Minggu, 14 November 2010

Multatuli Menggugat Belanda

Judul: Max Havelaar
Penulis: Multatuli
Penerjemah: Andi Tenri W
Penerbit: Penerbit Narasi, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, 2008
Tebal: 396 halaman
Peresensi: Ahmad Musthofa Haroen
http://entertainmen.suaramerdeka.com/

PUBLIK Eropa dihanyutkan oleh karya Thomas Raffles, History of Java, pada 1817. Karya ini banyak bercerita mengenai Jawa yang elok dan permai. Kecenderungan para penulis Barat abad ke-19 ketika mengulas Nusantara, seperti pernah disebut Dennys Lombard, berkelok-kelok antara dua kutub yang meninabobokan: beku dalam keindahan warna-warni atau tempat mimpi romantis yang penuh nostalgia.

Maka, begitu novel ini terbit setengah abad setelah karya Raffles itu (1860), gemparlah masyarakat Eropa. Dari tangan Douwes Dekker yang meyamar nama sebagai Multatuli, Hindia-Belanda hadir dalam gambaran yang sama sekali berbeda. Tanpa ragu-ragu, Douwes Dekker membeberkan ketidakadilan sistem tanam paksa yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda.

Multatuli lahir pada 13 Maret 1820 di Amsterdam dari keluarga yang cukup berada. Sejak belia, kepandaiannya sudah terlihat, namun seiring tumbuh dewasa, prestasi belajarnya terus melorot. Ayahnya marah dan malah mempekerjakan di sebuah perusahaan tekstil kecil. Ia mulai mengalami menjadi orang miskin. Ia pun mulai menyaksikan ketimpangan hidup yang dialami kalangan pekerja rendahan. Inilah titik kisar pertama perjumpaan Multatuli dengan gagasan keadilan.

Pada 1838 Multatuli berlayar ke Jawa dan baru tiba di Batavia awal 1839. Mula-mula, ia bekerja sebagai pegawai rendahan di Kantor Pengawasan Keuangan di Batavia. Kecerdasan dan pengetahuannya yang luas membuat kariernya terus melejit. Dia pernah menjabat pamong praja di Sumatra Barat hingga menjadi kontrolir. Baru beberapa waktu, ia diberhentikan karena tuduhan penggelapan uang kas negara. Pada 1844 ia lantas kembali pulang ke Batavia.

Usai masa rehabilitasi, pada April 1846, Multatuli kembali dipekerjakan sebagai ambtenar di kantor Asisten Residen Purwakarta. Pada 1849, ia diangkat menjadi sekretaris residen di Menado dan kemudian naik menjadi asisten residen di Ambon. Baru setelah ia menyelesaikan cuti panjang di Belanda, Multatuli kemudian diangkat sebagai asisten residen Lebak, Banten pada Januari 1856. Keadaan masyarakat di sana membuatnya terkejut. Ketimpangan ekonomi antara rakyat jelata dengan para pembesar sangat kentara. Kemiskinan dan penderitaan rakyat, dalam pandangan Multatuli, berbanding terbalik dengan kelimpahan harta bagi bupati dan kroni-kroninya. Banten menjadi tempat terakhir bagi karier Multatuli sebagai ambtenar. Banten pula yang menjadi latar utama novel monumental ini.

Unik

Novel Max Havelaar digarap Multatuli sejak September 1859. Ia mengurung diri di sebuah kamar hotel di Brussel, Belgia. Ia memadukan pengalaman pribadi dengan beberapa bahan naskah sandiwara dan salinan surat-surat saat menjabat asisten residen Lebak. Meski berbentuk novel, karya ini disusun bukan sebagai sebuah karya fiksi pada umumnya. Seluruh muatan novel ini empiris namun dikemas dalam penyajian fiksi untuk memudahkan pesan yang hendak disampaikan.

Tokoh dalam novel ini adalah asisten residen Lebak bernama Max Havelaar. Dengan mudah para pembaca segera mengenali tokoh ini sebagai Multatuli sendiri. Bersama tokoh lain, Stern, Max menjadi pihak yang menentang tanam paksa dan kerja rodi. Dua tema ini menjadi fokus Multatuli untuk menguliti seluruh praktik penindasan terhadap masyarakat pribumi yang melibatkan persekongkolan “kulit putih” dan “kulit cokelat”. Masyarakat Eropa sendiri jarang digusarkan atau tak tahu menahu mengenai persekongkolan yang terjadi di belahan timur. Bagi mereka, kelancaran pasokan kopi dari Indonesia untuk pasaran internasional menandakan keberhasilan Belanda dalam mengelola tanah jajahan. Tak banyak dari mereka yang tahu bahwa biji-biji kopi itu dihasilkan dengan tumbal keringat, air mata, dan darah masyarakat pribumi.

Salah satu pihak pembesar pribumi yang banyak digugat dalam novel ini adalah Bupati Lebak Karta Nata Negara. Perseteruan yang sengit dengan sang bupati pula yang membuat Multatuli berhenti dari jabatan Asisten Residen. Simaklah pidato pertamanya saat menjadi asisten residen Lebak di depan pejabat-pejabat setempat, “Tapi saya lihat bahwa rakyat tuan-tuan miskin, dan itulah yang ‘menggembirakan’ hati saya…. Katakan kepada saya, bukankah si petani miskin? Bukankah padi menguning seringkali untuk memberi makan orang yang tidak menanamnya? Bukankah banyak kekeliruan di negeri, Tuan?”

Saat itu, Nata Nagara yang sudah menjadi Bupati Lebak selama 30 tahun sedang mengalami kesulitan keuangan lantaran pengeluaran rumah tangganya jauh melebihi penghasilannya sebagai bupati. Multatuli mengkritik sang Bupati yang justru mengandalkan pemasukan dari kerja rodi yang diwajibkan kepada penduduk distriknya.

Selama proses penulisan, Multatuli merasakan kepedihan yang sangat menyayat hatinya. Meski sudah memulai hidup baru di Eropa, ia sangat tersiksa dengan memori yang terus-menerus mengusik batin. Dengan berbekal keyakinan “ya, aku bakal dibaca”, Multatuli merasa wajib menyelesaikan karya ini untuk mengurangi kesedihannya sekaligus berharap bahwa ia bisa menyumbang perubahan bagi Indonesia. Dalam edisi revisi tahun 1875 Multatuli menulis, “…bagi saya halaman-halaman ini adalah bagian hidup saya…lagi dan lagi pena terjatuh dari tangan saya, lagi dan lagi mata saya berkaca-kaca…”

Harapan Multatuli terbukti pada kemudian hari. Novel ini tak hanya menghentak sebagian besar publik internasional, namun juga menjadi sumber inspirasi tokoh-tokoh pergerakan nasionalis Indonesia. Termasuk pula cucunya sendiri, EFE Douwes Dekker yang masyhur sebagai satu dari “tiga serangkai”. Wajar jika Pramoedya Ananta Toer menyebut Multatuli sebagai salah satu orang yang pertama-tama menjadi suluh bagi kesadaran masyarakat Indonesia untuk merdeka.

Membuka Mata

Di Belanda sendiri, novel Max Havelaar berhasil membuka mata kaum politikus tentang kebobrokan yang terjadi di daerah jajahan. Pemerintah Belanda kemudian merasa perlu untuk memulai usaha-usaha perbaikan kesejahteraan pada kehidupan rakyat Indonesia. Novel ini juga menyulut perubahan sistem politik kolonial Belanda yang ditandai dengan pemberlakuan politik balas budi (ethische politiek) di Hindia Timur. Aspek pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang menjadi fokus perhatian waktu itu.

Tak hanya itu. Max Havelar juga menjadi salah satu tonggak baru bagi sastra modern di Belanda. Perspektif kepenulisan yang dipakai Multatuli memengaruhi kecenderungan baru penulisan sastra. Karya ini memperlihatkan bahwa sudut pandang tak sekadar pilihan bagi penulis untuk menjadi orang pertama atau ketiga, namun menjadi pilihan sadar atas keterlibatan lahir batin yang melebur dalam objek cerita yang hendak ditulis.

Para pembaca di Tanah Air yang setia menekuni sastra barangkali segera bertanya bukankah karya ini pernah dialihbahasakan HB Jassin, Paus Sastra Indonesia, pada tahun 1972? Jassin bahkan mendapat penghargaan dari Yayasan Prins Bernhard pada 1973 atas karya terjemahnya itu. Pada dasarnya, tak ada perbedaan yang cukup berarti antara edisi lama dan edisi baru ini. Kemasan bahasa edisi baru yang digarap Andi Tenri ini cenderung lebih mudah dipahami generasi muda yang kini kian berjarak dengan karya-karya berharga dari masa lampau. Bukankah generasi muda Indonesia mesti meneladani geletar semangat Multatuli? Bahwa dengan membaca dan menulis sejarah, mereka juga akan terus dibaca dan ditulis oleh sejarah.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar