Judul: Max Havelaar
Penulis: Multatuli
Penerjemah: Andi Tenri W
Penerbit: Penerbit Narasi, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, 2008
Tebal: 396 halaman
Peresensi: Ahmad Musthofa Haroen
http://entertainmen.suaramerdeka.com/
PUBLIK Eropa dihanyutkan oleh karya Thomas Raffles, History of Java, pada 1817. Karya ini banyak bercerita mengenai Jawa yang elok dan permai. Kecenderungan para penulis Barat abad ke-19 ketika mengulas Nusantara, seperti pernah disebut Dennys Lombard, berkelok-kelok antara dua kutub yang meninabobokan: beku dalam keindahan warna-warni atau tempat mimpi romantis yang penuh nostalgia.
Maka, begitu novel ini terbit setengah abad setelah karya Raffles itu (1860), gemparlah masyarakat Eropa. Dari tangan Douwes Dekker yang meyamar nama sebagai Multatuli, Hindia-Belanda hadir dalam gambaran yang sama sekali berbeda. Tanpa ragu-ragu, Douwes Dekker membeberkan ketidakadilan sistem tanam paksa yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda.
Multatuli lahir pada 13 Maret 1820 di Amsterdam dari keluarga yang cukup berada. Sejak belia, kepandaiannya sudah terlihat, namun seiring tumbuh dewasa, prestasi belajarnya terus melorot. Ayahnya marah dan malah mempekerjakan di sebuah perusahaan tekstil kecil. Ia mulai mengalami menjadi orang miskin. Ia pun mulai menyaksikan ketimpangan hidup yang dialami kalangan pekerja rendahan. Inilah titik kisar pertama perjumpaan Multatuli dengan gagasan keadilan.
Pada 1838 Multatuli berlayar ke Jawa dan baru tiba di Batavia awal 1839. Mula-mula, ia bekerja sebagai pegawai rendahan di Kantor Pengawasan Keuangan di Batavia. Kecerdasan dan pengetahuannya yang luas membuat kariernya terus melejit. Dia pernah menjabat pamong praja di Sumatra Barat hingga menjadi kontrolir. Baru beberapa waktu, ia diberhentikan karena tuduhan penggelapan uang kas negara. Pada 1844 ia lantas kembali pulang ke Batavia.
Usai masa rehabilitasi, pada April 1846, Multatuli kembali dipekerjakan sebagai ambtenar di kantor Asisten Residen Purwakarta. Pada 1849, ia diangkat menjadi sekretaris residen di Menado dan kemudian naik menjadi asisten residen di Ambon. Baru setelah ia menyelesaikan cuti panjang di Belanda, Multatuli kemudian diangkat sebagai asisten residen Lebak, Banten pada Januari 1856. Keadaan masyarakat di sana membuatnya terkejut. Ketimpangan ekonomi antara rakyat jelata dengan para pembesar sangat kentara. Kemiskinan dan penderitaan rakyat, dalam pandangan Multatuli, berbanding terbalik dengan kelimpahan harta bagi bupati dan kroni-kroninya. Banten menjadi tempat terakhir bagi karier Multatuli sebagai ambtenar. Banten pula yang menjadi latar utama novel monumental ini.
Unik
Novel Max Havelaar digarap Multatuli sejak September 1859. Ia mengurung diri di sebuah kamar hotel di Brussel, Belgia. Ia memadukan pengalaman pribadi dengan beberapa bahan naskah sandiwara dan salinan surat-surat saat menjabat asisten residen Lebak. Meski berbentuk novel, karya ini disusun bukan sebagai sebuah karya fiksi pada umumnya. Seluruh muatan novel ini empiris namun dikemas dalam penyajian fiksi untuk memudahkan pesan yang hendak disampaikan.
Tokoh dalam novel ini adalah asisten residen Lebak bernama Max Havelaar. Dengan mudah para pembaca segera mengenali tokoh ini sebagai Multatuli sendiri. Bersama tokoh lain, Stern, Max menjadi pihak yang menentang tanam paksa dan kerja rodi. Dua tema ini menjadi fokus Multatuli untuk menguliti seluruh praktik penindasan terhadap masyarakat pribumi yang melibatkan persekongkolan “kulit putih” dan “kulit cokelat”. Masyarakat Eropa sendiri jarang digusarkan atau tak tahu menahu mengenai persekongkolan yang terjadi di belahan timur. Bagi mereka, kelancaran pasokan kopi dari Indonesia untuk pasaran internasional menandakan keberhasilan Belanda dalam mengelola tanah jajahan. Tak banyak dari mereka yang tahu bahwa biji-biji kopi itu dihasilkan dengan tumbal keringat, air mata, dan darah masyarakat pribumi.
Salah satu pihak pembesar pribumi yang banyak digugat dalam novel ini adalah Bupati Lebak Karta Nata Negara. Perseteruan yang sengit dengan sang bupati pula yang membuat Multatuli berhenti dari jabatan Asisten Residen. Simaklah pidato pertamanya saat menjadi asisten residen Lebak di depan pejabat-pejabat setempat, “Tapi saya lihat bahwa rakyat tuan-tuan miskin, dan itulah yang ‘menggembirakan’ hati saya…. Katakan kepada saya, bukankah si petani miskin? Bukankah padi menguning seringkali untuk memberi makan orang yang tidak menanamnya? Bukankah banyak kekeliruan di negeri, Tuan?”
Saat itu, Nata Nagara yang sudah menjadi Bupati Lebak selama 30 tahun sedang mengalami kesulitan keuangan lantaran pengeluaran rumah tangganya jauh melebihi penghasilannya sebagai bupati. Multatuli mengkritik sang Bupati yang justru mengandalkan pemasukan dari kerja rodi yang diwajibkan kepada penduduk distriknya.
Selama proses penulisan, Multatuli merasakan kepedihan yang sangat menyayat hatinya. Meski sudah memulai hidup baru di Eropa, ia sangat tersiksa dengan memori yang terus-menerus mengusik batin. Dengan berbekal keyakinan “ya, aku bakal dibaca”, Multatuli merasa wajib menyelesaikan karya ini untuk mengurangi kesedihannya sekaligus berharap bahwa ia bisa menyumbang perubahan bagi Indonesia. Dalam edisi revisi tahun 1875 Multatuli menulis, “…bagi saya halaman-halaman ini adalah bagian hidup saya…lagi dan lagi pena terjatuh dari tangan saya, lagi dan lagi mata saya berkaca-kaca…”
Harapan Multatuli terbukti pada kemudian hari. Novel ini tak hanya menghentak sebagian besar publik internasional, namun juga menjadi sumber inspirasi tokoh-tokoh pergerakan nasionalis Indonesia. Termasuk pula cucunya sendiri, EFE Douwes Dekker yang masyhur sebagai satu dari “tiga serangkai”. Wajar jika Pramoedya Ananta Toer menyebut Multatuli sebagai salah satu orang yang pertama-tama menjadi suluh bagi kesadaran masyarakat Indonesia untuk merdeka.
Membuka Mata
Di Belanda sendiri, novel Max Havelaar berhasil membuka mata kaum politikus tentang kebobrokan yang terjadi di daerah jajahan. Pemerintah Belanda kemudian merasa perlu untuk memulai usaha-usaha perbaikan kesejahteraan pada kehidupan rakyat Indonesia. Novel ini juga menyulut perubahan sistem politik kolonial Belanda yang ditandai dengan pemberlakuan politik balas budi (ethische politiek) di Hindia Timur. Aspek pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang menjadi fokus perhatian waktu itu.
Tak hanya itu. Max Havelar juga menjadi salah satu tonggak baru bagi sastra modern di Belanda. Perspektif kepenulisan yang dipakai Multatuli memengaruhi kecenderungan baru penulisan sastra. Karya ini memperlihatkan bahwa sudut pandang tak sekadar pilihan bagi penulis untuk menjadi orang pertama atau ketiga, namun menjadi pilihan sadar atas keterlibatan lahir batin yang melebur dalam objek cerita yang hendak ditulis.
Para pembaca di Tanah Air yang setia menekuni sastra barangkali segera bertanya bukankah karya ini pernah dialihbahasakan HB Jassin, Paus Sastra Indonesia, pada tahun 1972? Jassin bahkan mendapat penghargaan dari Yayasan Prins Bernhard pada 1973 atas karya terjemahnya itu. Pada dasarnya, tak ada perbedaan yang cukup berarti antara edisi lama dan edisi baru ini. Kemasan bahasa edisi baru yang digarap Andi Tenri ini cenderung lebih mudah dipahami generasi muda yang kini kian berjarak dengan karya-karya berharga dari masa lampau. Bukankah generasi muda Indonesia mesti meneladani geletar semangat Multatuli? Bahwa dengan membaca dan menulis sejarah, mereka juga akan terus dibaca dan ditulis oleh sejarah.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar