ke dunia memang harus bersandar pada rahmatan lil alamin. Persoalannya apakah penyair itu sendiri telah seolah berupa rahmat bagi dirinya terlebih dahulu, apakah hadirnya diri dalam kawasan puisi (sastra lebih luas) mampu merubah buruk dirinya jadi baik yang diukurnya sendiri dengan insyaf. Lalu tafsir serupa bisa kita gurah lewat wahyu ilahi, “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Apabilakah ucapan, tulisan, karya sastra mampu menghindarkan kita dari api berisi iblis laknatillah ini? Sepertinya kerja menyair tak sama bagai tukang sulap yang menipu dan kita sebut seni, macam menipunya koruptor namun tak pernah begitu menyeninya sehingga membengkalai keremajaan pembangunan manusia Indonesia.

Saya tak paham sastra, bukan saja karena belum lulus di fakultas sastra atau menjadi guru besar di bidang ini, namun seperti banyak ragam orang yang melalui jalan tempuh demi menikmati bahasa dan mata batin sastra, saya kira saya masih dahaga. Ketika orang ingin inovasi, dia akan selalu memerlukan modal untuk membeli apa yang diciptakan oleh penyair itu. Pepatah yang segar seperti “jadilah tangan di atas sebab lebih mulia dibanding tangan di bawah”. Dengan begitu kekosongan identitas sastra puisi baru kita dapat dimungkinkan. Saya menulis banyak puisi sekedar percobaan seperti yang saya kutip dari omongan (komen fb) Dimas Arika Mihardja, belum lagi mendapatkan ceruk tempat karya itu menyaruk dan mengajak pejalan ramai mau sekedar melongok atau bahkan ikut masuk ke dalamnya dan berlama-lama. Namun pemikiran terus berjalan sebagaimana hidup, seperti yang saudaraku dengan jamak alami pula.

Bagaimana tanggapan sesungguhnya setelah dengan sangat sedikit mengenal sosok Nurel? Jawabannya: saya hanya penuh curiga, apa maunya orang ini di dunia sastra kita?, mengapa banyak bukunya baru saya dapat dua, di Aceh memang amat ketinggalan soal karya sastra baru, buku yang beredar di kantung-kantung sastra di Jawa juga kepulauan lain macamlah menunggu bara hanyut, itu sentilan saya dengan maksud mengatakan saya harus jemput bola demi tahu sejauh mana putaran roda sastra Indonesia itu beredar berpendar di kawasan Indonesia yang maha luas ini.

Nurel masih sangatlah baru yang tersebut di bibir ini, itu saya akui, puisi-puisinya panjang tak ketulungan namun semacam menemui angin laut yang sepoi dan kadang menyegarkan di pulau Sabang, keras dan penuh asin. Garam yang ditawasnya dalam setiap bab Kitab Malaikatnya itu berhasil membuat saya curiga, jangan-jangan ia (Nurel) lebih mirip filsuf dibandingkan penyair, sebab bagi saya itu amatlah beda, menjadi filsuf punya akar baca dan akar faham yang mumpuni, menjadi penyair hanya perlu aral dan pedang tinta juga sedikit gontok-gontokan dengan pihak pengelola taman budaya juga penerbit setempat plush membidani perawakan gondrong, energik, sangar dan terkadang malah memuakkan pemerintah akibat rewel menggelisahkan kekuasaan (itu sich penyair label alias tampil untuk proyek esek-esek sastra panggung, sastra bahenol kalau tak mau dibilang sastra nol). Beda tentunya dengan faham bagaimana sejatinya menjadi penyair yang dikupas meski belum habis oleh Nurel lewat karya essainya menggugat Tardji itu.

Lainnya belum dapat saya tawarkan pada kalian sidang pembaca coretan sore ini, 6 Juni 2011, sebab saya memang masih sangat sibuk bertanya, mengapa yang terbit tak pernah merasa redup dan mengapa yang redup belum lagi mampu membuka diri menuju putaran jaman kesusastraan yang makin menggoda di depan. Jangan ikut kalau takut, jangan marah kalau gerah, dan jangan seorang Nurel saja, misalkan kita masih mau menghirup nafas kesusastraan lebih gairah dan penting. Pentingkah masih sastra itu, puisi itu? Kita akan jawab bersama lewat terus berkarya. Salam takjim pada Nurel Javissyarqi. Meski saya tak pernah janji mau menulis namanya pada kenangan, sebab saya tak bisa melupakan sentilan-sentilan ala Javanya dalam dua bukunya belaka yang telah saya punya. Terima kasih Nurel, salam pula kepada segenap pembaca Muhrain. Selamat sore saya kirim lewat angin Jantho (Aceh Besar) Nanggroe Aceh Darussalam. Sebuah puisi penutup sebagai sapa rutin Muhrain buat segala. Salam Reusam Tanoh Rencong.

DI BALIK SEULAWAH
Muhammad Rain

kuumbar angin hijau gunung bukitan
menyapa awan dan langit tenang
nun setelah berangas tumbangnya pohonan
gundulnya nyentrik para pembalak

kukutuk harum gersang tanoh endatu
sejak perang hanya lahirkan kedai kopi
yang menanam mimpi kapan Aceh Jaya
dan karena darah lahir dari Rencong
mataku muncrat melancong ke dalam padang hampar

kukatakan matiku untuk Indonesia.

Jantho (Aceh Besar)- Indonesia, 6 Juni 2011.(Seulawah adalah gunung kebanggaan Aceh)
Sumber: http://www.facebook.com/notes/muhammad-rain/membaca-nurel-javissyarqi-sahabat-baruku-muhrain/136228399787524

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar