Sihar Ramses Simatupang
http://www.sinarharapan.co.id/
Persimpangan sejarah yang membuat generasi itu mampu membuat kisah lebih bermakna, energi yang memadai bila diangkat ke dalam karya. Demikian lontaran pendapat sastrawan Martin Aleida. Pendapat yang boleh diragukan oleh generasi masa kini. Kendati, pendapat Martin itu penting untuk dipertimbangkan saat membaca karya Putu Oka Sukanta.
Begitu pun sejarah tentang biografi di sebuah rezim di tengah prahara politik di Indonesia, hingga sekarang menjadi kemelut, menjadi kontroversi, bahkan mampu memperlambat dan memacetkan proses hukum yang sedang dijalankan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) maupun atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK): korban 1965 yang pembelaannya masih menimbulkan pro-kontra dari setiap lapisan politik masa kini.
Sejarah yang gamang, sejarah yang rawan.
Perasaan semacam itu tertangkap di buku Surat Bunga dari Ubud (Penerbit Koekoesan, 2008) yang diluncurkan di Goethe Institut Jl Sam Ratulangi 9-15 Jakarta, Jumat (7/11) malam, didukung oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Institut for Global Justice (IGJ), Penerbit Koekoesan, Kelompok Insan Pemerhati Seni (KIPAS), Meja Budaya dan Goethe Institut.
Ada fenomena yang berbeda antara teks cerpen dan puisi. Cerpen cenderung berupa dunia imaji yang rapi dan penuh siasat untuk melepaskan diri dari personalitas penulisnya. Di dalam puisi, terendus jejak biografi sekaligus perasaan si senimannya.
Karena itu, tak tepat bila membaca puisi penulis kelahiran Singaraja, Bali, 1939 yang pernah mendekam di penjara politik Salemba dan Tangerang sejak 1966 hingga 1976 ini, hanya diarahkan kepada fenomena diksi, tipologi dan tanda-tanda baca lainnya di dalam karya.
Di karya penyair yang sebelumnya pernah menulis kumpulan puisi Selat Bali (1982), Tembang Jalak Bali (1986), Salam (1986), Tembok-Matahari Berlin (1990) itu, terseliplah cinta personalnya tentang keluarga, ”rantai cinta” di masa lalu, genetik Bali seorang Putu Oka Sukanta, lengkap dengan spiritualitas ”manusia Pulau Dewata” di Nusantara.
Sepuluh tahun, tentu begitu mengerikannya, sebuah ruang terali sempit yang tanpa kebebasan fisik dan ketidakpastian masa depan – diganduli belenggu pemikiran dan belenggu karya di atas riwayat hidupnya.
Tak hanya itu, dalam kebebasan pun, hingga tahun 1998 bahkan sekarang, stigma itu terus berlangsung, mempermainkan riwayat tiap orang yang pernah terlibat dan terkalahkan oleh prahara sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan hukum di masa menyedihkan itu. Kendati bersalah pun, tak ada pengadilan dan hukum yang memadai untuk mengantarkan mereka dalam pesakitan panjangnya. Bahkan, khalayak awam seperti petani dan ”kalangan lugu”, harus ikut menderita dalam stigma prahara politik tahun 1960-an.
Ada sejarah yang berjalan di atas muka bumi, yang ikut mempermainkan seorang Putu Oka Sukanta. Tubuh yang menua, pengalaman hidup yang mendera, dunia yang terus berubah. Sama seperti menyaksikan sastrawan Sitor Situmorang, Martin Aleida, mendiang Pramoedya Ananta Toer atau seniman rupa Agustin Sibarani, mereka adalah “mata masa lalu” yang sempat melihat kekinian zaman yang terus bergerak. Aktivis Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) hingga aktivis Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) ikut dirobohkan dan dihancurkan dalam sejarah itu.
Seorang mantan tapol akhirnya memperhatikan dunia yang berubah wajah, dunia yang kini berada di tengah sistem industri liberal, pasar bebas. Negaranya kini masih menjadi negara berkembang yang mengklaim diri tekun dengan spiritualitas Asia – penuh dengan harmoni, namun sekaligus juga dimainkan oleh “spiritualitas” baru: televisi kabel, generasi MTV (music television, sebuah program televisi internasional), plus globalisasi yang membelit. Sekaligus juga krisis ekonomi dan rasa kebangsaan yang diserpih…
***
Amatlah unik bila dipasang asumsi bahwa penyair yang pernah tersisih dalam sejarah rezim tiran Orde Baru, umumnya tetap menggali kenangan dan rasa rindu dendam pada tanah air di dalam puisinya.
Tanah rantau tetap sulit menjadi tanah air pertama, tanah rantau kerap dijadikan tanah yang kedua. Mereka masih kerap membandingkan antara Amerika, Eropa dengan rasa kangen tanah air.
Itu dapat saja terjadi, baik pada sastrawan eksil, ataupun sastrawan yang mendapat ganjaran hukum beberapa tahun dari tiran Orde Baru dan sekeluar dari penjara baru dapat merasakan hawa kebebasan di paru-parunya.
Umumnya, mereka tetap menggali kenangan, rasa rindu dendam pada tanah air. Sekali pun hanya singgah atau bahkan menetap di negeri orang.
Putu Oka Sukanta memang bukan sastrawan eksil secara fisik – kendati dia ”eksil, pernah tersingkir dari sebuah sejarah biografi dan karya”. Putu kembali tinggal dan bekerja di negeri ini. Setelah mewarisi keahlian Dokter Lee, dia pun bekerja di bidang konsultasi akupunktur di rumah praktiknya yang terletak di sebuah gang kota Jakarta. ”Hidup saya justru dari sini, Bung,” ujarnya pada penulis, saat bertandang ke tempatnya berpraktik.
Putu, juga diundang ke beberapa negara di Asia, Eropa, Amerika dan Australia untuk mempresentasikan tulisannya. Di semua puisi yang ber-titimangsa (keterangan latar tempat dan waktu) negeri lain itu, Putu ternyata tak henti membandingkan dengan kecintaan dan kerinduan pada tanah airnya.
Bacalah puisi berjudul ”Stockholm”, dengan titimangsa pembuatan karya di Huddingen-Amsterdam, November 2000, Putu menggubah larik puisinya. Mantel tebal dengan bahasa Jawa di Huddingen Swedia mengingatkannya pada masa lalu di Pendopo Taman Siswa:
jelas ini bukan di pendopo taman siswa
orang-orangnya bermantel tebal berbahasa jawa
di sebuah gedung di huddingen swedia
tapak kaki di langit hujan bertanya
Juga pada puisinya yang lain, kali ini, melalui pikiran dan kenangan Putu, tanah leluhurnya pun tiba-tiba saja ”hinggap” di Ithaca. Antara Bali dan Amerika. Amboi, betapa jauhnya perbandingan dua alam berbeda benua disajikannya dalam santapan puitik!
pantai Bali di Ithaca
naik jukung bertiga
menggali sumur peradaban semesta
tak kan kering ditimba pengarang dunia
(”Pantai Bali Ithaca”, halaman 40)
***
Namun, manakah yang lebih kuat, perasaan yang terkait dunia sosial Putu, terutama dalam konteks kebangsaan, dibandingkan keterpesonaan si penyair dengan alam semesta termasuk matahari, Pulau Bali atau keindahan alam mancanegara?
Putu bisa memunculkan satir perjalanan berbangsa sekaligus pesona alam. Kendati saat melukiskan alam dalam sajak, kerinduannya sebagai manusia, sebagai manusia Bali yang religius, kepada Sang Pencipta di karyanya, Putu terasa lebih mampu mengendalikan olah bahasa ketimbang tema-tema puisinya yang bernuansa politis.
Untuk politik, terkadang Putu sangat verbal, puisinya bisa menjadi begitu ”terang”, sayangnya dalam terang, banyak sisi lain yang bisa terlupakan, entah segi bunyi ataupun permainan metafora. Putu berada di persimpangan itu, puisi yang simbolik, dengan bahasa verbal untuk menyiratkan keadaan. Demikianlah dia kini, berada di antara sejarah kekinian, dengan cara pandang ”mata masa lalu” yang masih dia miliki.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar