Sabtu, 16 Oktober 2010

SASTRA SEBAGAI PENDIDIKAN JIWA (bagian III)

Puji Santosa
http://pujagita.blogspot.com/

Pendidikan jiwa sebagai hak asasi manusia yang mendasar merupakan alat pemberdaya kemampuan dan sebagai jalan utama menuju masyarakat belajar sepanjang hayat melalui jalur pendidikan nonformal dan informal. Hal itu sesungguhnya merupakan langkah penting bagi pembangunan kualitas sebuah bangsa yang bermartabat dan berkarakter sehingga tidak tercerabut dari akar tradisi dan budayanya. Dengan cara seperti itu lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansinya dengan kepentingan negara dan karakteristik peserta didik serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan visi dan misinya yang berbasis kompetensi sehingga menjamin pertumbuhan keimanan dan ketakwaan umat manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan keterampilan hidup, akademik, seni yang dominan nilai estetikanya, pengembangan kepribadian bangsa Indonesia yang kuat, sehat, cerdas, kompetitif, bermartabat, dan berakhlak mulia.

Salah satu konsep pendidikan jiwa melalui karya sastra dikemukakan oleh Sri Mangkunegara IV, sastrawan pujangga dan negarawanl bijak pada abad XIX, melalui beberapa karya yang ditulisnya, yaitu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama. Sri Mangkunegara IV adalah seorang pujangga istana dan sekaligus juga seorang raja di Jawa yang boleh dikatakan sebagai “sabda pandita ratu”, sabda pendeta raja, artinya ucapan atau kata-kata raja itu sekaligus berisi ajaran tentang hal-hal duniawi dan sekaligus hal-hal yang bersifat surgawi. Raja berhak mengatur tata kehidupan rakyatnya yang bersifat duniawi, yakni masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan di dunia seperti pendidikan, kemasyarakatan, keprajuritan, pertanian, hukum, dan perkawinan. Sementara itu, pendeta hanya berhak mengatur tata cara kehidupan yang bersifat rohani, religiusitas, atau hal-hal yang berhubungan dengan masalah surgawi. Namun, apabila ada seorang pendeta dan sekaligus raja, maka dia berhak mengatur tata kehidupan masyarakat tentang masalah duniawi dan sekaligus surgawi. Hal inilah yang tercermin pada diri raja-raja Jawa, termasuk Sri Mangkunegara IV, sebagai seorang pandita ratu atau satria pinandita, ksatria sekaligus pendeta atau dengan idiom Islam yang digunakan sebagai kalifatullah sayidin panatagama.

Tiga buah karya Sri Mangkunegara IV, yaitu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama, sudah sangat terkenal dan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan tata ekosistem nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa. Dalam khazanah sastra masyarakat Jawa, karya sastra ini termasuk kategori edipeni dan adiluhung yang ditulis dalam bentuk tembang atau puisi, selain dikenal teks-teks sastra yang bersifat naratif dengan bertumpu pada penceritaan seorang tokoh atau suatu kisah tertentu dalam bentuk babad atau gancaran, dikenal pula teks-teks puitik yang berisi didaktik dan moralistik atau etika. Teks-teks seperti inilah yang disebut dengan sastra piwulang atau sastra wejangan, yakni sebuah karya sastra yang berisi ajaran tentang pendidikan jiwa, tentang ilmu lahir dan batin untuk mencapai kesempurnaan hidup di dunia hingga akhirat. Ciri khas jenis sastra seperti ini diwarnai oleh diskripsi tentang tata tingkah laku pergaulan hidup sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara, beragama, dan berbudaya.

Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama sebagai teks sastra piwulang atau sastra wejangan pun merupakan teks yang memberikan tuntunan ilmu keutamaan lahir dan batin, yakni ilmu pengetahuan yang berisi pendidikan jiwa untuk membangun kehidupan moral, budi pekerti luhur, berakhlak mulia, dan kesempurnaan hidup di dunia hingga akhirat dengan teladan-teladan utama dari tokoh-tokoh yang berpengaruh, baik dari dunia sejarah kehidupan manusia maupun tokoh dalam dunia pewayangan.

Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama karya Mangkunegara IV sebagai sastra piwulang telah menyapa pembacanya dengan cakupan yang luas, baik dari dimensi ruang maupun dimensi waktunya. Ruangnya pun tidak terbatas meliputi seluruh tanah Jawa, dan juga Nusantara, bahkan sampai ke negeri Suriname di Amerika Latin dan negeri Belanda di daratan Eropa. Waktunya pun membentang cukup panjang dari abad XIX, diperkirakan diciptakan semasa pemerintahan Sri Mangkunegara IV antara tahun 1853–1881, hingga abad XXI sekarang ini. Dalam perjalanan ruang dan waktu yang panjang itu Wedhatama, Wirawiyata, dan Tripama telah mampu begitu dalam menyentuh alam estetika dan etika manusia Jawa. Keberadaannya pun telah lama diselamatkan oleh rasa cinta dan kehauasan masyarakat pemiliknya, yakni manusia Jawa, terhadap tuntunan ilmu keutamaan yang menjanjikan ajaran tentang hidup dan kehidupan untuk tingkah laku yang mulia, beradab, dan bermartabat.

Sesuai dengan namanya, judul buku menyiratkan keseluruhan isi, Wedhatama berisi ilmu pengetahuan atau ajaran keutamaan tentang perilaku kehidupan manusia di dunia. Atas dasar isinya inilah Wedhatama dikategorikan sebagai sastra piwulang atau sastra wejangan tentang etika atau moral hidup. Ir. Sri Muljono (1979:57) mengkategorikan Wedhatama sebagai sastra suluk atau sastra tasawuf, karena di dalam karya itu terdapat ajaran tentang kesempurnaan hidup, mirip dengan karya-karya para sufi, seperti adanya tataran sembah raga, sembah cipta, sembah rasa, dan sembah kalbu. Bahkan karya ini telah dibuat bahan disertasi oleh Mohammad Ardani dari Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah (1995) dengan judul: Al-Quran dan Sufisme Mangkunegara IV: Sutdi Serat-Serat Piwulang (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf).
Piwulang dalam Wedhatama memumpunkan ajaran tentang etika dan etiket hidup. Ajaran tentang etika, misalnya, seseorang harus berjiwa bersih, sepi ing pamrih, tidak sombong dan congkak, harus dapat tenggang rasa, suka memberi maaf kepada orang lain, rela, tawakal, sabar, jujur, dan menghormati pendapat orang lain. Sementara itu, ajaran tentang etiket, misalnya, seseorang harus dapat bersikap sopan, santun, pandai menyesuikan diri, mampu membaca pikiran orang lain agar tidak mengecewakan dalam setiap pertemuan.

Selain piwulang tentang etika dan etiket, Wedhatama juga berisi ajaran tentang kesempurnaan hidup melalui jalan melakukan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Cara melakukan kebaktian kepada Tuhan itu dapat melalui empat tataran sembah, yakni sembah raga, sembah cipta, sembah rasa, dan sembah kalbu. Ir. Sri Mulyono (1979:59) memadankan keempat sembah dalam Wedhatama itu sama atau mirif dengan ajaran yang terdapat dalam tasawuf tentang syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.

Wirawiyata adalah karya Mangkunegara IV yang penerbitan pertamanya bersamaan dengan Tripama, yaitu pada tahun 1927 oleh pihak Mangkunegaran sendiri. Setelah itu, Wirawiyata sering diterbitkan ulang oleh penerbit-penerbit swasta di Jawa, baik masih dalam bentuk aslinya menggunakan aksara Jawa maupun sudah ditranskripsi dalam bentuk tulisan Latin. Secara estetis Wirawiyata ditulis dalam bentuk tembang macapat yang terdiri atas 56 bait, terbagi dalam dua pupuh, yaitu (1) Sinom 42 bait, dan (2) Pangkur 14 bait. Karya tulis ini selesai pembuatannya pada hari Kamis, tanggal 1 Sakban, tahun Ehe, 1788 Jawa atau 1860 Masehi. Pembuatan Wirawiyata ini bertepatan dengan tiga tahun setelah beliau diresmikan sebagai Sri Mangkunegara IV.

Sesuai dengan judul naskah ini, Wirawiyata, kata wira artinya ‘seorang lelaki perwira’ atau ‘prajurit yang pemberani’, dan kata wiyata berarti ‘piwulang’ atau ‘ajaran’. Jadi, wirawiyata artinya ‘ajaran tentang keprajuritan’ atau ‘wejangan buat para prajurit’. Sri Mangkunegara IV ingin memiliki Korps Legioen Mangkoenegaran yang ada di bawah pimpinannya harus berbeda dari sebelumnya. Oleh karena itu, dibuatlah ajaran tentang keprajuritan ini dalam bentuk tembang macapat yang dapat digunakan sebagai doktrin keprajuritan Mangkunegaran.

Terekspresikan dalam dua pupuh, Sinom dan Pangkur, doktrin ajaran keprajuritan itu menyangkut: janji prajurit yang harus dipegang teguh dan kedisiplinan sebagai prajurit yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu, seorang prajurit harus memiliki rasa ketaatan kepada atasan, ketakwaan kepada Tuhan, ketidaksombongan, dan ketidaksewenangan dalam melaksanakan tugas sebagai prajurit Mangkunegaran.

Seorang prajurit yang baik harus dapat menepati janji seperti yang diucapkan waktu pelantikan. Janji itu harus dipegang teguh selama dia menjadi prajurit untuk membela negara dan bangsa. Ingkar akan janji prajurit akan membawa malapetaka, baik bagi diri sendiri yang menderita lahir batin maupun bagi bangsa dan negara yang dapat menimbulkan rasa malu orang tua, kesengsaraan dan penderitaan bangsa dan negara.

Kedisiplinan seorang prajurit perlu dilakukan dengan tepat dan tegas. Seorang prajurit harus dapat mentaati peraturan yang ada, harus disiplin waktu, disiplin kerja, dan disiplin dalam menjalankan tugas. Pelanggaran terhadap disiplin itu akan mengakibatkan jatuhnya sangsi terhadap prajurit, desersi, indisipliner, dan hukuman dari komandannya. Sebaliknya, apabila seorang prajurit dapat melaksanakan disiplin itu dengan baik, menyelesaikan tugas tepat waktu, tidak mbalela, seorang prajurit akan cepat naik pangkat, dan memperoleh penghargaan sesuai dengan jasanya dan pengorbannya.

Ketaatan seorang prajurit kepada atasan, komandan atau panglima, merupakan bakti yang harus dilaksanakan. Atasan prajurit, dalam hal ini komandan atau panglima perang mereka, merupakan koordinator pengendali stabilitas kesatuan dan persatuan prajurit, serta pemegang komando tugas operasional lapangan. Komandan atau panglima dalam hal keprajuritan adalah wakil raja sebagai panutan dan penuntun dalam melaksanakan tugas keprajuritan. Oleh karena itu, prajurit harus taat kepada atasan dan tidak boleh bertindak sendiri-sendiri. Apabila mereka tidak taat kepada atasan, kesatuan prajurit mudah dipecah belah, mudah diadu domba, dan mudah hancur bercerai berai atau kocar-kacir.

Tidak sepantasnya dan tidak pada tempatnya apabila seorang prajurit memikirkan hal kematian dalam peperangan. Tugas prajurit untuk berperang harus diartikan sebagai tugas membela negara dan bangsa,semata menjalankan perintah raja. Raja dalam hal ini dianggap sebagai kalifatullah, wakil Tuhan di dunia, sehingga perintah atau titahnya harus diartikan sebagai perintah atau titah Tuhan. Hidup dan mati seseorang itu berdasarkan ketentuan Tuhan.

Sifat sombong atau takabur harus dihindari oleh seorang prajurit karena bertentangan dengan sumpah atau janji yang telah diucapkan. Sombong atau takabur merupakan sifat yang tercela, tidak terpuji, dan dapat mencemarkan nama korps dan negara. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah apabila seorang prajurit harus dapat menghindari sifat sombong, takabur, congkak, dan berbangga diri apa pun pangkat yang dimilikinya.

Persoalan bunuh-membunuh dalam peperangan itu suatu perbuatan yang wajar dalam keprajuritan. Namun, sebagai seorang prajurit yang baik harus tahu diri kapan dan di mana ia harus membunuh musuhnya. Apabila seorang musuh itu telah menyerahkan diri, mengakui kesalahan dan kekalahannya, maka seorang prajurit tidak diperkenankan membunuh musuhnya yang telah menyerahkan diri. Musuh itu harus diperlakukan secara baik, tidak boleh disiksa, dan tidak boleh ditindak sewenang-wenang tanpa perikemanusiaan.

Dalam pupuh Pangkur disebut tentang tata cara atau pedoman bagi seorang senapati atau panglima dalam memilih para prajurit yang baik. Seorang prajurit yang dipilih haruslah seorang pemuda, berasal dari keluarga yang bermental baik, pribumi atau penduduk asli, tidak cacat, badan sehat, tegap, dan kokoh, serta berbakat sebagai prajurit. Tentang perilakunya pun juga harus yang baik-baik dan tidak suka berfoya-foya, artinya hekmat dan bersahaja.

Demikian kurang lebih konsep pendidikan jiwa yang tertuang dalam beberapa karya Sri Mangkunegara IV yang dapat kita jadikan pedoman dalam mentunkan arah kebijaksanaan hidup.***

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar