Jumat, 25 Februari 2011

PUISI DI RAGANGAN BUIH

Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/

1.
Tahun ini, seorang anak keponakan saya, Vivi Sudayeni memenangkan lomba Cipta Puisi di Sragen, dalam perayaan Memperingati 10 Nopember, di mana sebuah sanjak bernapaskan kepahlawanan berhasil diciptakannya dengan bagus sekali. Tahun sebelumnya, diamenjuarai lomba baca puisi. Sebenarnya, kalau hanya lomba baca puisi, saya tidak begitu puas. Kepuasan itu justru lahir karena melihatnya, bahwa diapun mampu menciptakan puisi-puisi yang merekam aneka pengalaman masa remajanya yang intens. Lebih daripada itu, di kabupaten yang kecil itu, belum banyak saingan yang memadai, diantara generasi muda. Maka, sungguh suatu kelebihan jikalau dirinya mencoba menggubah untaian sajak, dan ternyata dapat pula membawakannya di depan umum. Dalam soal lain semacam ini, barangkali bukan soal daya minat yang berkembang, bagi gadis-gadis di bawah usia 17 tahun, melainkan juga bagaimana dengan tendensi untuk menyaring dan mendulang butiran intan kata per-kata, hingga sanpai kepada saripati yang mentes. Kemenakan saya yang lain, seperti Dian Ramadianti mahir sekali menciptakan lagu-lagu untuk sejumlah puisi yang ada, kemudian menyanyikannya, dengan gubahan yang memikat. Tapi di SMP itu, dia belum timbul “greget”nya untuk menciptakan puisi.

2.
Selama beberapa tahun terakhir, kota-kota kebupaten di Jawa seakan berlomba memperingatai Hari Chairil Anwar, yang konon adalah hari wafatnya, bukan hari kelahirannya. Pada peringatan-peringatan semacam itu, banyak puisi tercipta dandipergelarkan, baik dideklamasikan, dilagukan, didramatisasikan, maupun dibawakan dengan cara-cara khas remaja bersangkutan. Ada gejala yang umum, bahwa kaum muda berkecendrungan romantik, bahkan sentimental—hingga puisi-puisi mereka berkesan mendayu-dayu,membinarkan rasa cinta yang lembut, namun agak cengeng. Kalau kita, para angkatan tua ini meluangkan waktu untuk menyimak trend dari persajakan masa kini, kita niscaya menemukan kenyataan-kenyataan berikut : pertama, ada terasa himbauan patriotik, yang bukan muncul dari dasar jiwa, melainkan karena pengaruh pelajaran-pelajaran di sekolah. Jadi belum mendarah daging. Kedua, terdapat keinginan untuk menunjukkan harga diri, dalam rangka pengungkapan eksistensial. Ketiga, terdapat ambisi keremajaan, agar secepatnya dikenal di kalangan mitra sepergaulan, agar terangkat namanya (walau seketika, dan secepat itu padam nyalanya), dan dianggap menokohi kawan-kawan sebaya. Tapi hal itu masih ditambah oleh kenyataan, bahwa penulisan puisi memerlukan tanggungjawab moral yang besar. Remajawan yang kepingin bersyair, umumnya belum menyadari, sejauh mana gema karyanya. Maka seringkali terasa, dia belum tahu, mana kikis, mana tembok pembatas, mana batas kerawanan—mereka menulis dan menulis, dan menyita seluruh waktu. Jika umurnya dewasa sedikit, ada upaya untuk menggapai tataran lebih arif. Dalam banyak hal, bukankah komunikasi kewilayahan kecil lebih memberi bukti betapa kompetisi di jalur senior-yunior meminta kejujuran?

3.
Selama tahun 1988 dan 1989 lalu, saya menyaksikan dua sahabat penyair masing-masing Kuswahyo SS Raharjo dan Muhammad Nurgani Asyik tampil di Auditorium “Karta Pustaka”–gedung persahabatan Indonesia-Belanda yang terkenal di Yogyakarta—yang mendapat sambutan gemuruh yang mengesankan. Penyair yang disebut terdahulu menyanyikan tentang suasana pedesaan yang menentramkan, yang segar dan masih menyimpan rindu. Namun diapun mempertanyakan, kenapa dalam damai semacam itu, tiba-tiba kita merasa mendapat tantangan yang mengejutkan. Sedangkan Nurgani menyampaikan amanatnya tentang kehidupan teduh di tengah suasana teknologi yang berlangsung di bumi “yang dilanda risau”. Paling tidak puisi-puisi yang disampaikan kedua penyair kuat Yogyakarta tersebut, yang masing-masing menyanyikan puisinya, dengan segala kemungkinan yang dapat disentuh, yang lekat dengan pesta sukmawi, yang sudah barang tentu pantas disimak. Suatu kelebihan, bahwa arena di “Karta Pustaka” sudah dapat memberikan suatu lantunan yang baik bagi puisi-puisi Indonesia, karena bila Kuswahyo yang berdarah Jawa ini aktif dan menekuni musik dan gamelan, maka Nurgani yang berdarah Aceh sangat mendalami musik modern disamping musik klasik. Tentu saja, konsert kecil yang dipersiapkam untuk mendukung pentas-gelaran kedua penyair tersebut mengundang perhatian yang semarak, karena menggugah bangkitnya warna-warna baru jagad perpuisian nasional masa kini, yang di daerah lain belum pernah disentuh.

4.
Kebanggaan dapat juga kita rasakan, kalau kita lihat di Surabaya, di mana gedung Lembaga Persahabatan Indonesia_Amerika di Jl. Dr Sutomo(kini pindah di Damarhusada Indah), secara aktif memberikan kesempatan kepada artis daerah untuk mengunjukkan kebolehannya. Dalam hal begini, puisi tradisional dan puisi nasional memperoleh porsi seimbang; karena geguritan Jawa yang disampaiakan oleh Mitra Susatra Surabaya, berikut pembacaan Macapatan oleh kaum sepuh dalam Wusana Citra, paling tidak dua bulan sekali dapat tampil, bahkan dengan instrument ala kadarnya, yang disediakanoleh tuan rumah. Sedangkan bagi para penyair muda yang bersanjak dalam kelompok Penyair Surabaya Post, bahkan dapat secara bebas triwulan sekali mengajak penyair-penyair kota-kota lain, untuk bersama-sama menggunakan arena ini. Disamping itu, maka Dewan Kesenian Surabaya yang memiliki pentas-pentas yang pantas, secara khusus juga sering mengundang sejumlah penyair, baik dari kabupaten-kabupaten sekitar, dari propinsilain, maupun dari Luar Jawa(yang sudah barang tentu memerlukan akomodasi yang cukup mahal, honorarium lumayan, yang hanya lembaga milik pemerintah yang mampu memenuhinya!), dan selama dua puluh tahun terakhir sudah memperlihatkan kesanggupannya. Saya dengar, Mitra Sastra di Universitas Diponegoro Semarang juga memiliki sanggar terpadu di sebelah utara kota, untuk pembacaan puisi yang kini mewabah. Tidak ketinggalan Kelompok Kopisisa di Purworejo, yang bekerjasama dengan Radio Khusus Pemerinntah Daerah, tahun silam menampilkan acara pembacaan puisi beberapa kota, disusul oleh Arena Budaya dari IKIP Muhammadiyah Purworejo, yang tidak ketinggalan tahun ini membuka forum Pengadilan Puisi Penyair Lima sekawan dari tiga kota. Prospek-prospek yang terllihat menunjukkan gabungan niat serius, antara gairah berkarya cipta sastra, apresiasi kepada kaum awam dan pemasyarakatan puisi. Suatu kenyataan, yang sudah barang tentu menggembirakan karena segi ini ternyata juga memperolah perhatian Pemda yang dengan sejumlah anggaran bisa memacu aktivitas kesenian di kota-kota kabupaten, hingga berkesinambungan.

5.
“Berjagalah di batas harapan dan impian,” kata Chairil Anwar. Saya pikir, ucapan ini adalah simbolik. Harapan seorang pejuang, jikalau dilukiskan oleh sastrawan, maka ia langsung memperlihatkan momentum pengabdian terus menerus, kepada dunia yang diyakini bakal jadi miliknya. Tentunya, saya mengumpamakan sebagai kemilikan positif-altruistis, bukan sesuatu yang egoistis. Secara demikian, akan terasa, bahwa dalam membela Tanah Air, maka penyerahan total hidup kita menjadi tanggungjawabpaling utuh pula. Kita bukan mendewakan patriotisme sebagai idaman yang susah dijangkau. Yang dipentingkan dalam andaran ini, sebagai orang muda, pengisian waktu-waktu yang dimiliki, dan bagaimana sang waktu diperas untuk mewakili kadar-karya yang dirajut. Kalau berbicara tentang impian, maka dimaksudkan di sini, sesuatu yang memberikan penorama terindah bagi”suatu corak budaya yang lebih esensial”—ketimbang hal-hal yang cuma berkembang wantah di kaki langit. Jadinya, kalau menyebut apa yang diharapkan dan apa yang diimpikan—danmenuangkan ide-ide orang muda, sasarannya pun harus memberikan penonjolan buat dipikirkan pada garap-lanjut. Harus dijumlahkan pula inventarisasi masalah yang masuk hitungan, karena saatnya tiba untuk dibawa gagat-lahir karya sastra hendaknya lalu menyumbangkan arus yang kuat, sebelum si empunya mahir berbicara dengan matabajak dan cangkulnya. Sejauh inipun, kalam yang berujung runcing senantiasa siap jemput!

6.
Alhasil, apakah begitu berjubel penyair muda dewasa ini harus dinantikan kiprahnya, pada hari-hari perayaan nasional, ataukah hanya hari-hari biasa, yang dialami sebagai insan biasa, di tengah riuh rendahnya pasar sepanjang hayat ini? Manusia memerlukan tebing pengganti, di kala tebing-tebing kalinya yang rengkah menunggu perbaikan, agar air takkan melimpah dan menjadi air bah yang menenggelamkan diri sang penyeberang. Catatan terhadap karya-karya yang rumpil, serta bagaimana mengawetkan sejumlah petikan buahkalam yang membanjir, mengundang media massa-cetak dan media elektonik untuk mengangkatnya sebagai jemputan seadanya. Para penyimak gubahan nan menyemak, nakal melihat jadwal-jadwal persoalan di dalam kehidupan penyair, jikalau hendak memberikan penilaian lebih adil. Di kabupaten, kotamadya, kota administratif dan distrik-distrik kecil, darimana tampil pengarang-pengarang puisi yang subur, semerbak, dan merimbun seperti dewasa ini, bukan kritikus handal yang dibutuhkan, melainkan pembaca sabar-setia, yang dalam kesehariannya adalah pemegang rubrik puisi di radio, atau bisa juga redaktur sastra yang tahan berjam-jam membacai ragam karya belang-bonteng, centang perenang. Kalau ini tidak terdapat, kita bakal kehilangan tugas seleksi, sortiran, bahkan penentuan peringkat, ditinjau segi praktisnya karena, pergelaran puisi pada dasarnya, mengundang orang-orang yang kepingin mencicipi saja, “kayak apa” bakat alam yang terpendam. Masih langka penyelaman puisi serius, oleh publik selektif, pada kurun-kurun gelisah begini.

* Tanggungjawab posting atas PuJa [PUstaka puJAngga]

1 komentar:

Tiara Fida Salma mengatakan...

kunjungan ini semoga berlanjut terus... posting yang sangat bagus

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar