Hardi Hamzah*
http://www.lampungpost.com/
Dalam siklus kebudayaan global, secara klasik kita mengenal proses sentrifugal yang diliputi semangat human material. Human material, suatu bentuk anarkistis manusia untuk mencari nafkah tanpa mengindahkan kaidah-kaidah norma.
DALAM filsafat Aufklarung hal ini disebut sebagai “merengkuh” dunia tanpa etika. Bahkan, para antropolog modern melihatnya sebagai terma-terma “kebuasan” makhluk manusia dalam menapaki hidup.
Tumbuh suburnya semangat human material semakin terbentuk ketika Renaisans muncul di abad ke-15. Kendati ada indikasi positif lewat revolusi industri dengan ditemukannya mesin uap di Inggris dan secara sosial muncul revolusi Bastile di Prancis, ternyata human material yang kemudian berkembang lewat bungkus liberalisme dan kapitalisme merampas sekaligus menyejukkan peradaban di seantero dunia.
Ukuran paling mutlak atas gugusan itu direfleksikan oleh bersebadannya peradaban Timur yang dibungkus norma-norma dan dogma agama dengan human material yang membawa segudang risiko. Di sinilah kemudian peradaban Timur mengalami benturan meski kemudian lewat ornamen baru yang menyulut nasionalisme kenyataannya tidak lahir kekuatan rasionalitas bagi bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Banyak aspek yang menggoda meski bangsa-bangsa di Asia tetap ingin melawannya melalui kebersamaan lewat pembentukan Nonblok. Namun, melalui kacamata budaya, justru tidak terlihat kekuatan baru yang antisipatif bagi masyarakat di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Indikasi ini terlihat dari semakin bangkrut dan langkanya nilai-nilai bangsa-bangsa tersebut, dus justru mereka terbelenggu dalam raksonomi kebudayaan yang tidak menjanjikan bagi kemajuan bangsanya. Ini ditandai oleh larutnya para pemimpin di Asia, Afrika, dan Amerika Latin ke arah autoritarianisme.
Spektrum kebudayaan membawa langgamnya sendiri-sendiri, umumnya mereka (bangsa-bangsa dimaksud) lebih banyak memelintir kebudayaan dan agama (spritualitas)-nya sendiri agar bisa menikmati hilir mudiknya human material yang bermuara pada kapitalisme dan liberalisme. Inilah musibah terbesar pada dasawarsa 60-an meski jauh sebelumnya tokoh pergerakan versus tokoh kebudayaan telah mencuatkan polemik kebudayaan antara ST Takdir dan ST Syahrir.
Kematangan bangsa-bangsa di Timur lebih ditentukan oleh penetrasi Barat, mulai dari kesusasteraan, pergerakan kebudayaan, semangat kemanusiaan, dan berbagai bentuk realitas sosial. Sehingga, yang terlihat pada bangsa-bangsa yang baru merdeka ini (ketika itu) adalah kultur politik dan kebangsaan yang tanpa bentuk, sampai kemudian lahir Pan Islamisme, suatu kekuatan Islam dari poros welanschungnya wahabian (way of live).
Maka, masyarakat di Timur pun kemudian menampilkan bentuk ganda dari sisi moral. Di satu sisi, melaju dengan norma dan dogma spiritualitas. Di sisi yang lain, menampilkan sekularisme dengan berbagai pola perilaku yang cenderung menjauhi norma-norma spiritualitas ketimuran, kalau tidak mau mengatakannya keluar dari rancang bangun keagamaan. Moralitas ganda ini bergulir terus, dahulu-mendahului antara sekularisme dan fundamentalisme (puritanisme). Ironinya, tidak tampak siapa yang di depan dan siapa yang di belakang karena dalam kejar-kejaran tersebut keduanya menjadi kabur tanpa bentuk.
Pada situasi seperti ini masyarakat dunia ketiga ditekuk-tekuk oleh rasionalitas di satu pihak dan secara gradual di tengah reduksi akibat terganjal (terjebak), yang kemudian terjadi keberanian semu (figh pseudo ini dapat dilihat pada pemikiran Herman Kahn, Gronoboum, dan turunannya), Nurcholis Madjid (1999), menyebut pseudo society (masyarakat semu). Derap langkah masyarakat semu biasanya ditandai dengan penjungkirbalikan fakta-fakta keluhuran sejarahnya sendiri alias ahistoris.
Sebagaimana kita pahami, masyarakat ahistoris selalu bergayut pada variabel ketidakpastian terhadap keyakinan spiritualitasnya, terkadang memunculkan rasa percaya diri yang berkelebihan. Dalam arti, sangat sensitif terhadap nilai-nilai lain. Terkadang ia memberi gincu dan fatwa terhadap hal-hal yang muskil, sehingga terkesan memaksakan. Yang kerap ditampilkan oleh masyarakat semacam ini adalah terlalu mengidolakan leluhur walaupun leluhur itu menyimpang dari nilai spiritual sekalipun, yang pada gilirannya menggeser setting sosial dan mencerabut akar budayanya sendiri.
Sampai di sini muncullah apa yang disebut oleh Grounoboum, seorang orientalis terkemuka, bahwa ruang lingkup komunitas ketimuran masyarakat Asia, Afrika, dan Amerika Latin perlahan tapi pasti terpotong-potong oleh pergeseran spiritualitasnya yang secara simultan pula mengamputasi kebudayaan. Pada titik ini, etika, moralitas agama, dan tradisi telah benar-benar tenggelam dalam lautan kapitalisme dan liberalisme yang dinakhodai (didayung) oleh binatang human material tadi.
Kini spiritualitas dari Maroko sampai Merauke telah hanyut dalam siklus wilayah “abu abu”. Bangsa-bangsa di Asia tidak mampu mengungguli dirinya di antara satu sama lain, semisal China, India, dan beberapa negara di Amerika Latin yang telah jauh meninggalkan bangsa Asia Timur Jauh. Dalam langgam dan panggung realitas human material itu, Indonesia tergolek dalam pusaran masyarakat global, bahkan hampir pasti berkutat di persimpangan jalan.
Kendati poros baru yang dibuka oleh G20, kenyataannya hanya politisasi ekonomi yang semakin menguatkan oligopoli (di dunia Barat) di satu pihak dan oligarki (di dunia Timur) di pihak lain. Itulah sebabnya, mimpi kita tentang the return of religion (kebangkitan agama), bak agamawan yang ngelindur di siang hari, tentu kita tidak rela melihat pukulan berat ini meski kita dipaksa untuk rela. Barangkali, benar adanya ketika raja-raja Mataram klasik menerjemahkan kualitas keagamaan lewat sofistikasi ornamen semacam stupa dan candi. Di sinilah kidung keagamaan itu terlantunkan dalam masyarakat dan mereka pun membangun spiritualitas dengan lirik moralitas. Bersamaan dengan itu pula mampu menggaet seluruh nilai-nilai luhur yang ada.
Dalam bahasa yang lain, terampasnya spritualitas dalam genggaman human material sesungguhnya telah kita duga jauh-jauh sebelumnya. Misalnya, kita bisa belajar dari rentetan sejarah panjang Nusantara, mulai dari Sriwijaya, Majapahit, dan Neo Mataram. Bahkan, era pergerakan, sebagaimana telah disinggung di muka, merupakan ruas terpenting dari pokok akar permasalahan spiritual itu. Kita memang tidak boleh menyalahkan hipokrisi partai-partai (Islam, minus Masyumi) di era Bung Karno, terfusinya partai di era Soeharto dan terkekehnya partai di era reformasi. Inilah zaman jagad raya yang tak jelas juntrungannya antara mikrokosmos dan makrokosmos.
Anak-anak bangsa telah dijilat oleh panasnya api liberalisasi. Moralitas ganda juga menjungkirbalikkan kekuatan spiritualitas yang ritual ansich. Lalu, bagaimanakah kita memaknai Indonesia dalam siklus keberantakan moral semacam ini? Sulit memang. Sulit karena kita berlabuh dalam dua kutub yang berbeda. Kutub pertama, kita mendayung di antara dua karang (meminjam istilah Dawam Raharjo). Sementara kutub kedua, kita berasyik masyuk dengan paham-paham yang kosakatanya tidak bermakna.
Pada titik inilah agak sulit untuk kita mempersatukan antara Timur dan Barat di tengah kebudayaan global yang akarnya human material. Satu-satunya upaya yang harus kita antisipasi adalah mencari garis batas baru, yakni bagaimana membangun keilmuan semesta (rakyat ditransformasikan semangat pedagogis). Juga kalau mungkin, kepercayaan kita terhadap kebudayaan adalah transformasi langsung untuk menghidupkan budi pekerti. Ini berarti rasionalitas kita yang kini diremas habis oleh audio visual lewat budaya cangkem (sinetron dan berbagai tetek bengek nyinyir lainnya) harus benar-benar dipenggal keberadaannya.
*) Peneliti INCISS dan Staf Ahli MAHAR Foundation
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar