Salamet Wahedi *
Radar Surabaya, 17 okt 2010
Kenangan serupa bayang-bayang kita yang muncul dan tenggelam dalam gelap dan terang. Ia selalu menyapa kelengaan atau kealpaan jiwa kita. Ia kadang hadir saat menjelang malam, tengah malam, atau menjelang pagi. Ia kadang-kadang nongol di tengah keramaian. Tapi, yang paling dikenal dan diakrabinya, kenangan selalu muncul dalam kesendirian dan kesedihan. Ia serupa kakek tua yang begitu berempati membawa tisu untuk menghapus air mata kita. Atau ia kadang menjelma nenek tua yang menderaikan tawanya, menampakkan gigi hitamnya, serta menyirami luka kita dengan cuka.
Kenangan serupa bayang-bayang kita. Ia tidak bisa kita enyahkan. Entah manis dan pahit ia selalu hadir dalam diri kita. Di sekitar kita. Apalagi kenangan akan sosok ibu yang begitu telaten, begitu perhatian, begitu sabar mengajari kita memahami dan merangkai kenangan. Ibu selalu paham, dan sungguh-sungguh paham bahwa hanya kenanganlah yang akan membuat anaknya dewasa. Anaknya tetap selalu mengenangnya. Ibu, dengan segala kenangannya menjelma pangeran katon. Tuhan yang menampak.
Perasaan berkecamuk inilah yang saya rasakan setiap angka bulan kelender mendekati akhir bulan januari. Liburan semester yang hanya beberapa hari. Wajah sayu ibu, yang setiap tahun bertambah jumlah garis dan warna legamnya, seperti padang sabana yang memintaku menengok masa kanak-kanak. Matanya yang bundar murka, tak ubahnya jendela rumah yang memberiku purnama di setiap pertengah bulan. Di tambah cerita-ceritanya, aku semakin merasakan kehadiran ibu sebagai diskotik atau mesin penghibur yang sangat dibayangkan dan dibutuhkan orang-orang kota yang selalu bergera dan bergerak melampaui kecepatan waktu.
Ya, cerita-cerita ibu selalu membawaku pada genangan indahnya cakrawala, kubangan maha duka. Atau kadang-kadang cerita ibu tak urung menyeretku ke liang ngilu yang begitu sembilu.
Cerita ibu kini mendakwaku...
***
Sore itu gerimis baru usai. Jalanan yang becek mengisyaratkan nafas desa yang rapuh. Basah daunan mempertegas kealaman yang disimpan tanah-tanah pebukitan. Langit kembali berkesiap. Arakan awan menepi di ruas selatan. Tetasan air hujan di ujung genteng, dan jatuh ke tanah mengingatkanku pada renyah musik kitaro. Senyum simpul ibu, seperti simpul temali yang hendak merangkum semuanya.
“jika kau sudah jadi orang besok, jangan lupa untuk menjenguk ibumu. Hati-hati dengan kota. Kota, kata kakekmu, adalah rimba yang penuh semak dan belukar yang menipu. Sayang ibu tidak pernah tahu kota. Ibu hanya seorang perempuan”
Usia ibu telah membentang ranum senja. Uban mulai menjalar di depan dan samping kepalanya. Garis-gsris wajahnya juga berpendar pudar. Andai batu atau kayu, kulit ibu berlumut atau siap mengelupas. Tapi ia tetaplah ibu. Yang selalu hadir di setiap desah dan sengal nafasku, walau dengan doa. Kata pepatah, ibulah pangeran katon. Tuhan yang menampak. Dan aku merasakan betul, ketika ia dengan linang airmata membelai kepalaku. Melepasku belajar jauh ke kota.
“kau ingin jadi apa Nuri?”, mata ibu selalu berlinang setiap ia menatapku.
“Guru, Bu”
Ibu tersenyum. “Sungguh mulia cita-citamu. Perjuangkan cita-citamu. Raih mimpimu. Jangan mengigau. Kau beruntung bisa memiliki mimpi. Dulu ibu hanya punya mimpi menangkap kupu-kupu. Mengahalau burung-burung di sawah dan memiliki ternak”
Ibu memulai ceritanya dengan meratapi nasibnya. Ia mula-mula membayangkan, begitu suram dan terbatasnya mimpi di desa. Alangkah kerdilnya kenyataan yang sampai di desa. Sampai-sampai kakekku, ayahnya ibu, selalu mewanta-wanti untuk tidak mengenal kota. Berkompromi dengan segala yang berbau kota.
“Tapi tidak untukmu, Nuri. Kau mesti terbang bebas seperti burung. Kau berhak menentukan ke mana sayapmu akan mengepak. Ibu tahu, sekarang bukanlah jaman ibu sepuluh tahun yang lalu. Sepuluh tahun, di mana ibu hanya mengenal dapur, lenguh kerbau dan penghambaan buat suami ibu”
sejak kecil ibu sudah dikenal pandai bercerita. Di kalangan teman-temannya, waktu usia 15 tahun, saat ibu dan teman-temannya masih suka main hujan dengan telanjang, ibu sudah bisa menghafal puluhan cerita para nabi dan dongeng rakyat. Bahkan ibu pernah menyabet juara pertama lomba cerita kisah para nabi di perayaan imtihanan madrasahnya.
Konon, kepiawaian dan kecekatan ibu dalam bercerita mengundang decak kagum para ustadznya. Setiap hari, sebelum memulai pelajaran, para ustadz meminta ibu untuk menceritakan sepotong kisah atau dongeng. Ibu sering bercerita tentang kisah nabi Isa. Menurut ibu, nabi Isa, terutama ibunya merupakan sosok yang begitu teguh memegang keyakinannya.
“Nabi Isa dan Ibu nabi isa mengajari kita untuk menjaga dan mempertahankan harga diri” tandas ibu di setiap ujung ceritanya. Selain kisah para nabi, ibu suka sekali bercerita tentang dongeng atau legenda rakyat. Ibu suka sekali bercerita tentang legenda kota ‘Banyuwagi’. Cerita ini tidak hanya mengharukan tapi juga menginspirasi untuk selalu berpikir sebelum bertindak.
“Kalau dongeng ‘Aryo Menak dan Tunjung Wulan’ mengajari perempuan untuk bersikap tegas, dongeng ‘Banyuwangi’ menandaskan bahwa perut betis tidak ada di depan. Penyesalan di kemudian hari” ibu selalu berkaca-kaca ketika menyebut tokoh-tokoh peremupan dalam dongengnya: Siti Maryam, Siti Khadijah, Siti Aisyah, tunjung wulan, dewi sanggalangit, dan perempuan yang penih inspirasi lainnya.
Namun, di antara beberapa cerita yang sering ibu ceritakan padaku, sewaktu aku berusia 12 tahun, sewaktu duduk di kelas enam sekolah dasar, adalah cerita tentang cerita cintanya waktu di desa, sebelum ayah memutuskan tinggal di kota.
“Dulu, di masa ibu para orang tua sangat protektif. Mereka menjaga betul tingkah laku dan sikap anak-anaknya. Pukul tujuh, sehabis ngaji di langgar kiai syamsuri ibu sudah dijemput, dan tidak boleh keluar lagi”
Setiap menceritakan kisah cintanya, ibu tidak lupa untuk mengingatkan akan datangnya zaman, datangnya waktu setiap orang, terutama perempuan tak ubahnya pemain figuran.
"Kita hanya para tokoh, Nuri" ibu memulai ceritanya kesan tentang perjalanan hidup manusia. "Tinggal bagaimana kita bisa paham alur dan skenario atau tidak?" dalam membuka ceritanya, ibu selalu menekankan bahwa ceritanya tidak hanya sekadar uraian kata atau riwayat tentang manusia. Cerita adalah pemahaman dan pemaknaan hidup.
"Dengan cerita kita berbicara jujur. Dengan cerita kita mengurangi beban hdup. Memahami makna hidup, Nuri.
"Nuri, dulu aku dan ayahmu tidak mengenal seperti cerita cinta seperti anak muda sekarang. Dulu, ibu mengenal ayahmu sewaktu pulang dari pengajian. Itu pun curi pandang. Waktu sedetik bertatap muka, adalah kesempatan yang cukup luas dan sangat berharga. Dulu, ibu melubangi dinding tembok pagar rumah dekat jambu klutuk. Ibu melubanginya sebesar telujuk jari ibu"
"setiap senja jatuh merah jingga, ibu biasa memasukkan telunjuk ibu ke lubang dinding itu. Di luar, ayahmu sudah menunggu. Ia akan memegang telunjuk ibu untuk beberapa waktu. Kemudian, ia yang akan memasukkan telunjuknya. Dan giliran ibu untuk memegangnya.
"memegang telunjuk 'pacar' kita di jaman ibu, sudah merupakan adegan hidup yang sangat membahagiakan. Saat yang sangat mendebarkan. Setiap senja ibu selalu berpegang-pegangan telunjuk dengan ayahmu. Sampai bapak-ibu, kakek-nenekmu menemukan lubang dinding tempat ibu berbagi cinta. Sampai kakek-nenekmu mengawinkan ibu dan ayahmu"
Mendengar cerita cinta ibu di di lubang dinding pagar rumah, aku selalu ingin tertawa. Terbahak. Tapi selalu kutahan, sebab buru-buru ibu biasanya mengesaninya.
"cinta tidak hanya sekadar pertemuan. Tapi cinta benar-benar dihayati dan dijiwai walau hanya sekadar berpegangan telunjuk.
***
Nuri tercenung. Wajahnya seperti arakan awan tertimpa lembayung senja. Dari koridor parkiran mall tingkat lima, di tatapnya jalanan yang ramai di bawahnya. Tangannya mengelus-ngelus perutnya yang membesar. Matanya berkaca-kaca membayangkan wajah ibunya yang timbul tenggelam di antara seringai senyum lelaki yang disebutnya srigala.
Nuri tercenung. Rautnya menampak keheningan koridor parkiran. Lelaki itu telah pergi jauh. Jauh entah ke mana. Srigala terkutuk itu hanya meninggalkan beban dalam rahimnya. Aib bagi keluarganya.
"Ibu..." serunya sunyi disapu mobil yang melintas. Dengung cerita cinta ibunya menguar lagi. "maafkan Nuri Ibu.." Nuri menggeleng. Hanya menggeleng menyaksikan jalanan yang semakin ramai dengan lalu kendaraan; membayangkan senyum ibunya di langit.
Nuri tercenung. Cerita cinta ibunya begitu membuat dadanya tersedak. "Maafkan Nuri ibu. Nuri Tidak mau mendengar ceritamu, ibu. Memahami ceritamu, ibu" Dielusnya perutnya yang sudah tiga bulan membuncit. Dibayangkannya senyum sumringah ibunya menyambut lambain tangannya.
Dan esok, dirinya akan menjadi sepotong cerita di halaman koran...
Surabaya-sumenep des 2009
*) Salamet Wahedi, Lahir di Sumenep, 03 Mei 1984. Menulis puisi, cerpen, dan esai. Karya-karyanya pernah dipublikasikan di berbagai media, antara lain: Majalah Sastra Horison, Radar Madura, Suara Pembaruan, dan Batam Pos. Juga dalam beberapa antologi: Nemor Kara (antologi puisi Madura, Balai Bahasa Surabaya, 2006), Yaa-sin (antologi puisi santri Jawa Timur, Balai Bahasa Surabaya, 2007), dan lain-lain. Tinggal di di Lidah Wetan, Gang VI No. 24 Surabaya.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=486574247274
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar