Senin, 01 Desember 2008

Bidadari dari Desa

Aba Mardjani
http://www.kompas.com/

BAGI Ratri, langit di Cibaresah selama sebulan ini selalu saja biru. Bagi gadis kecil itu, langit di Cibaresah adalah padang angkasa luas tempat karnaval awan-awan yang tak pernah jemu dinikmatinya setiap hari. Gumpalan kapas yang putihnya amat kemilau itu seakan tak pernah bosan memamerkan segala keindahannya yang mengagumkan. Langit Cibaresah seakan tak pernah memperlihatkan kepekatannya. Kalaupun langit itu menangis, air matanya selalu luruh di malam hari saat seluruh warga dibuai lelap.

Itu pun berupa tempias halus atau gerimis. Seingat Ratri, sejak bulan lalu, tak pernah ada hujan lebat di kampungnya. Langit seolah telah kehabisan airnya. Sama seperti Ratri yang tak mampu lagi mengalirkan air mata di kala ia menangis di malam yang sepi dalam dekapan dingin kampungnya.

Sebulan lalu kebahagiaan gadis berusia 7 tahun itu direnggut alam yang seolah murka. Bapak dan emak serta Giwo kakaknya pergi untuk selama-lamanya bersama luruhnya lereng bukit akibat pohon-pohon ditebangi warga secara serampangan. Sejak itu, tak ada lagi tempat bagi Ratri untuk mengadu dan berkeluh kesah.

Tak ada bapaknya yang selalu pulang dari kebun dengan seikat jagung muda di tangannya. Tak ada lagi ibu, wanita yang tak pernah kehabisan dongeng-dongeng indah atau terkadang lucu menggelikan. Dongeng-dongeng yang selalu dirindukan Ratri saat waktu tidur tiba. Tak ada lagi Giwo yang selalu berada di depannya bila ia disakiti teman bermainnya, laki-laki atau perempuan.

Ratri ingat sekali peristiwa setelah magrib kelabu itu. Ia tengah belajar mengaji di sebuah rumah tak jauh dari rumahnya. Sendirian karena Giwo membandel ketika disuruh ibunya pergi mengaji bersama Ratri. Ia bilang mau menyusul belakangan. Tiba-tiba ia dikagetkan oleh suara gemuruh. Lalu orang-orang berlarian menuju lokasi rumahnya yang telah tertimbun tanah longsor. Mereka berupaya menolong. Sebisanya. Dengan peralatan seadanya. Sambil terus berdoa dan berharap semoga orang-orang yang tertimbun tanah yang menggunung itu bisa diselamatkan.

Tapi bapak dan emak serta kakaknya tak lagi terselamatkan. Ratri menangis sekerasnya. Menjerit sekencangnya. Membelah kegelapan Cibaresah. Ia berharap orang-orang yang dicintainya terbangun mendengar lengkingan tangisnya. Ia berharap orang-orang yang selama ini menyayangi dan melindunginya bukanlah jasad-jasad yang kini terbujur kaku.

Tak ada yang bisa mencegah ketika Ratri kemudian menghabiskan hari-harinya di pekuburan bapak, emak, serta Giwo kakaknya. Di sana ia menemukan dunia baru. Dunia yang damai dalam terpaan angin lembut di bawah payung rindangnya pepohonan. Di sana ia bisa bermain masak-masakan sembari berceloteh sendirian. Tanpa rasa lelah dan bosan. Di sana ia kadang-kadang bermain boneka-bonekaan terbuat dari gumpalan kain bekas sembari sesekali cekikikan. Berada di antara pekuburan keluarganya Ratri tak lagi merasa sendirian.

Untuk makan Ratri tak pernah pusing. Setiap hari selalu ada warga yang membawakannya makanan. Apa saja. Dan Ratri memakan semua yang disuguhkan. Untuk tidur di malam hari pun Ratri tak pernah risau. Ia bisa membuang lelahnya dan kemudian lelap di mana ia suka tanpa ada yang tega melarang. Setiap balai-balai terbuat dari bambu yang ada di hampir semua teras rumah penduduk adalah tempat yang nyaman baginya. Dan, begitu kokok ayam jantan terdengar ditingkahi suara cerewet burung-burung prenjak yang kelaparan, ia membuka matanya.

Sama seperti pagi ini, ketika ia membuka matanya di balai-balai Pak Somad yang letaknya tak seberapa jauh dari kompleks pekuburan wakaf itu. Laki-laki setengah tua itu membelai rambut Ratri yang kusut karena tak pernah kena air dan disisir. Sepiring singkong rebus sudah tersedia di sampingnya. Aroma sedapnya membuat caping hidung Ratri kembang kempis.
"Ayo makan. Perutmu pasti kosong, Rat."

Pak Somad adalah tukang bersih-bersih kuburan yang setiap hari, tanpa diminta, dan tanpa bayaran, menjaga serta mengawasi Ratri. Ia yang selalu mengingatkan Ratri untuk beristirahat dari bermain bila matahari telah tergelincir dan sinarnya tumpah di pekuburan orangtuanya. Sesekali Ratri menurut. Sesekali ia seperti sama sekali tak mendengar suara Pak Somad dan terus bermain sampai matahari benar-benar menyelinap di balik perbukitan.

"Sudah hampir sebulan kamu begini, Rat," Pak Somad seolah bergumam. "Sayang sekali kamu tak mau diambil sebagai anak oleh Pak Jaya yang kaya raya itu."

Ratri terus menyantap singkong mentega berwarna gading itu. Matanya terus menatap pekuburan ketiga anggota keluarganya.
"Oya, hari ini Pak Somad dengar orang-orang kota yang sedang membuat film seram yang nantinya mau dimasukkan ke televisi itu akan datang lagi. Ini hari yang terakhir. Bagaimana menurutmu, Rat?"

Ratri tak menjawab. Terus mengunyah singkong. Diam-diam Pak Somad mengamati wajah gadis kecil di hadapannya itu. Diam-diam ia mengagumi garis kecantikan pada wajah bocah itu. Andaikan ia hidup bersama orang berharta dan berkecukupan, Pak Somad membatin, tentulah Ratri bakal terlihat amat cantik. Sayang ia tak bisa dibujuk untuk menuruti keinginan Pak Jaya, begitu Pak Somad mengenalnya, yang siap membawa Ratri ke kota jika ia bersedia. Pak Jaya adalah salah satu pemain film yang sangat ramah dengan para penduduk setempat.

Sekitar pukul sembilan pagi serombongan orang dengan pakaian serba indah datang lagi ke kompleks pekuburan wakaf itu. Seperti juga kemarin, kini pun para wanita-wanita jelitanya datang dengan wajah bening seperti tanpa bekas noda. Senyum mereka sumringah. Tak ada yang jelek di mata Pak Somad membuatnya tak mampu berkedip.

Yang mengherankan Pak Somad, hari ini tiba-tiba Ratri jadi berubah begitu ceria. Ia tanpa ragu-ragu mengungkap kekagumannya pada kecantikan wanita-wanita itu.

"Mereka cantik sekali. Wajah mereka bening. Kayak bidadari," katanya di telinga Pak Somad membuat Pak Somad terperangah. Belum pernah ia melihat Ratri seceria itu.
"Saya pun ingin seperti mereka."

Pak Somad agak terkejut. Dipandanginya wajah gadis itu. Wajah yang polos dengan gurat-gurat kecantikannya yang tak terawat. "Ratri bisa seperti mereka kalau Ratri mau," katanya dengan hati-hati. Ia masih menerka-nerka isi hati Ratri. "Bukankah sudah saya katakan bahwa Pak Jaya ingin mengambilmu sebagai anak? Kamu tinggal bilang ya, maka semuanya akan beres."

Tanpa diduga, Ratri mengangguk pelan membuat Pak Somad berjingkrak gembira. Saat itu juga jauh di lubuk hatinya melintas bayangan seorang bidadari cantik dari desa Cibaresah bernama Ratri yang kemudian menjadi terkenal. Agak tergopoh-gopoh ia kemudian menemui Pak Jaya. Laki-laki simpatik itu tengah istirahat di bawah pohon.

"Apa saya tak salah dengar?" laki-laki dengan kumis tebal itu memandangi wajah Pak Somad.
"Kalau benar begitu, besok saya jemput. Pak Somad bisa membantu Ratri membereskan segala sesuatunya."
***

Malam itu Ratri duduk sendirian di gubuk Pak Somad. Seperti malam-malam sebelumnya, malam itu pun langit memamerkan kebiruannya. Awan-awan putih yang bergumpal bagai cendawan berjalan beriringan.

Pada diamnya melintas kembali dalam benak Ratri tentang para bidadari yang tadi siang tampil untuk terakhir kalinya di desanya. Orang-orang menyebut bidadari-bidadari itu bintang film. Ia kemudian tersenyum. Terbayang wajah Pak Jaya, laki-laki yang sangat baik yang ingin membawanya ke kota.

Pelan-pelan Ratri lalu melangkah menuju pekuburan tempat ayah dan ibunya serta Giwo kakaknya berbaring. Di sana air matanya meleleh.

"Maafkan aku, emak, bapak, dan kak Giwo," suara Ratri pelan. "Besok aku akan pergi ke kota. Tapi, aku berjanji akan selalu datang menjenguk emak, bapak, dan kak Giwo."

Sepi menyungkup. Ratri menarik napas. "Malam ini, aku akan tidur di sini. Aku ingin minum dan mandi embun bersama bunda, bapak, dan kak Giwo."

Ratri merebahkan tubuhnya di sela-sela ketiga makam itu. Tanpa alas apa-apa. Dalam telentang ia pandangi birunya langit dan putihnya awan. Udara dingin membuat tubuhnya agak menggigil. Tapi Ratri tak peduli. Untuk terakhir kali sebelum meninggalkan Cibaresah, ia ingin betul-betul berada di dekat orang-orang yang dicintainya. Ia tak ingin meninggalkan mereka begitu saja. Beberapa saat kemudian, ketika embun bening mulai turun, mata Ratri pun terpejam.
***

Di pagi buta keesokan harinya Pak Somad menangis sekeras-kerasnya sambil memeluk Ratri. Tubuh itu telah lunglai. Di mata Pak Somad seluruh tubuh Ratri tampak begitu bening. Belum pernah ia melihat Ratri sebening itu. Ia bahkan lebih bening dibandingkan para bintang film yang kemarin berdatangan ke pemakaman itu. Ratri benar-benar telah menjelma menjadi seorang bidadari.

September 2005/Oktober 2008

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar