Sabtu, 16 Oktober 2010

Kado Ulang Tahun Buat Sang Penyair

Drs. Solihin
http://www.sumbawanews.com/

Saat tangis pertamamu mengusik sang waktu dikaki bukit Jelangu
Kuda-kuda liar meringkik-ringkik
Air lubuk gemericik manja dicumbui camar
Sementara bayu mendesah lirih diantara ketiak daun durian muda
Diatas pematang , serunai padi lantunkan syair-syair tentang kelahiran
Kini, seratus empat puluh musim telah kau lewati
Namun pipi keriputmu tak pernah resah menyapa waktu
Dihari yang ke-Duapuluh lima ribu dua ratus-mu ini
Semoga Rabb menggelarkan sajadah panjang untukmu ,sampai ke ujung waktu (ihin)

Dua hari menjelang keberangkatannya Ke Jakarta untuk menghadiri undangan dalam event penyair tingkat Dunia Jakarta Internasional Leterary Festival (JIL-Fest),usai kami menghadiri Musyawarah Seniman Sumbawa, aku bersama sahabatku (Zubair Bonto Bahari-Lombok Post) bertamu kerumahnya yang sederhana dan masih telanjang lantaran rumah yang pertama habis dilalap sijago merah beberapa waktu yang lalu hingga sebagian besar buah karyanya yang berharga habis terbakar inilah yang sangat mengiris-ngiris hatiku.

Meski ini baru kali pertama aku menjabat tangannya namun nyanyian jiwanya telah melekat erat didinding beranda kalbuku. H.Dinullah Rayes, seorang penyair dari dusun kecil (KalaBeso) dikaki bukit jelangu, lahir tujuh puluh tahun yang lalu kini namanya sudah melegenda sejajar dengan penyair-penyair nusantara seangkatannya seperti Taufiq Ismail, Sutardji Choulsum Bahri,Korrie Layun Lampan,D.Zawawi Imron,Diah Hadaning,Bambang Widiatmoko dan lain-lain.

Dengan decak kagum aku coba menyelami wajah sang legenda yang sudah mulai keriput dimakan usia,bagai cermin tempat aku berkaca,karakter merendah jauh dari tinggi hati,tutur kata yang halus menggambarkan warna jiwanya yang begitu matang, mungkin inilah hasil dari perenungannya yang panjang, mengutak-atik rasa nurani hingga terangkai menjadi pintalan-pintalan syair puisi yang sanggup menubruk-nubruk dinding hati.Dia adalah seorang Bapak dari sebuah generasi, meski bukan Nabi tapi pantas untuk kuteladani.

H. Dinullah Rayes memulai kariernya sebagai seorang penyair sejak tahun 1956 saat beliau menjadi Guru sekolah Dasar.Untuk mengasah kecerdasannya dalam menulis Beliau tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Setamat pendidikan Sekolah Guru selama 4 tahun beliau belajar secara otodidak. Bakat sastranya terus diasah dengan selfstudy sejak beliau masih disekolah Rakyat sambil berlangganan majalah-majalah yang bernafaskan Sastra seperti Mimbar Indonesia, Siasat/Ruang Gelanggang, Budaya Jaya dan lain-lain walaupun mendapatkannya secara eceran.

Saking rakusnya, karya pengarang caliber dunia seperti Shakespeare, Voltire, Lord Byron, Victor Hugo,HB. Yassin, Taslim Alim, Ali Audah, Omar Khayyam, Jalaluddin Rummi dan lain-lain tak pernah luput dari buruannya. Barangkali itulah yang banyak memperkaya wawasannya tentang kesusastraan.
Selepas menjadi Guru,beliau dialih tugaskan sebagai Kabin Kebudayaan Kabupaten Sumbawa di Sumbawa Besar dan pernah juga menjabat sebagai Kepala Seksi Kebudayaan Kandep DIKBUD kabupaten Sumbawa Hingga menjelang masa pensiunnya.

Aktivitas menulisnya mulai eksis sejak 1959 meliputi genre puisi, cerpen, esai,naskah drama, makalah kesenian dan kebudayaan. Tulisannyapun banyak tersebar dimedia masa Baik dalam mupun luar negeri seperti Dewan sastra Malaysia, Bahana Brunai Darussalam, Horison, Abadi, Pelita, Suara Karya, Panji masyarakat, Salemba, Tifa Sastra, Seloka, Sarinah, Suara Muhammadiyah, Minggu Pagi, Simponi, Harmonis, Amanah, Sinar Harapan, Forim, Tibun, Swadesi, Republika, Bali Post, Nusa Tenggara serta beberapa majalah puisi terbitan Mataram. Antologi Puisi Tunggalnya dan beberapa puisi-puisi lainnya terhimpun dalam antologi puisi karya penyair Indonesia lainnya.

Dari karya-karya kreatifnya itulah Dinullah Rayes ditempatkan sebagai salah satu penyair tanah air yang dicatat namanya dalam barisan satrawan Indonesia. Sehingga tak sedikit Undangan dan penghargaan yang diterimanya. Ia sering diundang diberbagai forum kongres kebudayaan, bahasa, atau kesenian baik sekala Nasional Maupun Internasional seperti memberikan sambutan mewakili sastrawan Indonesia pada pertemuan sastrawan tingkat ASEAN. Ia juga pernah bergabung dengan Taufiq Ismail dkk dimajalah Horison (penyair berbicara siswa bertanya). Pada Nopember 2000 memenuhi undangan Persatuan Penulis Nasional Malaysia (GAPENA) untuk menghadiri Hari puisi Nasional XV dilangkawi Malaysia.

Atas Usulan DKJ sebagai seniman satrawan berprestasi pada tahun 1996, penyair yang dipercaya sebagai sekretaris Umum Lembaga Adat Tana Samawa ini menunaikan Ibadah Haji atas Rekomendasi Menteri Agama RI. Selain itu, Piagam, hadiah seni dan Lencana karya satya tingkat III dari menteri kebudayaan dan pariwisata bidang sastra dan Budaya, bahkan Mantan Ketua Umum Dewan Kesenian Sumbawa ini pernah diundang dalam Wisuda Gelar Kehormatan dari American University of Hawai. Sampai sekarangpun Beliau masih dipercaya oleh presiden melalui Ketua Dewan Kesenian Nasional sebagai kordinator Bidang imfomasi dan Komunikasi Dewan Kesenian Nasional Indonesia. Mengenang Sejarah perjalanan Karier Seorang Dinullah Rayes seakan tak pernah habis-habis meski baru kali ini aku bertemu, tiba-tiba aku tersentak dari Lamunan saat bibir tuanya yang mulai berkerut membacakan syair puisi DOA DALAM DO’A diatas mimbar acara pembukaan Musyawarah Seniman Sumbawa. Tak ada suara gemerisik, anginpun seakan mati, sepi dan hening.

Usai shalat malam / Aku mohon pada Tuhan Mahasegala / Setangkai bunga harum mewangi / Dia beri aku kaktus berduri / akupun mohon pula / binatang anggun jenaka / Dia sodorkan aku ulat berbulu gatal / aku protes,teramat kecewa tentang ketidakadilan-Nya / Dia senyum lewat kerdipan bintang-bintang / Dia tertawa lewat sinar matahari pagi / Kaktus berduri itu melahirkan bunga seindah pelangi / ulat berbulu itu jelma kupu-kupu seindah mata bayi / duh maafkan hamba Tuhan / Kau anugerahkan aku yang ku perlukan pada waktunya / kau tolak yang kuharapkan pada waktunya / itulah jalan pikiran- perasaan-Mu / pada insan ikhlas bila memohon / sarat pohon ampunan.

Puisi tersebut sangat kental dengan nuansa ketuhanan, pengembaraan jiwa, perenungan yang terdalam serta pemahaman tentang hakikat dari kudrat tuhan yang sangat kontradiksi dengan keinginan manusia,bagi seorang Dinullah Rayes yang sejak mulai bernafas dididik dalam lingkungan keluarga yang sangat religius tak mengherankan jika sentuhan –sentuhan tentang ketuhanan amat menggetarkan jiwa. Bagi penikmat Puisi seperti saya, bagai menjilat setetes embun ditengah padang yang kerontang lantaran dahaga, paparanya mampu sirami gejolak bathin akan kehidupan Dunia yang begini liar. Setangkai bunga harum mewangi / Dia beri aku kaktus berduri, tidak hanya sekedar bermain dengan symbol-symbol flora dan fauna tapi jauh mengandung rahasia-rahasia tentang kenikmatan dan kesulitan hidup seorang hamba diatas punggung dunia menjadi ujian yang dibaliknya tersimpan sejuta rahmat, seperti Ia berujar : Kaktus berduri itu melahirkan bunga seindah pelangi / ulat berbulu itu jelma kupu-kupu seindah mata bayi.

Dinullah Rayes tak lebih dari seorang Muslim yang telah berumur, sudah kenyang mengunyah manis pahitnya tingkah laku dunia sehingga dia amat bijak dan peka dengan sentuhan rahasia rahmat Tuhan. Baginya Anugerah yang diberikan Tuhan bukanlah limpahan rahmat tanpa batas melainkan apa yang Ia mohonkan kepada-Nya adalah sesuatu yang Ia perlukan, wajar kalau Tuhan menolak apa yang kita harapkan karena kita tidak memerlukan : duh maafkan hamba Tuhan / Kau anugerahkan aku yang ku perlukan pada waktunya / kau tolak yang kuharapkan pada waktunya / itulah jalan pikiran- perasaan-Mu.

Bagiku, Dinullah Rayes bukan lagi sekedar penyair atau satrawan yang pintar merangkai Aksara bahkan lebih dari itu, ketajaman mata hatinya yang disampaikan secara lugas meski hanya melalui untaian-untaian syair puisi namun rabaannya terasa sampai kerelung hati. Pantas kalau seorang sahabatku menjulukinya “ penyair Muballigh”. Barangkali inilah sisi yang paling disukai oleh penikmat puisi didaratan Malaysia dan Brunai sehingga tak salah apabila Dinullah Rayes amat populis di dua Negara melayu itu. Klimaks dari puisi ini, Dinullah Rayes berujar : pada insan ikhlas bila memohon / sarat pohon ampunan. Barangkali tidak banyak orang yang mengembara dalam pikiran bisa sampai pada pemahaman seperti ini. Baginya tak ada yang lebih tinggi derajatnya dalam beribadah kepada Tuhan kecuali karena Ihlas. Hal ini menandakan bahwa kematangan jiwa sang penyair sudah tiba pada limit umur yang teduh dan iman yang tidak lagi rapuh padahal Ia bukan seorang Ulama tulen hanya anak seorang kiai desa yang memahami islam dalam format yang sederhana namun Ia mampu mengembara dalam alam sufistik bag Jalaluddin Rummi ataupun adawiyah.

Pada bulan desember ini genap sudah 70 musim kemarau dan penghujan Ia lalui sejak nafas pertamanya Ia hirup saat pertama kali Ia menyapa Dunia ini dengan tangisannya. Meskipun ketika aku Tanya Ia tidak tahu hari kelahirannya secara pasti namun itu bukanlah hal yang penting.Bagiku Dinullah Rayes adalah penyair Besar dizaman ini apalagi Ia putra Samawa asli tapi Ia sudah mampu mengangkat nama Samawa ditataran penyair Nasional. Kelak Ia akan menjadi bagian dari sejarah Sastrawan dan penyair Indonesia.

Namun, sekali lagi yang mengiris-iris hatiku sebagian besar karya-karya monumentalnya yang sedianya akan menjadi warisan habis terbakar seharusnya Ia sudah mempunyai museum atau perpustakaan yang khusus menyimpan karya-karyanya. Barangkali saya ataupun kita semua orang-orang kerdil yang hanya mampu mengaguminya namun tidak menghargainya. Wahai Pemda Sumbawa ini bagianmu.

Drs. Solihin, Guru SMP Negeri 1 Utan

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar