Sabtu, 27 September 2008

BAYANG DAN BOYONG

KRT. Suryanto Sastroatmodjo

Mari kita silakan para tamu memasuki baluwarti ini, saudaraku – ketika barisan yang kita nanti-nantikan sudah mulai memperlihatkan langkahnya yang tegap dan tegas. Marilah kita persilahkan para sanak-kadang yang sudah semalaman berkuyup-embun di luar pager-banon sana, dan biarkanlah mereka pagi ini ikut menikmati selamat datang ini.

“Tiada yang lebih membesarkan hati daripada keluwesan yang berbicara, lantaran dorongan jiwa yang sepatutnya. Tiada yang lebih mewakili kelugasan sejati katimbang pertimbangan yang diambil pada awal kelahiran sebuah hari – lantaran itulah titiwanci utama untuk menunjukkan harga kewibawaan,” demikian rantunan kalimat anda, pada kesempatan untuk membeberkan, seberapa jauhnya Anak Manusia berperang dengan Ayahbundanya dari seberang, buat menemukan wujud gairah yang tak – tertebak. Maka, aku mungkin harus menerimanya untuk sementara, sebagai satu bagian dari tiarapku sendiri, sebelum pada saatnya mengepalkan tinju ke hadapan.

Jangan hendaknya kita berpikir, bahwa jikalau salah seorang keluarga dekat kita takut pulang ke rumah, dengan sendirinya dia berusaha untuk menjauhkan diri dari salam-selawat dan rangkul-rungkus. Dan jika ada orang lain yang kepingin menelusurinya, dia siap mengelak. Akan lengkap kiranya kedirian kita yang laif-dhaif seperti ini, seandainya tiada perewang lain yang menganggap ketelodoran adalah warna lain. Dan pada hakikatnya, orang belum pernah menemukan ‘wangkot-celupan’-nya.

“Salawat-salawat kesentausaan,” desismu kala itu. “Karena kehidupan menagih kesan dengan begitu kuat dan kerasnya, sehingga apa yang berlangsung terkemudian adalah suatu gaya-ucap yang kurang lebih sebagai tudingan, sesalan, susulan dan bahkan juga umpatan. Kita belum juga tumbuh sebagai pribadi yang memiliki corak nan gumathok.”

“Walaupun, yang kaumaksudkan itu masih dalam batas gambaran suatu kurun waktu tertentu, dan belum berarti sepanjang masa?” demikian desakanku lebih jauh. Maka dikau mengernyitkan kening, kemudian balik berdetus: “Sahabat, mustahil kita tak menganggapnya sebagai Peristiwa yang selamanya. Bukankah kita sepaham untuk mengatakan, bahwa kebebasan wujud sama harganya dengan kebebasan isi? Dan bahwa tatanan yang digariskan oleh pakem-pakem keluruhan itu diantebi oleh suatu sosok berpengaruh yang diterima secara bulat oleh kelompok besar orang seikhwan? Aku yakin, faham-faham yang kita buat serta kemudian dibingkiskan kepada dunia, adalah juga berasal dari pandangan yang telah purba, bukan sesuatu yang masih dalam babak penyesuaian-diri yang nyamut-nyamut. Dan aku percaya, masyarakat kita masih dapat diajak bertoleransi sebatas meng-ugemi ihwal-ihwal maujudnya Rasa dan Nalarwening – sebelum dua hal yang kita ucapkan tadi mengabur di halimun dingin…”

Sahabatku Dina!
Berpikir adalah suatu arah-tanggon pada poros kreatif yang jelas. Karenanya, dengan berpikir itu, kita menuju kepada pewedaran gagasan yang hendak ditekankan, dan bukan sebagai ancangan semata. Dalam hal-hal yang besar resikonya untuk mewujudkan pikiran yang terpendam, maka seorang filosof mesti bersikap yang lebih demokratik, dalam arti bisa meng-emong situasi, meng-emong lingkungan yang majemuk.

Dina yang setiawan dan senantiasa tanggap.
Hari ini adalah hari kesebelas dari perjalananku ke daerah Orang Badui di Banten Kidul. Suatu upaya untuk meneliti, sejauh mana manusia yakin akan makna kemerdekaan batin, dan bagaimana hal itu bisa dirungkebi sebagai hak milik langgeng. Warga Badui Dalam di Cibeo misalnya punya anggapan, bahwasanya Jagat Ageng (dunia besar, makrokosmos) ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tanpa pasak-pasak yang melekatkannya dengan anasir-anansir semesta lainnya. Perekat-utamanya adalah jagat alit, yang terdiri dari manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, yang kesemuanya berhubungan secara kekeluargaan, dan punya peranan berbeda-beda, namun diemban bersama dalam satu ritme-kerja yang berirama, saling-dorong serta saling-resapkan. Jagat alit bisa terkoyak, bisa retak, manakala salah satu anasirnya meninggalkan kedisiplinan nan luhur, dan memperturutkan “karsane dhewe” (kehendak sendiri), membelot dari irama-hayati yang telah tersusun jelas, selaras dengan firman Pemangku Jagat Akbar ini.

Maka keseimbangan alam tak bisa lain diartikan sebagai keseimbangan agama, yang menggugah setiap jasad dan roh untuk melaksanakan tugas-tugas kebaikan. Bila satu sama lain tidak menempati tugas nan rapi, cermat, berdisiplin tinggi, maka pasak-pasak bakal retak, dan bumi pun terbengkalai. Perekat paling utama adalah wasiat leluhur (karuhun, poyang), yang tertulis dalam lontar-lontar tua yang diguratkan sedari mulakala. Tiap warga setia Badui pada dasarnya adalah pekerja, yang takkan istirah, bila bukan pada saatnya yang telah ditentukan menurut pathokan yang keramat. Pekerja adalah pusat greget-grengseng-nya tindak positif, yang mendorong tubuh, tangan-tangan dan urat-urat ini menggeliat dan berkeringat, lantaran melakukan karya kemanusiaan nan tangguh. Adalah tolol untuk melakukan hambatan, pengangguran ataupun juga kemalasan, bila dalam nuraninya sudah tumbuh kepercayaan: tanpa karya, seseorang adalah si mati, si mayat, yang tanpa faedah apapun. Pekerjaan yang berdayaguna bagi sesama hidup, merupakan sumbangsih nyata dari warga di sana, yang diamanatkan oleh nenek-moyang, dan dipegang teguh.

Sahabatku Dina!
Aku memang bersemangat untuk menekankan hal-hal yang begini berderap. Di kala orang di mana-mana sibuk berseminar tentang tenaga kerja dan peranan angkatan muda, aku menahan nafas. Terasa, teramat banyak orang menghamburkan potensinya untuk berbincang serta berdebat tentang kiblat ketenagakerjaan pada zaman gemuruh dan penuh keluh ini. Siratan gagasan yang berasal dari suasana masa lampau sering luput dari sentuhan. Kita lantas sibuk bikin dalih-dalih dan rumusan selangit tanpa teringat, bahwa rumusan purbawi telah pernah digenggam orang, seraya masa pun pernah menggodok dalih yang bagaimana pun rumitnya, melalui gaung sejarah. Kalau teringat akan hal ini, maka saya berpesan, sebaiknya kita terus menggali karyasastra lokal, yang tertulis dalam pelbagai bahasa daerah di pedalaman Nusantara, untuk mencari rujukan nan tepat. Hanya dengan cara begini, teruji kemampuan kesarjaan menurut kadar semestinya – bukan hanya berdasar fakta kelulusan di atas kertas!

Sahabatku Dina!
Ucapanmu setahun lewat masih kuingat: “Pur, hendaknya gaya hidup dewasa kini bisa lebih kita benahi, agar kita bukan cuma berlenggak-lenggok sebagai boneka berbusana apik. Tapi yang penting, bagaimana orang pun tahu, busana apik itu dipintal dari benang, dan benang dicari bahannya dari tanaman kapas. Dan upaya menanam mengingatkan orang kepada kerja berluluk lumpur, mandi keringat, melambuk tanah. Sama sibuk dan gemuruhnya dengan karya gemilang para pekerja pabrik tekstil yang tak kenal siang dan malam buat memenuhi kecenderungan masyarakat untuk berbusana rapi dan apik. Bila kita hanya terpancang pada boneka berjalan yang memperagakan gaun-gaun mahal semata, niscaya pikiran akan terhenti pada lipatan ketiak. Angan-angan pun terwatasi dambaan cethek, Pur.”

“Lumrah, masyarakat yang tengah berkembang tak menyiasati lingkungan, sebagaimana yang dikehendaki oleh bangsa yang telah mapan. Gelaran yang hadir mungkin hanya terbit karena desakan situasi, Dien.
“Itu bukan penilaian sehat, Pur. Hanya sinyalemen kurang sehat dari dirimu. Karena aku tahu, setiap kita bicara tentang pakem-pakem kebijakan yang diunggulkan oleh sukubangsa di Nusantara, kau selalu terhenti pada sebut-sebutan semata, nama-nama ajektif dan penjudulan karya sastra yang ditinggalkan oleh suku tersebut pada hari lampaunya. Kau tak mengejar tentang betapa gerangan pokal-pokal yang ditampilkan Guru Besar, sosok andalan. Cara begini akan mengatasi pikiran tentang gambaran superlatif mahakarya satu zaman, yang keberadaannya bisa mungkin hanya pajangan. Ia diboyong oleh tahap nan ada, namun tak berperekat maknawi.”

“Dan sastra yang diboyong oleh warganya, diberi tandatangan oleh keturunannya, tapi tanpa bayang ‘tantangan terpendam’ serta ‘tuntutan-tuntutan nan semakin meningkat’, rasanya sulit dilestarikan.”
“Tadi, itulah yang hendak kukatakan, Pur. Seandainya perlawatanmu ke daerah Badui itu membawa juga hasil ekskavasi budaya yang lebih komplit, misalnya buah pikiran Manusia Utamanya, telaah-telaah di berbagai situasi, dan upaya penyelamatan diri suku tersebut dalam melawan campur-tangan pihak luar, … nah, niscaya kau bakal lebih menggenggam makna kerja berjaya yang pada orang-orang modern pun masih diributkan.”

Aku unjal-nafas. Pagi telah merambat kepada siang lembut. Kubuka jendela kecil di ruang tenaga pengajar di Universitas Kotapraja yang telah empat dasawarsa membekaskan jejak-juang tergamblang di negeriku. Angin semilir mengantar kembang melati sedhompol yang tumbuh liar berbanjar di bawah cepuri putih, agak ke dalam. Sebelahnya, rumpun alamanda kemalas-malasan bergoyang, dalam hijau-pupusnya nan nyaris pucat. Seekor burung pipit, yang nampaknya terbang kesasar dari pesawahan di arah seberang-sana, hinggap di ranting kecil kembang srengenge yang agak layu, lantaran jarang disirami oleh tukang kebun. Burung itu menelengkan kepalanya, seperti menatapku, yang iseng melepas kesumukan ini.

Sahabatku Dina!
Pabilakah lagi kita bisa beromong-omong bebas seperti di saat usai mengajar, atau mengambil sela-sela yang makin langka ini? Para mahasiswa sekarang seperti kurang bergairah dalam menempa dan menampi bulir-bulir ilmu yang dilisankan; terlebih-lebih bila bibir kita yang serasa pecah-pecah untuk melisankan kerisauan hari esok nan penuh deru!
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa

Tidak ada komentar:

A Khoirul Anam A Qorib Hidayatullah A Rodhi Murtadho A. Yusrianto Elga A. Zakky Zulhazmi A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Aba Mardjani Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Ruskhan Abdul Hadi W. M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Malik Abdul Muis Abdul Wachid BS Abdullah Khusairi Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abroorza A. Yusra Abu Salman Acep Iwan Saidi Achmad Farid Tuasikal Adek Alwi Adi Marsiela Adian Husaini Adib Muttaqin Asfar Adji Subela Afandi Sido Afriza Hanifa Afrizal Malna Ageng Wuri R. A. Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Bing Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Sunyoto Agus Wibowo Agus Wirawan Agusri Junaidi AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahm Soleh Ahmad Asyhar Ahmad Farid Yahya Ahmad Fuadi Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad Rofiq Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Al Azhar Riau Al-Fairish Alex R. Nainggolan Alexander G.B. Alfian Zainal Aliansyah Alimuddin Almania Rohmah Alunk Estohank Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anata Siregar Andi Sutisno Andy Riza Hidayat Anies Baswedan Anindita S Thayf Anis Ceha Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Anna Subekti Anton Kurnia Ari Hidayat Ari Kristianawati Arie MP Tamba Arief Junianto Aris Kurniawan Arti Bumi Intaran Arul Arista AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Ayu Purwaningsih Babe Derwan Bakdi Soemanto Balada Bale Aksara Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Dwi Mardana Bellanissa Zoditama Beni Setia Benny Arnas Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bokor Hutasuhut Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiawan Dwi Santoso Bur Rasuanto Burhanuddin Bella Bustan Basir Maras Catatan Catullus CB. Ismulyadi Cerbung Cerita Rakyat Cerpen Chavchay Syaifullah Cikie Wahab Cunong Nunuk Suraja D Zawawi Imron Dad Murniah Dadang Ari Murtono Dahlia Rasyad Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darman Djamaluddin Darman Moenir Dasman Djamaluddin David Krisna Alka Dea Anugrah Dedy Tri Riyadi Denny JA Denny Mizhar Desi Sommalia Gustina Dewi Anggraeni Dharma Setyawan Dian Hartati Didi Arsandi Dina Oktaviani Dipo Handoko Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Dodi Chandra Dodiek Adyttya Dwiwanto Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Klik Santosa Dwi Pranoto Dwicipta Edy A Effendi Edy Firmansyah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Darmoko Ellyzan Katan Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Endah Imawati Eni Suryanti Eny Rose Eriyandi Budiman Eriyanti Erwin Edhi Prasetya Erwin Setia Esai Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fadly Rahman Fahrudin Nasrulloh Faizah Sirajuddin Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fakhrunnas M.A. Jabbar Fanny Chotimah Fariz al-Nizar Fariz Alneizar Faruk HT Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fatimah Wahyu Sundari Fauzan Santa Fazabinal Alim Festival Sastra Gresik Fikri MS Fiksi Mini Fransisca Dewi Ria Utari Franz Kafka Fuad Anshori Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gendhotwukir Gendut Riyanto Gerson Poyk Gita Pratama Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gregorio Lopez y’ Fuentes Gugun El-Guyanie Gunawan Budi Susanto Gus Noy H.H. Tokoro Hadi Napster Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamsad Rangkuti Han Gagas Hang Kafrawi Hani Pudjiarti Hanna Fransisca Hardi Hamzah Hardjono WS Haris del Hakim Haris Priyatna Harris Maulana Hary B. Kori'un Hasan Al Banna Hasan Junus Hasbullah Said Hasnan Bachtiar HE. Benyamine Heidi Arbuckle Helmi Y Haska Helvy Tiana Rosa Hendra Junaedi Hendri Nova Herdoni Syafriansyah Heri Kurniawan Heri Latief Heri Ruslan Herman RN Hermawan Aksan Hermien Y. Kleden Herry Lamongan Holy Adib Humaidiy AS Husni Anshori I Nyoman Darma Putra I Nyoman Tingkat I Wayan Artika Ibnu Wahyudi Ida Farida Ignas Kleden Ilham Khoiri Imam Cahyono Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indra Tranggono Indrian Koto Irwan Kelana Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Isma Swastiningrum Ismi Wahid Iwan Gardono Sujatmiko Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.S. Badudu Janoary M Wibowo Javed Paul Syatha JILFest 2008 JJ. Kusni Jodhi Yudono Joko Novianto Bp Joko Pinurbo Jones Gultom Jual Buku Paket Hemat Jusuf AN Kadek Suartaya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Kenedi Nurhan Khaerudin Kurniawan Khaerul Anwar Ki Sugito Ha Es Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Korrie Layun Rampan Kritik Sastra Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia Effendi Kurniawan Kuswinarto La Ode Rabbani Lathifa Akmaliyah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember Leon Agusta Lily Siti Multatuliana Lily Yulianti Farid Lina Kelana Liza Wahyuninto Lona Olavia Lugiena Dé M Fadjroel Rachman M Farid W Makkulau M Syakir M. Dawam Rahardjo M. Faizi M. Mustafied M. Raudah Jambak M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.Th. Krishdiana Putri Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mangun Kuncoro Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Maryati Marzuzak SY Mashuri Maulana Syamsuri Media: Crayon on Paper Mega Vristian MG. Sungatno Misbahus Surur Mofik el-abrar Moh. Amir Sutaarga Moh. Ghufron Cholid Mohammad Hatta Mohammad Kh. Azad Mohammad Takdir Ilahi Much. Khoiri Muhamad Taslim Dalma Muhammad Rain Muhammad Subhan Muhammad Yasir Muhammadun A.S Muhidin M Dahlan Mujtahid Mulyawan Karim Musa Ismail Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W Hasyim N Teguh Prasetyo N. Mursidi Nadhi Kiara Zifen Nana Riskhi Susanti Nanang Suryadi Naskah Teater Nasrulloh Habibi Neva Tuhella Nietzsche Nirwan Dewanto Nizar Qabbani Noor H. Dee Nova Christina Novelet Nunung Nurdiah Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurman Hartono Nuryana Asmaudi Nyoman Tusthi Eddy Obrolan Oky Sanjaya Oyos Saroso HN P Ari Subagyo Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Panji Satrio PDS H.B. Jassin Penerbit dan Toko Buku PUstaka puJAngga Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pringadi AS Pringgo HR Prosa Puisi Puji Santosa Purnawan Andra PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Satria Kusuma Putu Wijaya R Masri Sareb Putra R. Adhi Kusumaputra R. Timur Budi Raja R.N. Bayu Aji Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rahmi Hattani Raja Ali Haji Raju Febrian Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ramon Magsaysay Ramses Ohee Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Resensi Ressa Novita Ressa Sagitariana Putri Ria Ristiana Dewi Rialita Fithra Asmara Ribut Wijoto Rida K Liamsi Rifka Sibarani Rilda A. Oe. Taneko Rilda A.Oe. Taneko Rimbun Natamarga Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Rita Zahara Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Budijanto Rukardi S Yoga S. Jai S. Takdir Alisyahbana S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Sajak Sajak Sebatang Lisong Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman S. Yoga Salyaputra Samson Rambah Pasir Samsudin Adlawi Sanie B. Kuncoro Santy Novaria Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Sartika Dian Nuraini Sasti Gotama Sastra Nusantara Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Poltak Tambunan Saut Situmorang Sekolah Literasi Gratis (SLG) Selasih Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sindu Putra Siska Afriani Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Slamet Samsoerizal Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Solihin Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi Stevani Elisabeth Suci Ayu Latifah Sucipto Hadi Purnomo Sudarmoko Sudirman HN Suhadi Mukhan Suharsono Sukar Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suriani Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Iwan Soekri Munaf Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syahruddin El-Fikri Syaripudin Zuhri Syifa Aulia Syu’bah Asa T.A. Sakti Tammalele Tan Lioe Ie Tasyriq Hifzhillah Taufik Abdullah Taufik Effendi Aria Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Winarsho AS Tenas Effendy Tengsoe Tjahjono Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tias Tatanka Tito Sianipar Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjut Zakiyah Anshari Topik Mulyana Tosa Poetra Tri Harun Syafii TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umbu Landu Paranggi Umi Kulsum Uniawati Universitas Indonesia Usman Arrumy Usman D.Ganggang Utada Kamaru UU Hamidy Viddy AD Daery W.S. Rendra Wa Ode Wulan Ratna Wahib Muthalib Wahyudi Akmaliah Muhammad Wardjito Soeharso Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Wicaksono Widodo DS Wina Karnie Wisran Hadi Wong Wing King Yan Maniani Yanti Mulatsih Yanuar Arifin Yasser Arafat Yaumu Roikha Yetti A. KA Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhi Ms Yudhistira ANM Massardi Yulianna Yurnaldi Yusi A. Pareanom Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusrizal KW Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zakki Amali Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimra Zuarman Ahmad Zulfikar Akbar