Minggu, 02 Januari 2011

PUISI, ANTARA SIMFONI DAN CAHAYA

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/2010/10/poetry-between-symphony-and-the-light/
 
Awalnya ini tidak disengajakan memprosesikan kreativitas penulisan puisi. Namun setelah terjadi, kehendak itu baru terlahir (hadir). Di saat-saat saya seolah penyair, padahal baru dua kumpulan puisi yang terbit, “Antologi Puisi Persembahan ‘Sarang Ruh’ (1999),” dan “Balada-Balada Takdir Terlalu Dini (2001).” Maka dapat dikategorikan sebentuk proses kreatif awal. Dan tulisan ini pernah dijadikan pengantar dalam diskusi di kampus UNISDA Lamongan, akhir tahun 2001.
 
Marilah mencoba, mengukur kedalaman lautan atau ketinggiannya; bentangan samudra perasaan dengan kerisauan yang berpegangan, antara kebimbangan serta ketakutan berkarya.
 
Sebenarnya saya nol ‘putul’ tentang jejenis lautan, ombak, karang, pegunungan atau langitan. Yang terasakan, jiwa menjangkau harapan dengan tidak pernah bertemu di kaki-tubuh lahiriah. Jiwa hanya membangun definisi dari kesakitan mendalam, ketersiksaan seluas jagat melepaskan sayap-sayap senyap kematian.
 
Telah banyak para guru memberikan saran bagi tubuh ini, tetapi tetaplah menjadi penduduk di perkampungan bingung di dalam dunianya orang linglung. Mungkin saja, tidak sadar memasuki kehidupan mereka yang tergila-gila kesendirian, menelusuri alam keterasingan tersayatnya batin-raga. Di samping meneguk madunya penciptaan, dari hasil-hasil lebah harapan serta mimpi-mimpi kemanusiaan.
 
Selembut apa dunia puisi, prosa, kepenyairan, kapujanggan? Di antara itu, seolah ada untaian sutra yang menjerat, memberi padanan halus, serumit ketika mewedarkan benang kusut. Sejenis carut-marut nalar-perasaan terbebani muatan. Yang nyatanya tidak dimengerti, beban itu sangat menyakitkan, yang sanggup menulikan jiwa perasaan.
 
Disaat mendenyutkan nafas-nafasnya, terjadi distorsi dalam rengkuhan susastra. Di mana pantulannya menjelma rumah berupa puisi terbaik. Lalu situasilah yang mengujinya; apakah manusia, alam, atau nasibnya sendiri (?).
 
Kerisauan mencipta puisi terbaik ialah menggila, was-was yang membuyarkan segala ingatan, sampai kadang sulit dimengerti artian kematangan lagi. Apakah murni hanya kegilaan semata (?).
 
Reruang-waktu menjadi pigura puitika. Adakalanya berada dalam kesakitan, walau menambah lebih penderitaan, memperdalam borok yang tidak terlihat mata.
 
Rasa memberat itu terletak dalam hati, yang sangat mengharapkan esensi puitika kesejatian. Sebaiknya menggunakan timbangan kesadaran, pula kontinuitas transparan (istiqomah), yang membimbing kepada penciptaan puisi murni.
 
Agar kebingungan yang tercipta menjelma bangunan pencerahan, lantas menjadikan ujaran. Walau pegangan tersebut timbul dari jiwa pembuka kemungkinan secara luas.
 
Puisi merupakan kabar kegembiraan yang tercetus dari kesakitan batin, tertuang atas ruang-waktu aneh atau kebingungan ganjil nan agung.
 
Saya tidak mensejajarkan sentuhan suntuk ini dengan yang dialami para utusan, saat ketiban (mendapati) ‘pulung’ wahyu. Namun pembaca dapat membandingkan, antara wahyu, ilham, pencerahan juga kesurupan.
 
Puisi, sajak atau syair, ialah sesuatu yang tidak dapat dilukiskan, bila ingin mendapati dimensi kesucian (keagungan). Namun bagaimana orang lain faham kemuliaan atau bukan, kalau tidak dilukiskan lewat kata-kata.
 
Ada pertaruhan tegas mencoret impresifnya, sehingga anak manusia berpijak pada elegi, simfoni, disamping ke-yatimpiatu-an, atau kerisauan penyair dalam format teramat dangkal.
 
Maukah penyair mengagungkan kata setiap harinya menjadi bahasa puisi? Di sini pun konsep kesederhanaan membuyar, kala dipandang dari segi individualitas pencipta. Tapi saya percaya, pembaca memiliki lautan seimbang airnya, meski terpengaruh gaya gravitasi semangat dan gairah rahasia individual.
 
Dari itu, dia yakin hukuman alam. Bahwa setiap kali menanam kan mendapati yang diharapkan, meski kadang wujudnya tidak sesuai impian semula. Namun di atas kepercayaan, ada keyakinan lebih tinggi. Yakni ornamen kesejatian yang datangnya dari Sang Khaliq.
 
Belum cukup kita punggah beban menjadi racikan cair plastisita. Tapi untunglah kita memiliki patokannya pada jarak badan terlihat di kali (sungai). Bagi menyusuri sungai-sungai angan atau obsesi, walau sendirian termangu di pinggir prigi. Bagaimana mencipta sarang, dan menerbangkan setiap sentuhan nada-nada nurani kepada luasnya kesemestaan.
 
Marilah mengupas kulitan cahaya rasa “Ardhanareswari puisi,” mendefinisikan sebagai kabar kegembiraan, dari kematangan prosesi “Arok bertahta,” bukannya terperoleh karbitan, namun pemberontakan.
 
Ialah puisi itu kata-kata yang terangkum dalam judul, mengandung suasana yang tertangkap atas nafas-nafas agung sang pujangga (?).
 
Menurut saya, puisi tergolong tiga dimensi kehidupan:
Pertama, puisi yang merekam masa lampau serta melukiskan hikmah mendalam, dan bertahan dalam ruang-waktu mendatang.
 
Kedua, puisi yang merekam kejadian sedang berlangsung di lingkungan penyairnya. Puisi ini pula kudu (harus) tahan uji perkembangan, tidak termakan usia berhala matahari jaman.
 
Ketiga, puisi yang merekam waktu-waktu mendatang. Ini merupakan keahlian penyair (pujangga) dalam m(p)enajaman rasa, yang tentu terperoleh atas pertolongan tuhan Allah, Sang Yang Maha Faham akan ruh. Sehingga dapat menggambarkan situasi mendatang dengan karya penciptaan yang spektakuler, serta mempunyai umur gerak rentang keabadian.
 
Pada pengalaman saya, puisi merupakan kristalisasi prosa. Atau puisi adalah lempengan prosa yang telah matang kata-kata. Yang terekam dalam penjiwaan, lalu terejawantah lebih memadat, semacam kode bagi intelejen.
 
Jadi puisi itu, lukisan jiwa yang tergambar berupa kata-kata membunting, atau bahasa lebih dari sekadar sesimbul; dalam perut pralambangnya ada makhluk menawan atau bengis menakutkan, sekuat kedalaman penciptaan. Walau separuh di atas dapat terjadi, atau penciptaan puisi tanpa melewati tahap karya prosa.
 
Puisi itu alunan lagu diam yang terbacakan dalam antologi, dan tari-tarian yang ditampilkan saat dibacakan di atas panggung.
 
Setengah puisi terbaik ialah hasil penggalian jiwa secara matang, tertuang sangat cermat dari pemikiran jitu, atau dari intelegensi perasaan seorang telik sandi.
 
Acapkali vibrasi dan atmosfer dunia lain berbicara di sana. Apalagi bila dimaksud menghadirnya puisi transenden. Yang mempunyai aroma spesifik, semisal karya Tagore, Hallaj maupun Rumi. Yang persepsi holistisnya menjiwai untaian sajak, menyeruak menuju kebakaan.
 
Terlepas ujaran di atas, menulis ialah suatu kebebasan sebagaimana seorang autodidak. Maka ketika dimaksudkan puisi, kata-katanya bersuasana puitika.
 
Setiap penulis mendalami batin raga puisi, menemukan madunya kegiatan, terminum kesunyian wangi. Yang menumbuhkan bulu-bulu sayap kecantikan demi diterbangkan, setarikan daya-dinayanya sendiri. Dan khalayak menilai jika dipropagandakan, berpenampakan dari penjara ruang-waktunya.
 
Setiap orang menulis dan menulis sebagai teman bermainnya. Maka kebaikan alam mengasihi, sepanjang tidak pengecut meninggalkan bakatnya. Sketsa ini mungkin dapat dikatakan sebagai salah satu alternatif konsep kepenyairan.
 
Sulit memang dijelaskan, bahkan mustahil memvonis sebuah karya dalam klasifikasi jelek atau bagus. Lantaran setiap karya cipta, menyimpan kandungan misteri masing-masing. Dan kurang bijak bila mengoreksi telanjang ugal-ugalan, karna yang patut menilai, atau yang mengeliminasi adalah Sang Waktu. Sementara mereka memberikan motivasi, atas ladang pacuan kreativitas.
 
Hanya setiap karya dapat terbaca; apakah telah matang atau masih asam, tengah mampu mengatur emosinya atau membuta, iseng atau menggurat keseriusan, dlsb.
 
Memang setiap karya perlu adanya penilaian pihak lain. Namun apakah mereka tahu persis saat terjadinya penciptaan? Yang di dalamnya ada misteri terpendam. Bahkan kita perlu bertarung untuk mendisposisikan; apakah ini produk kekenesan ataukah sebuah makna kental (?).
 
Sekelumit ini seraya berharap dijadikan batu pijakan dalam rumah kebijakan sendiri, serta bagi yang mau ulang membaca-cipta. Sehingga bebuahnya yang bergelantungan enak dimakan, dan tidak sekadar bahan renungan.

[Ditulis antara Yogya, Cirebon dan Jakarta dalam kereta api, Agustus 1999]. http://sastra-indonesia.com/2009/03/puisi-antara-simfoni-dan-cahaya/

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar