Judul: Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia
Penulis: Ribut Wijoto
Penerbit: Dewan Kesenian Jawa Timur
Tebal: 278 halaman
Cetakan: Cetakan I, November 2009
Peresensi: Risang Anom Pujayanto
http://www.surabayapost.co.id/
“Supaya menjadi suatu ilmu, sejarah sastra haruslah tahan uji.” —Ju Tynjanov (1927).
Meminjam apologi Ribut Wijoto dalam Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia (Pengantar Penulis: Sebab-Sebab yang Tidak Mutlak), jika seorang esais yang bersandar pada teks bisa menempatkan tulisannya seperti seorang pengkotbah, maka seorang peresensi yang juga bersandar pada teks yang dibuat oleh si esais seharusnya bisa menempatkan tulisan resensi esai sastra bak seorang pengkotbah pula.
Pada lidah sang pengkotbah tergores garis keniscayaan. Mereka bisa begitu mudah mentahbiskan banyak sekali klaim, pernyataan, tuduhan, dan pujian. Bersandar pada kitab Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia, maka penulis menyatakan ayat pertama, ”Jangan mengaku mengenal kesusastraan Indonesia tanpa berjabat tangan terlebih dahulu dengan Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia”. Poin pertama.
Buku Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia terbitan November 2009 ini berisi 26 tulisan ilmiah populer Ribut Wijoto. Sebagian besar esai telah dimuat media massa dan beberapa lainnya pernah menjuarai beberapa sayembara esai tingkat nasional. Artinya, mengacu pada data itu, buku setebal 278 ini sanggup mengungkapkan tentang siapa dirinya secara mandiri, tanpa pembelaan siapa-siapa, sekali pun penulisnya sendiri: Ribut Wijoto. Meminjam kembali strategi retorika Ribut, Semoga anggapan saya benar, fakta ini layak menjadi poin kedua.
Kejelian Ribut Wijoto memetakan kondisi kesusastraan Indonesia dikarenakan kebersahajaan bersetia pada kesederhanaan. Secara konseptual, kegemilangan ragam pemikiran besar nan rumit dalam historis perkembangan sastra dunia mampu dikerucutkan dalam bahasa yang lebih akrab, lebih intim, dan lebih karib kepada pembaca. Riuh analogi keseharian ini mudah didapatkan dalam bacaan sebagai alat bantu pemahaman pembaca. Mencoba menolong pembaca yang mungkin terbata-bata ketika dihadapkan pada serbuan makna teks sastra maupun persilangan intektualitas sastrawan kita yang gemar bermain akrobatik. Sastrawan yang tidak pernah belajar memilih menekuni tradisi bentuk kesusastraan yang pernah ditancapkan atau diawali oleh tokoh pendahulu. Dialog provokatif seperti ini tergambar apik dalam esai ’Krisis Kepenyairan Kita’.
Bahan mentah keseharian yang dijadikan proyek tingkatan-tingkatan argumentasi, salah satunya bisa disaksikan pada ’Rahasia dan Godaan Puisi’. Keabstrakan, misteri puisi yang semula merupakan ranah penting bagi penyair dan penikmat seni, kini menjadi sangat penting pula bagi khalayak luas. Awal kata Ajaib! hingga membawa persoalan keabadian menjadi langkah persuasif menarik minat pembaca pada sastra; khususnya sajak. Menyingkap rahasia untuk tahu kebenaran dunia. Siapa yang tak tergoda? Ini memang dipercaya benar bagi para penggemar pemikiran-pemikiran besar kehidupan. Tapi tidak akan menjadi kebenaran untuk orang yang bergelut secara sederhana; yang sekadar menjalani hidup menurut pijakan siklus bertahan hidup dan menanti mati. Bagi mereka, mengurai kebenaran hidup melalui puisi sangatlah mengada-ada. Tetapi ketika sambil bersepakat dengan Baudrillard dan Kierkegaard, kemudian puisi diperikan dengan analogi daya pancar universal seorang gadis, maka rahasia dan godaan puisi menjadi sepenting mencari uang. Banyak esais gagal dalam hal ini, semoga anggapan saya salah, tetapi tidak dalam Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia.
Kecerdikan merumuskan sesuatu dengan konteks kesederhanaan ini bisa dikatakan merupakan keberhasilan. Bila Ribut seorang penyair, Ribut tak ubahnya seorang penyair yang selalu mengerutkan dahi dan menguras keringat dingin agar mampu mencipta bahasa sederhana. Sebisa mungkin pembaca tidak memerlukan deretan referensi. Ini berbeda dengan Nirwan Dewanto yang dikritik sebagai mahasiswa sastra semester pertama oleh Ribut dalam ’Bila Nirwan Seorang Penyair’. Lain juga dengan esai yang lebih sulit dicerna yang bertema sama tetapi dimuat di media massa seperti ’Tanah Tak Berjejak Para Penyair’ karya Donny Gahral Adian dan ’Pembelaan Puisi’ tulisan Bambang Agung. Meskipun esai-esai tersebut bertema sama, hendak mengatakan pentingnya puisi, tetapi jelas sekali esai-esai Ribut Wijoto lebih bersahaja. Ini poin ke berapa? Entah sudah kewalahan.
Mengacu pada bahasa Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia, penulis menduga buku ini membawa misi pemetaan sejarah untuk kesusastraan Indonesia. Kesusastraan postmodern. Kecenderungan Ribut membahas puisi-puisi Afrizal Malna mengindikasikan bahwa bagi Ribut kesusastraan postmodern dimulai sejak era Afrizal Malna. Karya Afrizal merupakan ikon milenea puitik Indonesia. Afrizalian. Terlepas dari polemik yang bakal muncul selanjutnya atas wacana yang dilontarkan Ribut Wijoto, tetapi upaya pencatatan sejarah secara subjektif ini harus diakui lebih baik ketimbang memberikan kerangka-kerangka periodisasi sejarah sastra dalam garis besar saja.
Merumuskan sejarah bukan hanya berhenti pada teks. Sebab teks hanya salah satu unsur dalam suatu relasi. Instruksi-instruksi yang diberikan ini semakin kentara bahwa menulis sejarah tidak bisa dilakukan oleh peneliti sastra yang bertekun pada teks saja. Terdapat banyak hal yang membuat korpus yang telah ditentukan oleh teks tersebut tidak lagi tertutup, seperti mempertimbangkan relativitas historis, kultural dan perpaduan horison pembaca lainnya. Akan tetapi, setidaknya Ribut Wijoto telah menyelesaikan tugas bahwa setiap generasi memang wajib untuk menulis ulang kejadian-kejadian seni yang ada pada jamannya. Sehingga jika masing-masing perumus sejarah ini disatukan, maka totalitas sejarah sastra dapat dimaknai secara komprehensif.
Akan tetapi, penyusunan sejarah sastra dengan mengandalkan subjektivitas seperti ini memang sangat rentan bantahan. Pasalnya, sama halnya validasi sejarah sastra ini dibentuk dan dipengaruhi oleh selera dan latar belakang subjek. Zaman hidup peneliti, dalam hal ini Ribut Wijoto, juga wajib dipertimbangkan. Kondisi kesusastraan Indonesia postmodernitas maupun kondisi postmodern kesusastraan Indonesia tidak bisa langsung dipahami dalam terminologi pemikiran Ribut Wijoto. Masih banyak karya yang perlu dieksplor dan disoroti untuk menentukan kondisi posmodern kesusastraan Indonesia.
Namun sebelum mengikuti jejak Ribut Wijoto, lebih baik memetakan terlebih dahulu tentang kebenaran sastra Indonesia dan postmodern. Apakah benar pemikiran kritis postmodern telah terlahir dari kungkungan jerat modernitas. Atau apakah postmodern yang dimaksud ialah nama lain dari modern. Ataukah postmodern ialah babak kelanjutan dari modernisme yang menemui jalan buntu. Atau jangan-jangan postmodern sastra Indonesia hanya pengadopsian serampangan dari pengetahuan-pengetahuan di belahan dunia lain yang di sana memang telah mengalaminya dan dipaksakan masuk ke dalam kesusastraan Indonesia.
Ketekunan Ribut Wijoto melihat lubang jadi peluang dan menemukan celah untuk dijadikan berkah ini membuat Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia tampak berisi ide-ide segar, penuh ragam informasi baru dan membuka cakrawala kesusastraan Indonesia. Pada prinsipnya, bahkan kecemerlangan analisa ala Ribut ini bisa dikatakan sebagai salah satu esai terbaik kesusastraan Indonesia. Karena itu, penulis berani meyakinkan kepada pembaca bahwa buku Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia ini merupakan kitab suci sastra yang dapat dijadikan pedoman untuk menjalani jalan bersastra. Karena itu ”Jangan mengaku mengenal kesusastraan Indonesia tanpa berjabat tangan terlebih dahulu dengan Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia”.
Satu hal yang patut disayangkan yakni dominasi Ribut Wijoto dalam buku ini. Tidak adanya kata pengantar dari tokoh-tokoh selain Ribut ini membuat eksklusivitas buku ini seperti belum ada pengakuan, meskipun telah terbukti esai-esai Ribut telah mendapat apresiasi dari media maupun sayembara. Eksklusivitas ini memang membuktikan ciri-ciri kitab suci, asal jangan sampai dibuat-buat sendiri lantas dibaca-baca sendiri. Penulis yakin itu tidak bakal terjadi, karena hal yang indah pasti akan mengundang antusias lebih. Itu pasti. (b2)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar