Sabtu, 07 Maret 2009

Dunia Kepengarangan, Sarana Membangun Pribadi dan Tamadun

Samson Rambah Pasir
http://www.riaupos.com/

Diskusi bertajuk “Shafirasalja” yang ditaja Dewan Kesenian Riau (DKR) pada 21 Februari lalu, merupakan ‘kicau’ perdana DKR yang diterajui Eddy Ahmad RM di aula barunya di Kompleks Bandar Serai. Bahkan, sebagaimana dikatakan Griven Saputera, Plt Sekum DKR, helat ini merupakan ‘pembuka lawang’ kegiatan di tahun 2009, dengan menghadirkan pembicara UU Hamidy, seorang budayawan terbilang di ranah Lancang Kuning, serta Shamsudin Othman, Ahmad Razali dan SM Zakir, ketiganya dari Tanah Semenanjung, Malaysia. Sedangkan saya ditugasi sebagai moderator – dalam praktiknya lebih jadi tukang sorak, sebagaimana diharapkan Dr Yusmar Yusuf.

Walau helat tersebut sudah berlalu, saya tetap berkeinginan membuat semacam “catatan yang tak terungkai tuntas” dalam perbincangan tersebut lantaran terbatasnya waktu, sehingga catatan yang “tersimpan” itu saya dedahkan di sini – dan tetap jualah bernada tukang sorak agar faedah diskusi juga dapat tersampaikan ke pembaca yang tak sempat menyertai dialog tersebut.

Wacana “Potret Kecil Dunia Pengarang di Riau” yang dikupas UU Hamidy dengan apik dan mendapat respon sangat antusias dari para peserta yang utamanya adalah seniman dan para guru, sepertinya sebuah tema menarik tapi terhukum oleh waktu untuk diselami lebih dalam. Mengapa tidak! Para seniman-penulis yang merupakan pelaku utama dalam dunia kepengarangan serta para guru yang merupakan “pembentuk” calon-calon pengarang masa depan melalui pendidikan formal di sekolah, sepertinya tak “terkenyangkan” dari rasa lapar, pun UU Hamidy dengan gayanya yang khas –bahkan terkadang menjadi ‘teroris’ – menghasut para peserta untuk menekuni dunia kepengarangan sebagai sebuah panggilan jiwa dan upaya membangun pribadi.

“Dunia kepengarangan adalah panggilan jiwa, bahkan sarana membangun pribadi. Pada akhirnya membuahkan popularitas dan materi, itu hanyalah persoalan akibat, bukan tujuan,” tegas Hamidy.

Bila kita menoleh ke masa lalu, profesi guru selalu identik dengan kepengarangan. Sebut saja Soeman Hs, Mansyur Samin, Selasih dan sebagainya. Bahkan, berkembangnya sastra Melayu sebagai cikal-bakal sastra Indonesia, mayoritas ditulis oleh pengarang yang juga berprofesi sebagai guru. Pertanyaannya, mengapa guru-guru di sekolah formal sekarang relatif “gagal” melahirkan pengarang? Bahkan, mengapa guru sekarang sangat sedikit yang bisa mengarang? Saya kira, benang merah inilah yang belum sempat dirunut tuntas karena terbatasnya waktu, padahal momentum diskusi ini sangat tepat untuk menemukan jawaban itu.

Benang merah yang sempat dikupas cukup mendalam oleh para pembicara, terutama oleh UU Hamidy dan sedikit oleh Shamsuddin Othman, seorang penulis muda produktif dan satu dari sedikit penulis Malaysia yang agak “berani” dan cerdas, adalah fungsi sastra dalam masyarakat.

Faedah Sastra

Dua kutub yang selalu menjadi berdebatan dalam kesastraan adalah: sastra untuk sastra dan atau sastra untuk masyarakat. Baik Hamidy maupun Shamsudin, bersepakat, sastra hendaklah “berfaedah” bagi masyarakat. Bahkan, dengan penuh “emosi” Hamidy mengharuskan sebuah karya sastra memiliki “magnet sipiritual”, sebagaimana “magisnya” medan megnet Hikayat Perang Sabil yang ditulis Sik Pantikulu memacu jihad masyarakat Aceh menentang penjajahan Belanda tempo dulu. Demikian juga “digdaya” Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji sebagai tuntunan moral masyarakat sepanjang zaman.

“Mengapa karya sastra sekarang kurang daya magnetnya, ya karena tidak ditulis untuk pembangun pribadi, baik untuk penulisnya sendiri maupun untuk kalangan pembaca. Penulis sekarang menulis lebih untuk popularitas dan materi!” sindir UU Hamidy yang telah menulis lebih dari 50 judul buku kebudayaan itu.

Pikiran Hamidy tampaknya sejalan dengan pendapat Braginsky, bahwa sastra Melayu dalam fase perkembangannya mengemban tugas dalam kebudayaan yaitu “berfaedah”, selain disyaratkan memiliki kesempurnaan dan keindahan. Faedah saja tidaklah cukup apabila sesebuah karya tidak sempurna dan indah. Dan “faedah” itulah sebenarnya “misi” pengarang, namun mesti dikemas secara sempurna dan indah.

Selain para guru, tradisi kepengarangan di Riau pernah pula dijayakan oleh para ulama dan kalangan istana atau kaum kerajaan. Bahkan perkumpulan-perkumpulan pengarang dari kalangan ulama dan istana sangat memberi andil dalam perlawanan kepada para penjajah. Tapi mengapa ulama sekarang sangat sedikit yang mengarang karya sastra? Pertanyaan ini barangkali dapat menjawab kegelisahan Hamidy yang merasa kurangnya daya magnet karya sastra kontemporer membangun pribadi, terutama yang berkait-kelindan dengan spiritualitas Islam.

Di sisi lain, perlawanan Riau terhadap kesewenang-wenangan pemerintah pusat pada suatu masa sebelum diberlakukannya otonomi daerah, bukan disuarakan oleh para politisi maupun ekonom, tetapi oleh para sastrawan dan budayawan melalui karya-karyanya. Dan menurut Hamidy, ini juga “fungsi” sastra yang tak boleh diabaikan. Contoh yang paling pas adalah puisi Ediruslan Pe Amanriza bertajuk “Berpisah Jua Kita Akhirnya, Jakarta”.

Guru Kurang Gaul?

Di luar bingkai kepengarangan, dan meluas dalam konteks pengajaran kebudayaan Melayu di sekolah, para peserta diskusi dari kalangan guru banyak yang merisaukan tidak menemukan materi penunjang bahan ajar yang berkaitan dengan kebudayaan Melayu. Padahal, seorang UU Hamidy saja telah menulis lebih dari 50 judul buku kebudayaan, juga Tenas Effendi, Yusmar Yusuf, dll! Lalu, mengapa para guru di Riau –bahkan di Pekanbaru— merasa kekurangan buku bacaan tentang kebudayaan Melayu?

Apakah buku-buku yang ditulis budayawan Melayu Riau tidak menyebar merata ke tengah masyarakat dan hanya menjadi bacaan elitis kalangan seniman dan budayawan sahaja, atau para guru tersebut “kurang gaul” sehingga tak menemukan buku-buku penunjang yang mereka perlukan?

Sebagai seorang pembaca, bahkan ketika masih seorang guru pun, saya merasa tidaklah susah benar mencari buku-buku kebudayaan karya para budayawan Melayu Riau. Saya kira, keluhan para guru dalam hal ini lantaran “kurang gaul” tadi. Para guru kita “termanjakan” dengan buku yang didatangkan secara proyek ke sekolah, dan tidak mau mencari di luar pustaka sekolahnya yang terbatas itu atau bergaul dengan kalangan pengarang, seniman dan budayawan di Riau.

Artinya, jangan berharap banyak dari guru-guru seperti ini untuk mengarang! Apalagi menghasilkan calon pengarang dari kalangan siswanya!

“Kemanjaan” lain dari kalangan guru kita, paling tidak yang diindikasikan dari diskusi tersebut, adalah tidak adanya inisiatif mencari bahan penunjang pelajaran kebudayaan Melayu. Misalnya, ada seorang peserta yang bertanya di mana dia harus mendapatkan contoh syair kapal, selendang delima, bahkan koba dll dalam bentuk rekaman (kaset atau CD), untuk kemudian akan dia ajarkan kepada para siswanya sebagai penunjang pelajaran muatan lokal kebudayaan Melayu. Pertanyaan seperti ini saya rasakan sangat umum, tidak hanya di Pekanbaru, termasuk dalam beberapa diskusi atau seminar yang saya ikuti di Kepulauan Riau, para guru yang mengajarkan kesenian selalu mengeluhkan materi penunjang pelajaran muatan lokal kebudayaan Melayu dalam bentuk “siap pakai”.

Usut punya usut, ternyata keluhan jujur seperti ini umumnya dilontarkan oleh para guru lulusan bukan Riau atau Kepulauan Riau namun bertugas di sini, dan tidak pula berkecimpung dan bertungkus-lumus dalam aktivitas kebudayaan di Bumi Lancang Kuning ini yang demikian semarak dan rancak. Semestinya, para guru tersebut dapat menimba ilmu dan menemukan sendiri materi penunjang pengajarannya melalui turut terjun dalam kancah aktivitas kebudayaan yang selalu dilaksanakan di Riau, khasnya Pekanbaru.

Paling tidak, demikianlah “potret” masa depan kebudayaan Melayu di sekolah-sekolah yang diajarkan oleh para guru yang tidak “dilahirkan” oleh kebudayaan Melayu itu sendiri. Diskusi-diskusi kebudayaan seperti yang ditaja DKR dengan melibatkan para guru, tidak hanya para seniman, saya kira senantiasa perlu terus digelorakan, sehingga para guru kita yang terkondisikan “kurang gaul”, mendapat halaman “bermain’ baru yaitu arena diskusi yang dapat memacu mereka pada dua hal, yaitu menjadi guru-pengarang sekaligus dapat melahirkan para siswa-pengarang. Sehingga harapan besar UU Hamidy dapat terwujud, yaitu membentuk kader-kader pengarang yang bermatlamat membangun pribadi, sekaligus membina masyarakat bertamadun melalui karya-karya kreatif.***

*) Sastrawan, bermastautin di Batam.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar