Selasa, 09 Maret 2010

Terjerembap dalam Budaya Human Material

Hardi Hamzah*
http://www.lampungpost.com/

Dalam siklus kebudayaan global, secara klasik kita mengenal proses sentrifugal yang diliputi semangat human material. Human material, suatu bentuk anarkistis manusia untuk mencari nafkah tanpa mengindahkan kaidah-kaidah norma.

DALAM filsafat Aufklarung hal ini disebut sebagai “merengkuh” dunia tanpa etika. Bahkan, para antropolog modern melihatnya sebagai terma-terma “kebuasan” makhluk manusia dalam menapaki hidup.

Tumbuh suburnya semangat human material semakin terbentuk ketika Renaisans muncul di abad ke-15. Kendati ada indikasi positif lewat revolusi industri dengan ditemukannya mesin uap di Inggris dan secara sosial muncul revolusi Bastile di Prancis, ternyata human material yang kemudian berkembang lewat bungkus liberalisme dan kapitalisme merampas sekaligus menyejukkan peradaban di seantero dunia.

Ukuran paling mutlak atas gugusan itu direfleksikan oleh bersebadannya peradaban Timur yang dibungkus norma-norma dan dogma agama dengan human material yang membawa segudang risiko. Di sinilah kemudian peradaban Timur mengalami benturan meski kemudian lewat ornamen baru yang menyulut nasionalisme kenyataannya tidak lahir kekuatan rasionalitas bagi bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Banyak aspek yang menggoda meski bangsa-bangsa di Asia tetap ingin melawannya melalui kebersamaan lewat pembentukan Nonblok. Namun, melalui kacamata budaya, justru tidak terlihat kekuatan baru yang antisipatif bagi masyarakat di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Indikasi ini terlihat dari semakin bangkrut dan langkanya nilai-nilai bangsa-bangsa tersebut, dus justru mereka terbelenggu dalam raksonomi kebudayaan yang tidak menjanjikan bagi kemajuan bangsanya. Ini ditandai oleh larutnya para pemimpin di Asia, Afrika, dan Amerika Latin ke arah autoritarianisme.

Spektrum kebudayaan membawa langgamnya sendiri-sendiri, umumnya mereka (bangsa-bangsa dimaksud) lebih banyak memelintir kebudayaan dan agama (spritualitas)-nya sendiri agar bisa menikmati hilir mudiknya human material yang bermuara pada kapitalisme dan liberalisme. Inilah musibah terbesar pada dasawarsa 60-an meski jauh sebelumnya tokoh pergerakan versus tokoh kebudayaan telah mencuatkan polemik kebudayaan antara ST Takdir dan ST Syahrir.

Kematangan bangsa-bangsa di Timur lebih ditentukan oleh penetrasi Barat, mulai dari kesusasteraan, pergerakan kebudayaan, semangat kemanusiaan, dan berbagai bentuk realitas sosial. Sehingga, yang terlihat pada bangsa-bangsa yang baru merdeka ini (ketika itu) adalah kultur politik dan kebangsaan yang tanpa bentuk, sampai kemudian lahir Pan Islamisme, suatu kekuatan Islam dari poros welanschungnya wahabian (way of live).

Maka, masyarakat di Timur pun kemudian menampilkan bentuk ganda dari sisi moral. Di satu sisi, melaju dengan norma dan dogma spiritualitas. Di sisi yang lain, menampilkan sekularisme dengan berbagai pola perilaku yang cenderung menjauhi norma-norma spiritualitas ketimuran, kalau tidak mau mengatakannya keluar dari rancang bangun keagamaan. Moralitas ganda ini bergulir terus, dahulu-mendahului antara sekularisme dan fundamentalisme (puritanisme). Ironinya, tidak tampak siapa yang di depan dan siapa yang di belakang karena dalam kejar-kejaran tersebut keduanya menjadi kabur tanpa bentuk.

Pada situasi seperti ini masyarakat dunia ketiga ditekuk-tekuk oleh rasionalitas di satu pihak dan secara gradual di tengah reduksi akibat terganjal (terjebak), yang kemudian terjadi keberanian semu (figh pseudo ini dapat dilihat pada pemikiran Herman Kahn, Gronoboum, dan turunannya), Nurcholis Madjid (1999), menyebut pseudo society (masyarakat semu). Derap langkah masyarakat semu biasanya ditandai dengan penjungkirbalikan fakta-fakta keluhuran sejarahnya sendiri alias ahistoris.

Sebagaimana kita pahami, masyarakat ahistoris selalu bergayut pada variabel ketidakpastian terhadap keyakinan spiritualitasnya, terkadang memunculkan rasa percaya diri yang berkelebihan. Dalam arti, sangat sensitif terhadap nilai-nilai lain. Terkadang ia memberi gincu dan fatwa terhadap hal-hal yang muskil, sehingga terkesan memaksakan. Yang kerap ditampilkan oleh masyarakat semacam ini adalah terlalu mengidolakan leluhur walaupun leluhur itu menyimpang dari nilai spiritual sekalipun, yang pada gilirannya menggeser setting sosial dan mencerabut akar budayanya sendiri.

Sampai di sini muncullah apa yang disebut oleh Grounoboum, seorang orientalis terkemuka, bahwa ruang lingkup komunitas ketimuran masyarakat Asia, Afrika, dan Amerika Latin perlahan tapi pasti terpotong-potong oleh pergeseran spiritualitasnya yang secara simultan pula mengamputasi kebudayaan. Pada titik ini, etika, moralitas agama, dan tradisi telah benar-benar tenggelam dalam lautan kapitalisme dan liberalisme yang dinakhodai (didayung) oleh binatang human material tadi.

Kini spiritualitas dari Maroko sampai Merauke telah hanyut dalam siklus wilayah “abu abu”. Bangsa-bangsa di Asia tidak mampu mengungguli dirinya di antara satu sama lain, semisal China, India, dan beberapa negara di Amerika Latin yang telah jauh meninggalkan bangsa Asia Timur Jauh. Dalam langgam dan panggung realitas human material itu, Indonesia tergolek dalam pusaran masyarakat global, bahkan hampir pasti berkutat di persimpangan jalan.

Kendati poros baru yang dibuka oleh G20, kenyataannya hanya politisasi ekonomi yang semakin menguatkan oligopoli (di dunia Barat) di satu pihak dan oligarki (di dunia Timur) di pihak lain. Itulah sebabnya, mimpi kita tentang the return of religion (kebangkitan agama), bak agamawan yang ngelindur di siang hari, tentu kita tidak rela melihat pukulan berat ini meski kita dipaksa untuk rela. Barangkali, benar adanya ketika raja-raja Mataram klasik menerjemahkan kualitas keagamaan lewat sofistikasi ornamen semacam stupa dan candi. Di sinilah kidung keagamaan itu terlantunkan dalam masyarakat dan mereka pun membangun spiritualitas dengan lirik moralitas. Bersamaan dengan itu pula mampu menggaet seluruh nilai-nilai luhur yang ada.

Dalam bahasa yang lain, terampasnya spritualitas dalam genggaman human material sesungguhnya telah kita duga jauh-jauh sebelumnya. Misalnya, kita bisa belajar dari rentetan sejarah panjang Nusantara, mulai dari Sriwijaya, Majapahit, dan Neo Mataram. Bahkan, era pergerakan, sebagaimana telah disinggung di muka, merupakan ruas terpenting dari pokok akar permasalahan spiritual itu. Kita memang tidak boleh menyalahkan hipokrisi partai-partai (Islam, minus Masyumi) di era Bung Karno, terfusinya partai di era Soeharto dan terkekehnya partai di era reformasi. Inilah zaman jagad raya yang tak jelas juntrungannya antara mikrokosmos dan makrokosmos.

Anak-anak bangsa telah dijilat oleh panasnya api liberalisasi. Moralitas ganda juga menjungkirbalikkan kekuatan spiritualitas yang ritual ansich. Lalu, bagaimanakah kita memaknai Indonesia dalam siklus keberantakan moral semacam ini? Sulit memang. Sulit karena kita berlabuh dalam dua kutub yang berbeda. Kutub pertama, kita mendayung di antara dua karang (meminjam istilah Dawam Raharjo). Sementara kutub kedua, kita berasyik masyuk dengan paham-paham yang kosakatanya tidak bermakna.

Pada titik inilah agak sulit untuk kita mempersatukan antara Timur dan Barat di tengah kebudayaan global yang akarnya human material. Satu-satunya upaya yang harus kita antisipasi adalah mencari garis batas baru, yakni bagaimana membangun keilmuan semesta (rakyat ditransformasikan semangat pedagogis). Juga kalau mungkin, kepercayaan kita terhadap kebudayaan adalah transformasi langsung untuk menghidupkan budi pekerti. Ini berarti rasionalitas kita yang kini diremas habis oleh audio visual lewat budaya cangkem (sinetron dan berbagai tetek bengek nyinyir lainnya) harus benar-benar dipenggal keberadaannya.

*) Peneliti INCISS dan Staf Ahli MAHAR Foundation

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar