Senin, 20 September 2010

Surat Bunga dari Ubud: Putu dan ”Sejarah yang Terserpih”

Sihar Ramses Simatupang
http://www.sinarharapan.co.id/

Persimpangan sejarah yang membuat generasi itu mampu membuat kisah lebih bermakna, energi yang memadai bila diangkat ke dalam karya. Demikian lontaran pendapat sastrawan Martin Aleida. Pendapat yang boleh diragukan oleh generasi masa kini. Kendati, pendapat Martin itu penting untuk dipertimbangkan saat membaca karya Putu Oka Sukanta.

Begitu pun sejarah tentang biografi di sebuah rezim di tengah prahara politik di Indonesia, hingga sekarang menjadi kemelut, menjadi kontroversi, bahkan mampu memperlambat dan memacetkan proses hukum yang sedang dijalankan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) maupun atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK): korban 1965 yang pembelaannya masih menimbulkan pro-kontra dari setiap lapisan politik masa kini.

Sejarah yang gamang, sejarah yang rawan.
Perasaan semacam itu tertangkap di buku Surat Bunga dari Ubud (Penerbit Koekoesan, 2008) yang diluncurkan di Goethe Institut Jl Sam Ratulangi 9-15 Jakarta, Jumat (7/11) malam, didukung oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Institut for Global Justice (IGJ), Penerbit Koekoesan, Kelompok Insan Pemerhati Seni (KIPAS), Meja Budaya dan Goethe Institut.

Ada fenomena yang berbeda antara teks cerpen dan puisi. Cerpen cenderung berupa dunia imaji yang rapi dan penuh siasat untuk melepaskan diri dari personalitas penulisnya. Di dalam puisi, terendus jejak biografi sekaligus perasaan si senimannya.

Karena itu, tak tepat bila membaca puisi penulis kelahiran Singaraja, Bali, 1939 yang pernah mendekam di penjara politik Salemba dan Tangerang sejak 1966 hingga 1976 ini, hanya diarahkan kepada fenomena diksi, tipologi dan tanda-tanda baca lainnya di dalam karya.

Di karya penyair yang sebelumnya pernah menulis kumpulan puisi Selat Bali (1982), Tembang Jalak Bali (1986), Salam (1986), Tembok-Matahari Berlin (1990) itu, terseliplah cinta personalnya tentang keluarga, ”rantai cinta” di masa lalu, genetik Bali seorang Putu Oka Sukanta, lengkap dengan spiritualitas ”manusia Pulau Dewata” di Nusantara.

Sepuluh tahun, tentu begitu mengerikannya, sebuah ruang terali sempit yang tanpa kebebasan fisik dan ketidakpastian masa depan – diganduli belenggu pemikiran dan belenggu karya di atas riwayat hidupnya.

Tak hanya itu, dalam kebebasan pun, hingga tahun 1998 bahkan sekarang, stigma itu terus berlangsung, mempermainkan riwayat tiap orang yang pernah terlibat dan terkalahkan oleh prahara sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan hukum di masa menyedihkan itu. Kendati bersalah pun, tak ada pengadilan dan hukum yang memadai untuk mengantarkan mereka dalam pesakitan panjangnya. Bahkan, khalayak awam seperti petani dan ”kalangan lugu”, harus ikut menderita dalam stigma prahara politik tahun 1960-an.

Ada sejarah yang berjalan di atas muka bumi, yang ikut mempermainkan seorang Putu Oka Sukanta. Tubuh yang menua, pengalaman hidup yang mendera, dunia yang terus berubah. Sama seperti menyaksikan sastrawan Sitor Situmorang, Martin Aleida, mendiang Pramoedya Ananta Toer atau seniman rupa Agustin Sibarani, mereka adalah “mata masa lalu” yang sempat melihat kekinian zaman yang terus bergerak. Aktivis Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) hingga aktivis Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) ikut dirobohkan dan dihancurkan dalam sejarah itu.

Seorang mantan tapol akhirnya memperhatikan dunia yang berubah wajah, dunia yang kini berada di tengah sistem industri liberal, pasar bebas. Negaranya kini masih menjadi negara berkembang yang mengklaim diri tekun dengan spiritualitas Asia – penuh dengan harmoni, namun sekaligus juga dimainkan oleh “spiritualitas” baru: televisi kabel, generasi MTV (music television, sebuah program televisi internasional), plus globalisasi yang membelit. Sekaligus juga krisis ekonomi dan rasa kebangsaan yang diserpih…
***

Amatlah unik bila dipasang asumsi bahwa penyair yang pernah tersisih dalam sejarah rezim tiran Orde Baru, umumnya tetap menggali kenangan dan rasa rindu dendam pada tanah air di dalam puisinya.

Tanah rantau tetap sulit menjadi tanah air pertama, tanah rantau kerap dijadikan tanah yang kedua. Mereka masih kerap membandingkan antara Amerika, Eropa dengan rasa kangen tanah air.

Itu dapat saja terjadi, baik pada sastrawan eksil, ataupun sastrawan yang mendapat ganjaran hukum beberapa tahun dari tiran Orde Baru dan sekeluar dari penjara baru dapat merasakan hawa kebebasan di paru-parunya.
Umumnya, mereka tetap menggali kenangan, rasa rindu dendam pada tanah air. Sekali pun hanya singgah atau bahkan menetap di negeri orang.

Putu Oka Sukanta memang bukan sastrawan eksil secara fisik – kendati dia ”eksil, pernah tersingkir dari sebuah sejarah biografi dan karya”. Putu kembali tinggal dan bekerja di negeri ini. Setelah mewarisi keahlian Dokter Lee, dia pun bekerja di bidang konsultasi akupunktur di rumah praktiknya yang terletak di sebuah gang kota Jakarta. ”Hidup saya justru dari sini, Bung,” ujarnya pada penulis, saat bertandang ke tempatnya berpraktik.

Putu, juga diundang ke beberapa negara di Asia, Eropa, Amerika dan Australia untuk mempresentasikan tulisannya. Di semua puisi yang ber-titimangsa (keterangan latar tempat dan waktu) negeri lain itu, Putu ternyata tak henti membandingkan dengan kecintaan dan kerinduan pada tanah airnya.

Bacalah puisi berjudul ”Stockholm”, dengan titimangsa pembuatan karya di Huddingen-Amsterdam, November 2000, Putu menggubah larik puisinya. Mantel tebal dengan bahasa Jawa di Huddingen Swedia mengingatkannya pada masa lalu di Pendopo Taman Siswa:

jelas ini bukan di pendopo taman siswa
orang-orangnya bermantel tebal berbahasa jawa
di sebuah gedung di huddingen swedia
tapak kaki di langit hujan bertanya

Juga pada puisinya yang lain, kali ini, melalui pikiran dan kenangan Putu, tanah leluhurnya pun tiba-tiba saja ”hinggap” di Ithaca. Antara Bali dan Amerika. Amboi, betapa jauhnya perbandingan dua alam berbeda benua disajikannya dalam santapan puitik!

pantai Bali di Ithaca
naik jukung bertiga
menggali sumur peradaban semesta
tak kan kering ditimba pengarang dunia

(”Pantai Bali Ithaca”, halaman 40)
***

Namun, manakah yang lebih kuat, perasaan yang terkait dunia sosial Putu, terutama dalam konteks kebangsaan, dibandingkan keterpesonaan si penyair dengan alam semesta termasuk matahari, Pulau Bali atau keindahan alam mancanegara?

Putu bisa memunculkan satir perjalanan berbangsa sekaligus pesona alam. Kendati saat melukiskan alam dalam sajak, kerinduannya sebagai manusia, sebagai manusia Bali yang religius, kepada Sang Pencipta di karyanya, Putu terasa lebih mampu mengendalikan olah bahasa ketimbang tema-tema puisinya yang bernuansa politis.

Untuk politik, terkadang Putu sangat verbal, puisinya bisa menjadi begitu ”terang”, sayangnya dalam terang, banyak sisi lain yang bisa terlupakan, entah segi bunyi ataupun permainan metafora. Putu berada di persimpangan itu, puisi yang simbolik, dengan bahasa verbal untuk menyiratkan keadaan. Demikianlah dia kini, berada di antara sejarah kekinian, dengan cara pandang ”mata masa lalu” yang masih dia miliki.

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar