Senin, 26 Juli 2010

Dongeng Kegelapan

A.S. Laksana
http://www.jawapos.co.id/

Dari dongeng anak-anak, Anda bisa belajar tentang banyak hal yang tidak terjadi di dunia orang dewasa. Berkaitan dengan kekuasaan, misalnya, kita disuguhi cerita mengenai singgasana raja yang di atasnya tergantung sebilah pedang telanjang. Pedang tersebut hanya diikat oleh seutas benang tipis yang akan putus jika sang raja memperlakukan kekuasaannya secara berangasan. ”Paduka harus bertindak adil. Benang itu akan putus dan pedang akan membabat leher Paduka jika Paduka bertindak ugal-ugalan di atas singgasana,” kata penasihat kerajaan.

Di dunia orang dewasa, Anda tidak melihat kekuasaan sebagai singgasana yang semacam itu. Ia sering terlihat bukan sebagai amanat yang mengandung sejumlah prasyarat dan risiko; ia bukan pula sumber keadilan. Kekuasaan, dalam nalar yang sempit, adalah sebuah tambang emas yang harus dikeduk sebanyak-banyaknya dengan tabiat politik secanggih-canggihnya. Tambang emas seperti itu -yang akan membuat Anda makmur sampai ke anak cucu -tentu saja harus direbut dengan segala cara. Karena itu, Anda tidak boleh bengong saja jika tambang emas yang Anda incar tersebut jatuh ke tangan orang lain; rayakan kekalahan Anda dengan membuat keruwetan. Mana menarik kalau pesta pilkada tidak diikuti dengan kericuhan?

Saya yakin, jika seorang pemimpin menganggap kekuasaan adalah tambang emas atau kekayaan alam warisan dari paman moyangnya, Anda tak bisa berharap keadilan dari dirinya. Kekuasaan, dalam cara pandang seperti itu, hanya akan menjadi sumber ketidakadilan. Sedangkan ketidakadilan, kata seseorang, adalah jurang gelap yang tak terukur dalamnya. Karena itu, ia selalu menyampaikan kepada siapa saja untuk berlaku adil. Orang itu, Muhammad, melihat bahwa cinta kasih yang ditanamkan beberapa abad sebelumnya oleh sang pendahulu, Isa al-Masih, sering menjadi makanan empuk bagi ular beludak yang ngendon di dada orang-orang.

Jika Anda -dengan penuh kasih- memberikan pipi kanan karena pipi kiri Anda ditampar, orang yang memelihara ular beludak di dadanya itu mungkin akan merobek perut Anda dan meminta jeroan Anda. ”Karena itu, balaslah jika kau dinista,” serunya. ”Balaslah dengan adil.”

Sedemikian pentingnya keadilan dan sebegitu nistanya ketidakadilan, sampai-sampai kata ”ketidakadilan” dan sejumlah turunannya -menurut teman saya yang khusyuk mendalami agama- perlu diulang-ulang sebanyak 289 kali dalam sejumlah ayat di dalam Alquran. Ketidakadilan merupakan penyakit yang merontokkan pertumbuhan manusia, menjegal segala proses menuju kebaikan, meremukkan aktivitas, dan melumpuhkan kecerdasan manusia yang mendapatkan mandat sebagai khalifah di muka bumi.

Namun, sampai hari ini, ketika anjuran untuk bertindak adil itu sudah berabad-abad usianya, keadilan tetap menjadi sesuatu yang tak mudah dijalankan. Ketidakadilan terus-menerus menyeret orang ke arah kemasabodohan, dan kemasabodohan membenihkan kemelaratan yang luar biasa, penaklukan, dan rusaknya tertib sosial. ”Kau harus menjadi kaya raya agar bisa membunuh tanpa hukuman,” kata Jack Nicholson sebagai Gittes, tokoh utama dalam film Chinatown, garapan sutradara Roman Polanski.

Pernyataan tersebut benar ketika kita hidup di bawah kekuasaan yang diniatkan untuk ugal-ugalan, hukum yang rapuh, dan lembaga peradilan yang begitu mudah disogok. Anda tahu, itu semua adalah selokan yang membawa manusia ke arah situasi gelap gulita yang memalukan. Pidato-pidato politik pasti akan dipenuhi kebohongan, apalagi ketika menyebut tema kemajuan bangsa.

Sepanjang sejarah umat manusia, kemajuan selalu berasosiasi dengan keadilan dan kebangkrutan umat manusia selalu merupakan hasil dari ketidakadilan. Kita tidak bisa mengupayakan kemajuan sambil leyeh-leyeh membiarkan ketidakadilan. Sebab, kemajuan dan ketidakadilan merupakan dua hal yang saling bertentangan. Ketidakadilan seperti gurita raksasa yang menjulurkan belalai-belalai jahatnya untuk membuat kerusakan dan membawa manusia pada kegelapan.

Namun, tak usah terlalu risau tentang kegelapan. Anda bisa belajar bagaimana cara mengusir kegelapan dengan membaca dongeng menarik karya Hans Christian Andersen tentang gadis kecil penjual korek api yang menggigil di tengah salju.

Sampai gelap turun, korek apinya masih utuh; dia lalu menepi di emperan sebuah gedung. Lapar menyiksa perutnya dan dingin menyerangnya semakin ganas.

Untung, dia memiliki sumber cahaya ketika gelap dan dingin makin menyiksa. Dibukanya korek apinya. Dia nyalakan sebatang. Pada cahaya yang memancar dari kepala korek api itu, dia menyaksikan ruang hangat yang hilang lagi pada saat batang korek habis terbakar dan api padam. Dia nyalakan lagi sebatang: matanya menyaksikan sebuah pesta dan meja yang penuh makanan. Api kembali padam ketika dia menjulurkan tangannya untuk meraih hidangan tersebut. Lekas-lekas dinyalakannya lagi korek apinya.

Kini dia berada di antara orang-orang yang menari mengikuti irama musik. Gadis kecil itu terpesona pada segala keindahan yang tergelar di sekelilingnya. Pemandangan itu pun hanya sebentar; dia tercampak lagi di emperan ketika api padam. Akhirnya, dia menyalakan koreknya bersambung-sambung dan tak membiarkan api padam; dia ingin menjaga agar segala keindahan itu tak lari lagi dari matanya.

Pada batang yang penghabisan, dia melihat neneknya secantik bidadari turun dari langit dan menyentuh bahunya. ”Ketika kecil kau kutimang,” kata neneknya. ”Sekarang biarkan aku menimangmu sekali lagi.” Dalam gendongan neneknya, si gadis terbang memasuki gerbang langit. Dongeng pun berakhir: pagi-pagi orang-orang menemukan tubuh mungilnya dingin dan membeku di emperan.

Menurut saya, gadis itu mujur sekali. Sebelum kematian merenggutnya, dia menemukan cahaya -sesuatu yang mungkin tidak didapat oleh anak-anak sekolah yang nekat mengalungkan tali gantungan ke leher mereka. Di tengah kegelapan yang menistakannya, gadis kecil itu masih bisa menyaksikan sebuah dunia lain yang hangat dan ramah, dunia yang sangat dirindukannya.

Gadis kecil itu mempunyai korek api, sumber cahaya yang diperlukannya untuk mengalahkan malam yang gelap dan dingin. Dengan cahayanya, dia mendatangkan bidadari dari langit, serupa nenek yang mengasihinya; dan bidadari itu membopongnya ke sebuah tempat terang yang tak akan lagi membiarkannya dingin dan lapar.

Cerita itu mengilhamkan sesuatu kepada saya bahwa rupa-rupanya kegelapan adalah sesuatu yang lemah dan bebal. Sepekat apa pun kegelapan, ia tak bisa menyembunyikan nyala korek api. Cahaya selalu lebih kuat ketimbang kegelapan itu. Seorang bijak yang lain, Siddharta Gautama, sudah lama mengingatkan kita tentang hal itu: Jadilah lampu bagi dirimu sendiri. (*)

*) Cerpenis, aslaksana@yahoo.com

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar