A Rodhi Murtadho
http://rodhi-murtadho.blogspot.com/
Bumi dan Asih terus berkasih. Di tengah jelaga malam maupun di terik siang. Jiwa beraga petang di selimut kerinduan. hayal menggelepar di senyum kecut dahaga hening. Bumi merana dalam sendiri. Terinjak-injak sepi dalam kekalutan. Apa mau dirasa hanya berpulang gelisah.
Wajah bumi melas mengeras. Batas sudah lepas. Kewajaran dari tipu daya. Kering kerontang merana. Segala isi dikeluarkan. Semburat tanpa pesan. Hanya meninggalkan sampah. Restu berpulang ketika petang. Dengan halang, terus saja menyediakan. Bumi merasa kosong. Melayang tak karuan. Rotasi dan revolusi sudah tak pada lintasan. Sering kandas dan melenceng. Kekuatan telah hilang.
Sengat gravitasi menganaktirikan. Burung-burung raksasa bermuatan manusia ditempa. Tak stabil melayang. Ada yang dipatahkan dengan tekanan. Ada yang diceburkan. Tenggelam. Pelampung-pelampung penuh daya kecurangan diguncang. Terbakar atau tenggelam. Hanya peringatan yang hendak disampaikan. Tak diindahkan. Hanya kesedihan meradang.
"Asih, kau tahu. Aku tak pernah meratap atas tindakan manusia yang dilakukan padaku. Apapun adanya. Aku hanya menjalankan tugas. Tapi sunggguh benar-benar manusia sangat keterlaluan," Bumi serius berkata.
"Lalu bagaimana lagi Bumi. Aku sudah menebarkan auraku berupa kasih pada banyak hati kelam di kegelapan malam," Asih merayu menenangkan.
Terjal menghempas di kegalauan. Saling memikir tak saling bertanya lagi. Hanya mencerna tindakan manusia yang gagah berdiri di atas Bumi. Mengepak-ngepakkan kaki di sembarang tempat. Mencakar-cakar dan mencarut-marutkan. Memberi lubang dan menanduskan Bumi yang sebenarnya lebih perkasa. Bumi diam.
Asih tahu kalau Bumi marah. Asih memaki manusia dengan sapaan kasih dan rayuan maut. Menaklukkan terjal dan kerasnya hati manusia. Memasuki pori-pori kebekuan. Mencairkan dengan hangat deru nafas.
"Jangan kau teruskan Manusia, Bumi akan marah. Kau tahu bukan. Bumi lebih perkasa dari dirimu. Seandainya aku tak memancarkan asih-kasihku pada Bumi, tentu emosi dahsyat akan keluar. Kalau tak kucegah, Bumi akan melibas kalian. Tentu duniamu berakhir. Aku tak bisa mencegah terus-terusan. Kau tahu bukan! Bagaimanapun aku melarang, Bumi masih saja memainkan peran emosinya. Sedikit bencana untuk peringatan, begitu kata Bumi padaku. Kau harusnya merasa malu dan menyadari kelalaianmu," Asih pelan-pelan melarang.
"Aku tak peduli. Bumi diciptakan untukku. Bukannya pantas kalau aku menggunakan dan memanfaatkan Bumi sesuai keinginanku."
"Kau sudah kuperingatkan dengan Welas asih yang kumiliki. Bersabar atas tingkahmu. Perbuatanmu mengubah wajah bumi sungguh tak bisa berterima. Kau gundulkan kerindangan. Kau gantikan kehijauan. Menanduskan kesuburan. Gedung-gedung pencakar langit kau dirikan. Menutup semua dataran dengan rumah. Sampai-sampai Bumi sesak bernafas. Semua demi keuntunganmu semata. Uang dan kehormatan. Aku hanya ingin kau bisa menghormati dan menghargainya. Membalas kebaikannya dengan kebaikan. Menjaga dan melestarikan. Bukan malah tambah menghina dan merusaknya."
"Lihatlah yang akan kulakukan dan apa yang bisa dilakukan Bumi kepadaku!"
Manusia membuka celana. Memlorot. Dengan bangga mengeluarkan air seni. Bumi dikencingi. Muncrat ke sana kemari membasahi tak merata. Bau pesing dan apek membuat Bumi tak lagi bisa menahan amarah yang lama terpendam. Bumi menggoyangkan tubuh. Mengumpulkan air dalam kemihnya. Dipersiapkan untuk mengguyur manusia. Bumi ingin membalas. Mengencingi manusia. Segera muncrat. Air busuk bercampur lumpur. Tepat mengenai raut muka yang sebelumnya riang. Mendadak lesu dan terancam.
"Kau! Manusia memang tak pernah tahu diri. Aku sudah bersabar dengan apa yang selama ini kau lakukan. Tapi kau seakan tak pernah mengerti, aku juga ingin dihormati dan dihargai walaupun aku tak pernah memintanya. Kukikra kau sebagai khalifah, tahu diri. Membalas keuntungan yang kau dapat dariku dengan melestarikanku,” kata Bumi.
"Lantas apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan menuntutmu. Membawa perkara ini kepada Tuhan."
"Ha! Menuntut. Memangnya apa yang bisa kau lakukan padaku setelah kau menuntut. Kau hanya bisa menuntut dan hanya menuntut. Harusnya kau sadar kalau kau diciptakan Tuhan untukku."
"Baiklah kalau itu maumu. Ternyata kau belum juga sadar. Sedikit bencana sudah kuturunkan dari perbuatanmu menyakiti hatiku. Namun kau tak sadar juga. Aku masih bersabar, aku akan memberimu waktu. Kesabaran ini atas permintaan Asih. Sebaiknya kau perbaiki kelakuanmu dan memikirkan kembali perbuatanmu padaku. Jika kau tidak berubah, aku akan benar-benar melakukan penuntutanku dan merealisasikan bencana,” terang Bumi
"Kau mengancam."
"Iya sebaiknya kau pikirkan," sela Asih, "aku juga akan menuntutmu, bukan hanya bumi. Sebaiknya kau pulang dan berpikir. Aku dan Bumi sudah muak melihat tampangmu."
Senja berlalu berkali-kali. Angin tetap saja berhembus. Matahari juga masih memekikkan panasnya. Waktu bersinggasana dan menjadi penentu. Detik berlalu. Menit dan jam otomatis ikut melagukan waktu. Hari, minggu, bulan terus berlayar mengarungi jeruji dalam atap ketidakberdayaan. Hanya berlalu tak memikir yang lalu. Hanya tahu masa depan. Tak peduli meski banyak yang meminta mereka kembali mengulang. Kembali pada masa. Kembali kepada yang ingin diperbaiki.
Bumi semakin panas. Tingkah Manusia tak juga berubah. Bumi mengumpulkan banyak unsur yang ada. Air, Angin, Api, Lumpur untuk dipanggil dan diajak merundingkan sesuatu yang akan dilakukan kepada manusia. Saling mencurahkan isi hati mereka. Uneg-uneg yang juga lama bertengger dalam benak dan jiwa mereka. Uneg-uneg yang sama mengenai kebiadaban manusia. Memperlakukan mereka seenaknya.
"Kita satukan kekuatan dan memberi bencana pada Manusia. Tentu Manusia akan merenung dan memikirkan betul-betul: Mengapa kita melakukannya? Dari situ, tentu tingkah mereka akan berubah," usul Angin yang disambut hangat dan anggukan setuju dari semua yang hadir.
"Baiklah," tegas Bumi menyahuti, "kalau semua setuju dengan usul Angin, kita bersama-sama akan melakukannya mulai besok. Sudah sesuai peringatan yang aku berikan dulu pada Manusia."
Angin menghimpun kekuatan dan meniupkan dirinya kuat-kuat. Namun tak cukup menggoyahkan Manusia dengan segala pertahanan rumah-rumah. Air yang mengetahui itu, segera membantu. Rintik deras merenda Angin.
Angin memutarkan Air. Kencang menjadi bogem raksasa. Meninju-ninju liar. Menyapu habis pertahanan Manusia. Rumah-rumah roboh. Terjungkir. Manusia hanya bisa melongo. Tampak bodoh.
Bumi dan lumpur segera menggabungkan diri. Air dan Angin sengaja dibiarkan memasuki tubuh mereka dalam-dalam. Kekuatan yang biasanya menopang dan mencengkeram di bukit-bukit dan gunung sudah tak ada lagi. Habis di tebang Manusia. Bumi dan Lumpur dengan mudah merobohkan diri. Melongsorkan diri kepada Manusia.
Di satu bagian tubuh Bumi yang lain, Bumi merasa sangat tersakiti ketika bor tajam menancap. Meski cerca dan ramalan tak menguntungkan, Manusia tetap saja memperdalam tancapan bor. Ada harta minyak yang banyak diidamkan semua Manusia. Kekayaan melimpah. Harta benda sebagai imbalan keuntungan.
Bukan minyak, Bumi mengeluarkan lumpur panas berbau bangkai. Merusak segala tatanan yang memang ditata rapi Manusia. Menghancurkan perlahan. Merampas segala kewenangan atas diri Manusia sendiri, bahkan.
"Wahai kau Manusia! Apa kau sudah mengerti keberingasan kami. Kau masih akan meneruskan perlakuan biadabmu kepada kami? Bukan hanya aku, Bumi, yang menuntutmu, tetapi lihatlah sendiri. Air, Angin, Api, Lumpur juga sudah tak tahan lagi merasakan kekurangajaranmu. Semua menuntutmu."
"Kalian menuntut dan merealisaikan bencana. Tapi tetap saja kalian tak bisa menjamahku. Kalian salah sasaran. Bukankah semestinya kalian yang seharusnya sadar. Orang-orang baik dan alim, kalian timpahi bencana. Terbunuh dengan mengenaskan. Sementara kami orang-orang yang telah merusak dan membuat sakit hati, yang seharusnya kalian timpahi bencana, masih saja selamat.”
"Kau. Ha...ha...!" ngakak bumi tertawa, “kau tidak tahu dan tak paham skenario yang sedang kami jalankan dari Tuhan. Orang-orang alim dan baik ini kami timpahi bencana lebih dulu sehingga bertemu lebih cepat kepada Tuhan. Tentu kebaikan yang dilakukan di dunia akan membawa mereka pada nikmat di alam selanjutnya. Setelah orang-orang alim habis, tinggallah kalian pembuat onar. Akan kami beri bencana tanpa halangan dan doa dari mereka, orang-orang alim. Kami leluasa memberi bencana. Mengacak-acak kalian sampai lumat. Menggulung kalian dalam kebingungan bencana. Penderitaan yang tak pernah kalian bayangkan sebelumnya. Setelah itu, Tuhan akan memerintahkan malaikat meniupkan terompetnya. Mengakhiri dunia. Tentu kami tak bisa menolak dan dengan sangat senang bisa mengakhiri tugas kami dengan baik.”
“Kalau begitu!”
“Ya, memang benar. Sebelum semuanya terlambat, umumkanlah pada semua manusia skenario ini. Jika kesadaran manusia lebih dini, tentu Tuhan akan memerintahkan kami untuk berhenti memberi bencana.”
“Tapi, bagaimana mereka bisa mempercayai saya? Lantas bagaimana saya bisa menjadi baik. Saya tidak tahu caranya. Jika kalian terus-terusan mengambil orang-orang baik, darimana saya bisa belajar baik. Siapa yang patut saya contoh.”
“Jadi kau ingin berbuat baik?”
“Sangat ingin. Sepertinya ingin mati lebih cepat. Saya ngeri dan takut menyaksikan bencana yang Tuhan janjikan. Skenario yang membuat orang, jika mendengarnya, pasti akan berhenti dari kelakuan buruk. Kembali menjalankan kebaikan. Menjaga alam dan melestarikan. Bukan mengambil keuntungan dengan jalan merusaknya.”
“Kepada Asih belajarlah kebaikan. Sifat kasihnya patut kau contoh. Dan jika kau kabarkan berita ini kepada manusia-manusia lainnya, tentu ini akan menjadi kebaikan bagimu. Yang mengabarkan kebaikan adalah manusia yang baik. Tentu saja, manusia lainnya akan mempercayaimu jika kau sendiri melakukan kebaikan itu. Dan juga menjadi teladan bagi manusia lainnya.”
“Ha...ha...siapa yang bakal percaya dengan skenario Tuhan. Siapa juga yang mau menjadi orang baik. Aku bukan lagi anak kecil. Setia mendengarkan dongeng pengantar lelap. Biarlah, kalian mampuskan semua orang-orang baik dan alim. Toh itu juga keuntungan bagiku. Tak ada yang akan menghalagiku untuk berbuat sesukaku. Tak ada yang melerai. Hah, aku akan bebas. Benar-benar bebas. Manusia utuh dan bebas.”
“Kau membohongi kami!”
“Siapa juga yang bodoh mendengar dan mempercayai ocehan kalian. Hanya kalian saja yang memang benar-benar bodoh dan dungu. Semua manusia tahu kalau aku adalah pembual dan pembohong kelas kakap. Tak ada satu pun yang tak berhasil aku perdayai. Termasuk kalian.”
Kemarahan yang tak ada tedeng aling-aling lagi. Emosi menguasai. Tangan-tangan perkasa dipersiapkan. Kaki-kaki jenjang bebukitan memperlihatkan ototnya. Bersiap menendang. Nyalang mata makin membinarkan tajam matahari. Bumi memanas. Air memanas. Udara memanas. Mencairkan dan membakar kutub.
"Manusia, kemanapun kau lari, kau takkan lepas dari kami. Akan kami urug kau hidup-hidup. Biar sebagian tubuhmu dimakan cacing. Kami akan mengentaskan tubuh busukmu yang masih hidup. Sehingga kau hanya bisa berputus asa dan kesakitan luar biasa kau rasakan. Tak ada semangat hidup. Yang terbayang adalah kematian. Namun jika kau mati, dimanapun kau dipendam atau dibakar, kami akan menolakmu. Membiarkan tubuhmu membusuk.”
Bumi, Air, Angin, Lumpur makin garang mempercepat proses tugas yang diberikan Tuhan kepada Manusia. Pukulan bertubi-tubi Angin dan Air makin mengacaubalaukan kehidupan. Manusia sudah tak mampu lagi menahan kekuatan mereka. Ada yang dibanting-banting dan hanya tersisa sebagian tubuh hidup penuh luka dan cacat. Longsor dari Lumpur langsung memendam mereka tanpa tanda pemakaman yang berarti. Namun lumpur kembali memuntahkan mereka dengan tubuh tak utuh lagi. Masih hidup. Hanya isak tangis. Berharap tubuh busuknya bisa segera menjemput ajal. Berharap tubuh-tubuh busuk segera bisa diberi wewangian.
Surabaya, 24 April 2007.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 26 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Khoirul Anam
A Qorib Hidayatullah
A Rodhi Murtadho
A. Yusrianto Elga
A. Zakky Zulhazmi
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Aba Mardjani
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar Ruskhan
Abdul Hadi W. M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Malik
Abdul Muis
Abdul Wachid BS
Abdullah Khusairi
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abroorza A. Yusra
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Achmad Farid Tuasikal
Adek Alwi
Adi Marsiela
Adian Husaini
Adib Muttaqin Asfar
Adji Subela
Afandi Sido
Afriza Hanifa
Afrizal Malna
Ageng Wuri R. A.
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Agusri Junaidi
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahm Soleh
Ahmad Asyhar
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fuadi
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad Rofiq
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Al Azhar Riau
Al-Fairish
Alex R. Nainggolan
Alexander G.B.
Alfian Zainal
Aliansyah
Alimuddin
Almania Rohmah
Alunk Estohank
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anata Siregar
Andi Sutisno
Andy Riza Hidayat
Anies Baswedan
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Anna Subekti
Anton Kurnia
Ari Hidayat
Ari Kristianawati
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Aris Kurniawan
Arti Bumi Intaran
Arul Arista
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Ayu Purwaningsih
Babe Derwan
Bakdi Soemanto
Balada
Bale Aksara
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Dwi Mardana
Bellanissa Zoditama
Beni Setia
Benny Arnas
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bokor Hutasuhut
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bur Rasuanto
Burhanuddin Bella
Bustan Basir Maras
Catatan
Catullus
CB. Ismulyadi
Cerbung
Cerita Rakyat
Cerpen
Chavchay Syaifullah
Cikie Wahab
Cunong Nunuk Suraja
D Zawawi Imron
Dad Murniah
Dadang Ari Murtono
Dahlia Rasyad
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darman Djamaluddin
Darman Moenir
Dasman Djamaluddin
David Krisna Alka
Dea Anugrah
Dedy Tri Riyadi
Denny JA
Denny Mizhar
Desi Sommalia Gustina
Dewi Anggraeni
Dharma Setyawan
Dian Hartati
Didi Arsandi
Dina Oktaviani
Dipo Handoko
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Dodi Chandra
Dodiek Adyttya Dwiwanto
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
Dwi Pranoto
Dwicipta
Edy A Effendi
Edy Firmansyah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Ellyzan Katan
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Endah Imawati
Eni Suryanti
Eny Rose
Eriyandi Budiman
Eriyanti
Erwin Edhi Prasetya
Erwin Setia
Esai
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fadly Rahman
Fahrudin Nasrulloh
Faizah Sirajuddin
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fakhrunnas M.A. Jabbar
Fanny Chotimah
Fariz al-Nizar
Fariz Alneizar
Faruk HT
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fatimah Wahyu Sundari
Fauzan Santa
Fazabinal Alim
Festival Sastra Gresik
Fikri MS
Fiksi Mini
Fransisca Dewi Ria Utari
Franz Kafka
Fuad Anshori
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gendhotwukir
Gendut Riyanto
Gerson Poyk
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gregorio Lopez y’ Fuentes
Gugun El-Guyanie
Gunawan Budi Susanto
Gus Noy
H.H. Tokoro
Hadi Napster
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamsad Rangkuti
Han Gagas
Hang Kafrawi
Hani Pudjiarti
Hanna Fransisca
Hardi Hamzah
Hardjono WS
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Harris Maulana
Hary B. Kori'un
Hasan Al Banna
Hasan Junus
Hasbullah Said
Hasnan Bachtiar
HE. Benyamine
Heidi Arbuckle
Helmi Y Haska
Helvy Tiana Rosa
Hendra Junaedi
Hendri Nova
Herdoni Syafriansyah
Heri Kurniawan
Heri Latief
Heri Ruslan
Herman RN
Hermawan Aksan
Hermien Y. Kleden
Herry Lamongan
Holy Adib
Humaidiy AS
Husni Anshori
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Tingkat
I Wayan Artika
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Imam Cahyono
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan Kelana
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Isma Swastiningrum
Ismi Wahid
Iwan Gardono Sujatmiko
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.S. Badudu
Janoary M Wibowo
Javed Paul Syatha
JILFest 2008
JJ. Kusni
Jodhi Yudono
Joko Novianto Bp
Joko Pinurbo
Jones Gultom
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf AN
Kadek Suartaya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Kenedi Nurhan
Khaerudin Kurniawan
Khaerul Anwar
Ki Sugito Ha Es
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Korrie Layun Rampan
Kritik Sastra
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia Effendi
Kurniawan
Kuswinarto
La Ode Rabbani
Lathifa Akmaliyah
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember
Leon Agusta
Lily Siti Multatuliana
Lily Yulianti Farid
Lina Kelana
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lugiena Dé
M Fadjroel Rachman
M Farid W Makkulau
M Syakir
M. Dawam Rahardjo
M. Faizi
M. Mustafied
M. Raudah Jambak
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.Th. Krishdiana Putri
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mangun Kuncoro
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Maryati
Marzuzak SY
Mashuri
Maulana Syamsuri
Media: Crayon on Paper
Mega Vristian
MG. Sungatno
Misbahus Surur
Mofik el-abrar
Moh. Amir Sutaarga
Moh. Ghufron Cholid
Mohammad Hatta
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Takdir Ilahi
Much. Khoiri
Muhamad Taslim Dalma
Muhammad Rain
Muhammad Subhan
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mulyawan Karim
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W Hasyim
N Teguh Prasetyo
N. Mursidi
Nadhi Kiara Zifen
Nana Riskhi Susanti
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nasrulloh Habibi
Neva Tuhella
Nietzsche
Nirwan Dewanto
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Nova Christina
Novelet
Nunung Nurdiah
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurman Hartono
Nuryana Asmaudi
Nyoman Tusthi Eddy
Obrolan
Oky Sanjaya
Oyos Saroso HN
P Ari Subagyo
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Panji Satrio
PDS H.B. Jassin
Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Purnawan Andra
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Satria Kusuma
Putu Wijaya
R Masri Sareb Putra
R. Adhi Kusumaputra
R. Timur Budi Raja
R.N. Bayu Aji
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rahmi Hattani
Raja Ali Haji
Raju Febrian
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ramon Magsaysay
Ramses Ohee
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Resensi
Ressa Novita
Ressa Sagitariana Putri
Ria Ristiana Dewi
Rialita Fithra Asmara
Ribut Wijoto
Rida K Liamsi
Rifka Sibarani
Rilda A. Oe. Taneko
Rilda A.Oe. Taneko
Rimbun Natamarga
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Rita Zahara
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Budijanto
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Takdir Alisyahbana
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Sajak
Sajak Sebatang Lisong
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman S. Yoga
Salyaputra
Samson Rambah Pasir
Samsudin Adlawi
Sanie B. Kuncoro
Santy Novaria
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Sartika Dian Nuraini
Sasti Gotama
Sastra Nusantara
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Poltak Tambunan
Saut Situmorang
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Selasih
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sindu Putra
Siska Afriani
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Slamet Samsoerizal
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
Stevani Elisabeth
Suci Ayu Latifah
Sucipto Hadi Purnomo
Sudarmoko
Sudirman HN
Suhadi Mukhan
Suharsono
Sukar
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suriani
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syahruddin El-Fikri
Syaripudin Zuhri
Syifa Aulia
Syu’bah Asa
T.A. Sakti
Tammalele
Tan Lioe Ie
Tasyriq Hifzhillah
Taufik Abdullah
Taufik Effendi Aria
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Winarsho AS
Tenas Effendy
Tengsoe Tjahjono
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tias Tatanka
Tito Sianipar
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjut Zakiyah Anshari
Topik Mulyana
Tosa Poetra
Tri Harun Syafii
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umbu Landu Paranggi
Umi Kulsum
Uniawati
Universitas Indonesia
Usman Arrumy
Usman D.Ganggang
Utada Kamaru
UU Hamidy
Viddy AD Daery
W.S. Rendra
Wa Ode Wulan Ratna
Wahib Muthalib
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wardjito Soeharso
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Wicaksono
Widodo DS
Wina Karnie
Wisran Hadi
Wong Wing King
Yan Maniani
Yanti Mulatsih
Yanuar Arifin
Yasser Arafat
Yaumu Roikha
Yetti A. KA
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhi Ms
Yudhistira ANM Massardi
Yulianna
Yurnaldi
Yusi A. Pareanom
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zakki Amali
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimra
Zuarman Ahmad
Zulfikar Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar